Dokter terlihat agak sedikit bingung untuk menyampaikan. Ammar dan Endang saling berpandangan. Bagitu juga dengan Iman dan Masayu.
"Begini saja, kedua bayi Bapak sedang dimandikan. Bapak bisa melihatnya sebentar lagi. Saya akan antar ke ruang bayi," kata dokter. Gilang semakin merasa tidak enak. Firasatnya sebagai seorang ayah mengatakan jika telah terjadi sesuatu dengan anaknya.
"Bagaimana dengan putri saya?" tanyanya.
"Putri Bapak sehat dan sempurna."
Gilang merasa sebagian dunianya runtuh. Ammar menepuk pundak anaknya itu seolah ingin mentransfer kekuatan. Tak lama kemudian Gilang melihat Hesti dipindahkan ke ruang perawatan.
Ia pun segera menuju ruang bayi untuk melihat putra dan putrinya terlebih dahulu ditemani oleh Ammar. Sementara Ibunya, Iman dan Masayu langsung ke kamar perawatan Hesti.
"Ada apa dengan putra saya, Dokter?" tanya Gilang dengan jantung berdebar kencang.
&
FAHIRA VS HESTI Pagi itu, Fahira dan Kamania sudah bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Pagi itu, untuk pertama kalinya, Fahira memakai make up tipis. Wajahnya terlihat segar. Rambut Fahira yang biasa hanya digulung ke atas, kali ini digerai. Lalu diberi curly di bawahnya. Fahira mengambil sebuah jumsuit yang ia beli beberapa hari lalu dari situs belanja online. ”Barangkali, yang dikatakan Ibu Endang benar, aku ini sebenarnya cantik. Hanya saja selama ini aku tidak pernah menyadari,” gumam Fahira.Postur tubuh Fahira yang memang tinggi kelihatan cantik dengan jumsuit yang dikenakannya. Fahira melihat bayangan dirinya sendiri di cermin . Ia merasa pangling dengan apa yang ia lihat. Merasa dirinya cantik, Fahira mulai senyum senyum sendiri.Akhirnya setelah merasa puas dengan penampilannya Fahira pun segera berangkat. Kamania pun terlihat cantik memakai jumsuit yang sama dengan yang Fahira
PERTEMUAN Sedikit tergesa Fahira meninggalkan Rumah Sakit. Supaya cepat, ia menggendong Kamania dalam pelukannya. Fahira benar-benar merasa emosi sekali.dengan sikap Hesti. Seharusnya aku yang marah, kenapa.jadi dia yang marah- marah. Fahira hanya bisa menggerutu dalam hati. Untung saja, ia masih bisa mengendalikan emosinya. Sehingga tidak sampai memaki. Bahkan saat pamit pada Endang, Ammar dan Gilang pun Fahira masih bisa bersikap sopan.. Karena tidak memperhatikan jalan, Fahira kurang hati- hati. Tak sengaja ia menabrak seseorang lelaki."Aduh, hati- hati atuh Teh. Yaa, barang- barang saya jatuh semua.""Eh, aduh... aduh maaf ya, saya lagi buru- buru." Fahira berkata sambil membantu lelaki itu membereskan barang-barangnya."Iya, tidak apa, lain kali hati- hati. Apalagi sambil bawa anak. Loh, kamu Fahira kan?""I-iya saya Fahira. Kamu...?""Ya ampun Fahira, saya Yo
RUMAH BARU Hesti mengamati rumah barunya. Tidak kecil, hanya memang tidak sebesar rumah Mertuanya. Namun, rumah ini bergaya minimalis yang modern. Hesti tidak banyak berkomentar. Mereka diantar Ammar dan Endang ke rumah baru langsung dari Rumah Sakit."Ini mbok Iyem, Ti. Ibu sudah membayar gaji Mbok Yem untuk tiga bulan, selanjutnya tugasmu untuk mengatur keuangan. Kulkas kalian juga sudah Ibu isi dengan bahan makanan. Kalau habis ya kamu bisa atur ulang. Mbok Yem tidur di kamar belakang. Jadi, kalau ada apa-apa kamu bisa panggil mbok Yem. Ibu tau, kalau kamu tidak bisa beberes rumah, apalagi ada bayi. Itu sebabnya Ibu menyuruh Gilang menggaji asisten rumah tangga," ujar Endang. Gilang hanya mesem mendengar ucapan Ibunya. Kedua anak Gilang sudah dibaringkan di dalam cribnya. Ammar juga yang telah menyiapkan segalanya."Terima kasih Pak. Rumahnya bagus, " ujar Gilang. Ammar menepuk
BersambungBIMBANG Fahira tidak kuasa untuk menahan debaran di jantungnya. Akhirnya, ia pun tidak berani bertanya apa pun lagi pada Yoga. Fahira takut, ia takut jika ia hanya mendapatkan harapan palsu. Bagaimanapun juga, ia pernah gagal dalam berumah tangga. Dan, Yoga masih berstatus bujangan. Apa kata keluarga Yoga nantinya jika ia dan Yoga bersama. Terlebih Fahira tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Fahira merasa sangat minder. Yoga melirik Fahira, ia tau bahwa Fahira saat ini sedang bingung dan resah. Mungkin, ia terlalu cepat mengatakan hal itu pada Fahira. Tapi, ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri, kalau ia sudah lama sekali mencintai dan menanti Fahira. Seperti biasa, Yoga selalu membukakan pintu untuk Fahira. Kali
Fahira tersenyum, dalam hati ia begitu bersyukur. Selama ini, ia selalu berdoa meminta agar Tuhan mempertemukan nya dengan jodoh yang terbaik. Yang mendukung dan dapat menerima apa adanya. Mungkin inilah jawaban doanya selama ini."Eh, tapi tunggu dulu, kenapa kau begitu yakin, kalau aku akan menerima dan bersedia menjadi istrimu?" Yoga menepuk dahinya dan menatap Fahira mengiba. "Ayolah, Fahira apa kau tidak kasihan membuatku menunggu selama ini? Aku setia Fahira, buktinya sejak dulu aku hanya mengidolakan dirimu seorang. Kau ini kejam sekali." Yoga berpura-pura merajuk. Fahira merasa geli melihat tingkah Yoga."Baiklah, baik Pak dokter, aku mau menjadi istrimu. Aku mau kuliah lagi. Tapi, aku punya satu syarat.""Apa itu?""Aku mau menikah asalkan Kamania setuju. Karena bagiku, kebahagiaan Kamania adalah segalanya." Yoga mengelus rambut Fahira. "Tentu saja, Fahira. Aku aka
Seminggu telah berlalu. Dan, hari ini perban Kamania akan dibuka. Pagi itu Fahira merasa begitu berdebar- debar. Pagi- pagi ia sudah menyuapi Kamania dan membantunya mandi. Ia juga sudah mengabarkan kepada Endang dan Ammar, juga kepada Gilang bahwa hari ini perban Kamania akan dibuka dan mereka akan tahu hasilnya. "Ma, hari ini perban Kamania jam berapa akan dibuka?" tanya Kamania."Kita tunggu om Yoga dulu ya. Mungkin siang nanti. Nia sabar ya.""Iya, Ma. Nia cuma nggak sabar pengen liat wajah Mama. Pengen baca buku lagi, nggak harus diraba- raba. Nia juga pengen liat kamar Nia. Mainan Nia dan rumah baru kita, Ma. Nia juga pengen bantu Mama. Pengen sekolah lagi juga, Ma. Dan Nia juga pengen bisa liat adik- adik bayi. Juga pengen liat wajah om Yoga.""Astaga, banyak sekali yang kamu inginkan, Nas," komentar Fahira sambil membelai rambut putrinya itu."Iya, Ma. Nia janji, setelah ini, Nia nggak akan menyeb
Siang itu, Fahira dan Kamania bertamu ke rumah Ammar dan Endang. Kedatangan Fahira di sambut gembira oleh Ammar dan Endang. Terlebih mereka melihat Kamania sudah bisa melihat kembali."Maafin, Ibu sama Bapak belum bisa menjenguk. Beberapa hari ini Ibu repot dengan bayi." Endang berkata sambil menunjuk box bayi. Fahira mengerutkan dahinya."Anaknya Hesti? Bukannya mereka tinggal di rumah baru ya, Bu?""Hesti sakit, pembantu mereka tidak sanggup merawat kedua bayi secara bersamaan. Jadi, Erlangga dibawa kemari. Hesti hanya mau merawat Kinanti saja.""Sakit apa memangnya,Bu?""Hesti terkadang tidak mau menyusui anak-anaknya. Sehingga dadanya bengkak, lalu keluar seperti nanah gitu. Kemarin baru saja menjalani operasi kecil. Entahlah,terkadang Ibu pusing melihat kelakuannya. Gilang sudah tegas, tapi ujungnya mereka bertengkar hebat. Kemarin hampir Gilang ngucap talak. Ibu halangilah Fahira. Mau jadi apa, kawin cerai melulu. Ibu pusiing sama mereka berd
Hesti sedang menyusui Kinanti saat Endang dan Ammar datang membawa Erlangga. Melihat Erlangga dalam gendongan Endang , Hesti tampak sedikit kesal. Iyem yang melihat ekspresi wajah Hesti bergegas menyambut Endang dan langsung mengambil Erlangga."Mana suamimu?" Tanya Endang."Ada di kamar, Bu," jawab Hesti."Coba panggil sebentar," ujar Endang. Hesti pun segera berlalu ke kamarnya dan tak lama keluar diikuti Gilang. Gilang menghampiri Endang dan Ammar lalu mencium punggung tangan kedua orang tuanya itu."Tumben kamu ada di rumah jam segini? Ngga kerja?" tanya Ammar."Tadi sudah, tapi saya nggak enak badan Pak, jadi pulang istirahat." Ammar menghela napas panjang lalu duduk di sofa."Fahira kemarin datang ke rumah," kata Ammar. Sontak Hesti langsung mendelik kesal. Raut wajahnya langsung tegang. Begitu juga dengan Gilang. Entah kenapa a