Share

Tantangan

Penulis: Mini Adila
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-19 11:50:33

Dengan mengenakan kaus berbalut jaket berbahan jeans dan bawahan celana panjang berbahan yang sama dengan jaket, Kinar mematut di depan cermin. Rambut lurusnya ia biarkan tergerai, tak lupa bedak warna nude menghias wajah, serta lipstik warna soft juga menghiasi bibirnya.

"Nah, gitu dong! Sesekali jalan sama cowok. Liburan kok cuma ngurung di rumah," canda Widya ketika anak gadisnya meminta izin, berpamitan.

Widya tersenyum, kemudian mengantar Kinar hingga teras. Wanita itu menyaksikan sang anak gadis dan Galang jalan berdua mengendarai motor.

Saat dalam perjalanan, sesekali Kinar merenggangkan letak duduk agar tidak menempel di punggung Galang. Tangannya pun berusaha berpegangan pada besi di belakang jok. Ia harus mawas diri, pikirnya.

"Mau Mas ajak ke mana, aku ini?" tanya Kinar sambil menepuk bahu Galang pelan.

"Tenang aja! Aku akan mengajakmu ke tempat yang indah," balas Galang sambil menoleh.

"Tempat indah gimana maksudnya?!" gertak Kinar yang mulai sewot.

"Ada deh!"

Deg.

Jantung Kinar seketika berdebar. Ada rasa takut menyergap dada. Pikirannya mulai berkecamuk. Ia takut akan Galang kalau berbuat macam-macam. Kinar benar-benar kalut hingga keringat dingin mulai bercucuran meskipun angin berembus di jalanan.

Dalam diam menahan takut, Kinar mencoba memutar otak agar kecemasannya tidak terjadi.

"Berhenti sebentar aja, bisa, gak, Mas?" ujar Kinar setengah berteriak karena jalanan tampak lumayan ramai.

Galang lantas menepikan kendaraan yang dikemudikannya di depan warung yang telah tutup. Mereka berdua kemudian turun dari motor.

"Gimana, kalau kamu nganterin aku ke rumah temanku aja?" bujuk Kinar agar Galang tidak mengajaknya ke tempat yang aneh-aneh. Pikiran buruk memang telah berkecamuk di kepala Kinar sejak tadi. Makanya ia menawarkan ide itu supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Jaman sekarang, perempuan dituntut lebih waspada agar kejadian buruk tidak menerpanya.

"Oke gak pa pa. Ayo!"

Akhirnya Galang mengikuti ajakan Kinar berkunjung ke rumah teman yang searah dengan jalan yang dilewatinya saat ini. Tak berapa lama, keduanya tiba di sebuah perkampungan dengan suasana asri. Banyak pepohonan, jarak rumah satu dengan rumah yang lainnya pun tidak terlalu dekat. Hawa dingin khas pegunungan pun begitu terasa dirasakan Kinar.

***

Galang lebih banyak diam ketika Kinar dan sang teman bercengkerama bersama. Maklum, sejak sang teman cuti melahirkan, baru kali ini Kinar bertemu. Itupun siasat Kinar dalam rangka menghindar dari ajakan Galang karena rasa takut yang menderanya.

Lebih kurang satu jam Kinar dan Galang bertamu. Setelah cukup mengobrol, akhirnya keduanya berpamitan pulang.

"Jangan ngebut, aku takut!" Kinar memukul bahu Galang dengan geram saat tiba-tiba dengan santainya laki-laki itu menambah kecepatan.

"Makanya pegangan! Gini, nih." Galang menoleh, kemudian meraih satu per satu tangan Kinar dan meletakkannya di pinggangnya.

"Gak, ah!" Secepat kilat Kinar menarik tangannya dari pinggang Galang dan beralih berpegangan pada besi di belakang jok.

Galang yang menyadari penolakan dari Kinar untuk berpegangan di pinggangnya, malah semakin menambah kecepatan. Kinar bergeming seraya berdoa dalam hati.

"Busyet! Ni orang kayaknya ngerjain aku. Ya Allah ... takut," gumam batin Kinar.

Pandangan Kinar semakin silau saat menatap ke depan, karena matahari yang telah bergeser ke arah barat memancarkan sinarnya cukup terang.

"Kok ini lewat jalan lain, ya? Bukannya tambah jauh kalau lewat jalan sini?" protes Kinar yang hanya mampu diucapkan dalam hati. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, jalanan tampak sepi hanya satu dua kendaraan yang lewat.

Rasanya Kinar ingin berteriak, tetapi ia merasa takut. Takut jika Galang semakin brutal mengemudikan kendaraannya. Namun, sesaat kemudian, entah kenapa Galang sedikit mengurangi kecepatan saat melewati jalanan depan telaga. Kinar pun sedikit merasa lega. Mungkin laki-laki itu tahu kalau Kinar menahan takut.

"Mampir ke telaga sebentar, yuk! Kita duduk-duduk aja sambil menikmati sore. Yang penting sebelum maghrib, aku udah janji bakalan nganterin kamu pulang." Galang menoleh untuk beberapa saat sambil menatap wajah Kinar. Jalanan menuju telaga tampak lengang, hanya terlihat beberapa pasangan muda-mudi yang juga melewati jalanan yang sama.

"Oke, tapi jangan lama-lama, lho!" Kinar mulai melunak. Semua karena gadis itu telah berpikiran yang macam-macam, ketakutan jika Galang akan berbuat yang tidak-tidak jika ia menolak.

Galang membelokkan kendaraannya, melewati jalan setapak yang masih berupa tanah berbatu menuju tepian telaga. Ada debar yang mulai menjalar dalam dada Kinar. Entah debar ketakutan atau debar yang lainnya. Gadis itu masih bingung membedakan rasa yang menyergap dadanya tiba-tiba.

Tiba di tepi telaga, Galang bergegas memarkirkan kendaraannya di tempat yang aman tak jauh dari tempat duduk keduanya.

Angin berembus menerpa wajah Kinar. Galang lantas berinisiatif menyibakkan rambut gadis itu yang terurai. Galang sigap menyelipkan anak rambut yang menutup sebagian wajah gadis itu. Sontak, Kinar menepis tangan Galang sambil menatapnya, geram. Kinar tidak mau diperlakukan seperti itu. Apalagi di tempat yang lumayan sepi.

"Maaf!" ucap Galang singkat sambil tersenyum, menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Jangan kayak gini lagi! Aku gak suka, apapun alasannya!" cetus Kinar dengan ketus seraya mengalihkan pandangan.

"Iya."

Hening. Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing sambil menikmati keindahan senja sekaligus keindahan telaga.

"Ya ampun ... jaketku ketinggalan di rumah Santi!" teriak Kinar tiba-tiba. Tanpa sadar, Kinar menepuk lengan Galang yang mengenakan jaket bomber warna coklat tua sebagai lapisan luar dari kaus yang membalut tubuh laki-laki itu.

Angin dingin yang menusuk pori-pori kulit membuat Kinar teringat akan jaket yang tadi ia kenakan, tetapi tertinggal di rumah sang teman.

"Dingin? Pake jaketku aja, gih, biar gak kedinginan!" tawar Galang, tetapi Kinar sontak menggeleng. "Pake, ya?" sambung Galang lagi, sesaat kemudian sambil melepas jaket.

Kinar terdiam, dalam batinnya merasa telah lama tak mendapat perlakuan manis dari seorang laki-laki. Ada desiran halus yang tiba-tiba menyusup dalam dadanya, ketika dengan lembut Galang memakaikan jaket di badannya.

Kinar kebingungan karena ia tiba-tiba jadi luluh. Ia pasrah menyodorkan tangan saat dipakaikan jaket oleh Galang.

Kinar semakin takluk, seolah sikap judesnya selama ini hilang mendadak. Tak hanya pasrah dipakaikan jaket, ia juga terdiam saat Galang meraih dan menggenggam tangannya. Tak seperti beberapa saat yang lalu, ia selalu waspada dengan apa yang dilakukan laki-laki itu padanya. Ada apa dengan Kinar?

"Terima kasih," ujar Kinar dengan hati tak tentu seraya menatap wajah Galang sebentar, kemudian menunduk. Kinar merasa malu tampak dari pipinya yang merona.

"Sama-sama," sahut Galang sambil mengeratkan genggaman tangan. Sekilas laki-laki itu menyunggingkan senyum menawan.

Tanpa sengaja pandangan keduanya bersirobok. Seketika ada desir lembut menjalar dalam dada Kinar. Sementara wajah Galang pun bersemu kemerahan. Ia segera mengalihkan pandangan ke arah langit yang menampilkan semburat keemasan yang begitu indah di ufuk barat karena rasa gugup yang menderanya.

"Cerah banget, ya?" ujar Galang membuyarkan lamunan yang baru saja Kinar kunjungi.

"A-apa?! Kamu tadi bilang apa?" balas Kinar terbata karena terkejut dan tidak mendengar apa yang diucapkan Galang.

"Kamu pasti udah punya pacar, ya ... itu yang kutanyakan barusan."

"Aku dah lama gak pacaran." Spontan, pernyataan itu keluar dari bibir Kinar. Lantas Kinar menarik tangan dari dalam genggaman Galang.

"Yessss!" teriak Galang membuat Kinar menatap ke arahnya sambil ternganga, heran.

"Kenapa?"

"Mau gak jadi pacarku?"

"Aku gak lagi cari pacar, tapi cari suami."

"Oke. Siapa takut!"

"Maksudnya?"

"Gimana, kalo aku lamar kamu aja?"

Ada rasa yang semakin menjalar dalam dada Kinar, ketika tiba-tiba Galang merasa tertantang dengan ucapannya.

"Emang berani, melamar aku di depan Bapak?" sambung Kinar kemudian.

"Duh! Kenapa sih, aku jadi nantangin dia gini?" gerutu Kinar dalam batin merasa menyesal.

"Berani dong ... aku lelaki pemberani!" sahut Galang. "Berarti kamu nerima aku, kan?" sambungnya kemudian.

Kinar terdiam, seketika lidahnya terasa kelu. Ia bingung harus menerima atau menolaknya. Semua terasa mendadak, meskipun gelagat laki-laki itu telah Kinar rasakan sejak berkunjung ke rumahnya. Apalagi Galang diam-diam mencuri fotonya beberapa waktu yang lalu.

"Gimana, ya ... buktikan saja dulu di depan orangtuaku. Kalau kamu benar-benar datang melamar, otomatis aku terima."

"Oke. Deal, ya? Tapi aku ... aku duda, loh!" ujar Galang berterus terang dengan statusnya saat ini, tetapi Kinar terkejut seketika.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AKIBAT DEADLINE MENIKAH    Bagai Neraka

    Kinar tak menjawab sepatah kata pun, ketika sang bapak memberikan pilihan agar berpisah dari Galang. Terbesit di pikiran Kinar, ketakutan jika melahirkan tanpa suami serta menjanda di usia muda. Meskipun kedua orangtuanya itu memberikan jaminan untuk mengasuh buah hati yang dilahirkan Kinar, kelak.Hampir tiap hari buliran bening selalu menghiasi wajah Kinar. Bayang-bayang hidup tanpa suami dan cemoohan orang tentang figur seorang janda, datang silih berganti di kepalanya.Kinar menghela napas dalam, kemudian meraih air putih di gelas dan meneguknya tanpa sisa. Kemudian merebahkan tubuh lagi menghadap dinding kamar. Hampir tiap malam, ia sulit memejamkan mata. Sejak Galang selalu datang menjemput paksa dalam keadaan mabuk dan mengendarai motor yang knalpotnya bersuara cempreng memekakkan telinga, Kinar merasa trauma.Hening. Hanya suara gesekan dedaunan yang tertiup angin terdengar risau. Jam di dinding menunjukkan malam semakin merangkak naik. Kinar bangkit dari kasur dan melangkah k

  • AKIBAT DEADLINE MENIKAH    Pulang ke Rumah Mertua

    Galang kemudian mendekat, lantas memeluk Kinar dengan erat sembari mengucap maaf berkali-kali.Mendengar itu, Kinar lantas merasa tersentuh dan berusaha memaafkan, meskipun itu hanya terucap dalam batinnya. Galang melepaskan pelukan, kemudian masih saja tak bergeser ke mana-mana sambil duduk meringkuk.Perlahan Kinar menarik lengan Galang dan mengajaknya tidur di kasur. Laki-laki itupun menurut saja dan segera membaringkan tubuh di samping Kinar.Keduanya lantas terlelap dengan posisi lengan Galang melingkar di pinggang Kinar hingga pagi.***Kinar berusaha membangunkan suaminya dengan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap tebal."Mas, bangun! Aku sudah bikinkan kopi buat kamu," ujar Kinar sembari menepuk pelan lengan Galang.Galang mengucek kemudian memicingkan mata ke arah Kinar. Sejurus kemudian, ia juga mengulas senyum."Makasih, ya, Sayang ...," ucap Galang dengan lembut membuat batin Kinar meleleh seketika.Kinar membalas dengan senyuman, sembari mengalunkan doa dalam hati,

  • AKIBAT DEADLINE MENIKAH    Seperti Main Judi

    Kinar ikut-ikutan menonton dan kelakuan pemeran antagonis di tayangan yang ditontonnya mirip sekali dengan kelakuan sang suami."Andai saja, Ibu tahu Mas Galang seperti itu, bagaimana lagi sikap Ibu, ya?" Kinar bertanya-tanya dalam batin. Ia lantas mengangkat sebelah tangan, memijit bagian pelipisnya yang menegang.Pandangan Kinar kabur, hingga layar televisi terlihat tak jelas. Lamunannya mengembara, mengenang betapa bencinya ia saat itu pada Galang. Anehnya, selang beberapa kali laki-laki itu datang ke rumahnya, bayangan Galang selalu hadir di pelupuk mata Kinar. Lambat laun ia merindukan laki-laki itu, seolah-olah tiap waktu Kinar ingin menatap wajah Galang."Coba kalau Galang kayak laki-laki di tipi itu, Nar, udah Ibu tampar-tampar mukanya. Masak istri sebaik itu, kok, disakiti mulu? Hei, Nar! Walah, malah ngelamun!" seru Widya sembari menyentuh lengan Kinar. Seketika Kinar tersentak dan lamunannya buyar begitu saja."Em ... iya. Apa, Bu?" jawab Kinar terbata, karena tak mendengar

  • AKIBAT DEADLINE MENIKAH    Pandai Mencari Alasan

    "Kinar ...?" sapa Widya yang tersentak kaget melihat Kinar berdiri di depan pintu. Sesaat, keheningan tercipta, kemudian Kinar dan sang ibu sama-sama mengulas senyum."Tumben, Ibu baru buka pintu?" tanya Kinar sembari menggandeng lengan dan bergelayut manja di pundak ibunya itu, saat memasuki rumah.Meskipun Widya telah melihat guratan jejak kesedihan di mata Kinar, wanita paruh baya itu sama sekali belum bertanya."Aku mau tiduran dulu di kamar ya, Bu. Kangen, udah lama," pamit Kinar begitu tiba di ruang keluarga.Widya menatap wajah Kinar dan mengangguk, lantas mengelus lengan anaknya itu dengan lembut. Seolah-olah wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu, merasakan ada sesuatu yang terjadi dengan Kinar.Kinar lantas melangkah menuju kamar, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan berukuran 3×4 meter itu. Kinar tak luput membuka jendela dan kain gorden bermotif kupu-kupu warna-warni. Sejenak ia menghirup udara dari luar kamar, kemudian merebahkan badan di kasur sembari men

  • AKIBAT DEADLINE MENIKAH    Menenangkan Diri

    Malam beranjak naik, Kinar dan Galang terbaring di kasur saling berhadapan. Kinar berancang-ancang untuk mengeluarkan amunisi pertanyaan yang telah memenuhi rongga dadanya."Kenapa melototin aku kayak gini, Nar?" tanya Galang tanpa merasa bersalah sedikit pun terhadap Kinar."Banyak yang ingin kutanyakan sejak tadi. Tolong jawab yang jujur, jangan ada kebohongan lagi. Aku udah muak selama ini, Mas!" cetus Kinar tanpa basa-basi.Galang tampak mengernyitkan dahi, seolah-olah heran dengan sikap istrinya. Bagaimana tidak heran? Kinar yang selama ini dikenalnya begitu pendiam dan penurut, kini tiba-tiba mengeluarkan tanduk. Tampak marah dan berani melawan."Apa yang pengen kamu tanyakan sama aku, Nar? Apa?!" bentak Galang yang merasa terintimidasi.Plak!Satu tamparan dari Kinar melayang ke sebelah pipi Galang saat keduanya telah sama-sama duduk tegak saling berhadapan. Kinar lantas memutar badan menghadap dinding. Hati istri mana yang tidak terguncang hebat, mendengar sang suami pergi ber

  • AKIBAT DEADLINE MENIKAH    Sejumlah Nama Wanita

    Kinar lantas melirik ke arah satu buku tulis usang milik Galang. Satu-satunya harapan yang masih tertinggal untuk menemukan uang miliknya yang disimpannya beberapa hari yang lalu itu.Halaman pertama dan seterusnya, kosong tak ada tulisan, pun tak ada lembaran uang terselip di sana. Masih penasaran, tangan Kinar sigap membuka lembar selanjutnya. Ia tercengang, ada sejumlah nama wanita yang tertulis di lembaran buku tersebut. Dan nama Kinar Mayangsari ada di urutan nomor 34."Apa maksudnya?" gumam Kinar sambil menatap deretan nama tersebut. "Ada nama Mbak Astuti juga?" lanjutnya.Dari sekian nama wanita tersebut, Kinar hanya mengenal nama Astuti sebagai mantan istrinya Galang, serta Lisa dan Siti sebagai mantan pacar yang pernah diceritakan suaminya tersebut. Sedangkan selain ketiga nama tersebut, Kinar sungguh-sungguh tak mengenalnya.Kinar yang syok dan bertanya-tanya itu, lantas duduk di sisi kasur sembari memegang buku tulis usang itu."Kenapa, sebagian diberi tanda centang, begini

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status