EKSTRA PART : AKHIR YANG BAHAGIA
Siang itu rumah Kamania di penuhi banyak orang. Semua keluarganya berkumpul, tak ketinggalan juga Arini dan Barata. Tentu saja, mereka berkumpul untuk menghadiri acara akikah putra dan putri Kamania dan Ivan. Ya, mereka mendapatkan anak kembar. Tidak lama setelah menikah. Kamania langsung hamil karena memang mereka tidak menunda untuk memiliki keturunan.
Ivan memberi nama Vania Larasati dan Kendra Sadewa. Semua menyambut gembira lahirnya bayi kembar itu. Fahira berulangkali meneteskan air matanya bahagia.
"Jadinya nggak berebut ya kalau langsung dua begini,"kata Arini sambil menggendong Vania. Fahira yang sedang menggendong Kendra hanya tertawa kecil. "Kita sudah tua ya, Mbak. Sudah punya cucu," sahut Fahira yang disambut dengan tawa semuanya.
"Oya, aku ada kabar gembira, Fahira," kata Hesti.
"Apa? Kabar apa ni? Si kembar?"tanya Fah
"Apa yang sedang kalian lakukan?!" pekik Fahira. Wanita itu benar-benar tidak percaya dengan apa yang saat ini terjadi di depan matanya. Gilang, suami yang sangat ia cintai tengah memeluk dan mencumbu sahabatnya sendiri."Kamu mau apa ke sini?" tanya Gilang sambil bangkit berdiri dan menyeret tangan Fahira. Namun, wanita itu mengentakkan tangan suaminya dan menatap Gilang dengan tajam."Aku tidak menyangka kamu tega mengkhianati aku, Mas!" serunya dengan suara bergetar."Kita selesaikan di rumah!" Gilang menyeret tangan Fahira untuk pulang. Saat ini ia sedang berada di kamar kos kekasihnya. Ibunda Gilang memang memiliki usaha rumah kos. Tempat kos milik mereka adalah tempat kos yang terbesar dan memiliki fasilitas paling lengkap di kota Bandung. Amar, ayah Gilang memiliki usaha property yang kelak pasti akan diwariskan kepada Gilang."Sudah berapa lama
"Jadi, saya boleh bekerja di sini lagi, Ceu?" tanya Fahira dengan bahagia. Ia sedang berada di sebuah konveksi. Sejak ayahnya meninggal dunia, Fahira memang sudah mandiri. Ayahnya meninggal saat ia duduk di bangku kelas 3 SMP. Ibu Fahira akhirnya bekerja disebuah konveksi yang memproduksi baju-baju rajutan. Sebelum menikah dengan ayah Fahira ia memang bekerja di konveksi. Tetapi, setelah menikah, ia berhenti bekerja dan mengurus Fahira. Namun, saat Fahira kelas 1 SMA, ibundanya jatuh sakit dan tidak kuat lagi bekerja. Sejak itulah Fahira bekerja sambil sekolah untuk mencukupi kebutuhan mereka. Dan ceu Inayah adalah pemilik konveksi yang sudah kenal baik dengan Fahira."Fa, ceu ceu ikut sedih dengan perceraianmu. Kamu tentu saja boleh bekerja di sini lagi. Ibumu itu, sudah bekerja di sini sejak ibu ceu ceu yang mengelola. Kita sudah lama saling kenal, jadi jangan sungkan," kata Ceu Inayah.
"Kamu nggak berpikir panjang ya, Ti? Kamu itu sudah menghancurkan rumah tangga orang lain!"Masayu menatap adik iparnya tajam. Dia melirik Iman suaminya, seolah meminta dukungan. Iman menghela nafas panjang."Apa yang mbakmu bilang itu benar. Kamu ke Bandung untuk melanjutkan kuliah. Bukan untuk menggoda suami orang. Kalo tau begitu, kemarin Mas ngga akan kasi izin untuk meneruskan kuliahmu di Bandung," kata Iman. Hesti hanya diam, menatap takut pada kakak dan kakak iparnya. Di dalam hati, memang dia membenarkan ucapan kakaknya. Tapi di sisi lain, dia juga sudah jatuh cinta pada Gilang. Lagi pula, kedua orang tua Gilang setuju. Bahkan Gilang dan Fahira pun sudah resmi bercerai. "Tapi, mereka sudah bercerai, Mbak," elak Hesti."Iya, karena ulahmu! Coba kalau tidak diladeni, dia pasti tidak akan mau menggodamu!Orang tuanya juga aneh, anak selingkuh kok dibiarkan.""Ya ,lalu bagaimana se
Pagi itu, Amar menepati janjinya untuk membawa Kamania bertemu Fahira. Saat Amar sampai di rumah kontrakan Fahira, ternyata Fahira sudah berangkat kerja, dan Amar menyusul ke sana. Saat melihat Kamania, Fahira girang luar biasa. Bos Fahira pun tidak melarang ketika Fahira meminta izin untuk pulang. Inayah, pemilik konveksi tempat Fahira bekerja memang baik. Ia tau betul kejadian yang menimpa Fahira.“Maaf, Ceu Inay. Kamania datang sama kakeknya, saya mau boleh pulang, kan?” pamit Fahira. Inayah mengangguk dan tersenyum, “Pergilah, Fa. Jangan pikirkan pekerjaan, kasian Kamania jauh-jauh datang. Bawalah pergi main ke tempat bermain atau pergi makan.”“Duh, terima kasih banyak, Ceu. Saya janji besok saya akan selesaikan semua rajutan saya.” Fahira pun segera meraih Kamania dalam gendongannya dan membawanya pulang ke r
Atun tampak resah, ia baru saja akan menjemput Kamania di sekolah saat Endang dan Hesti pulang. "Kau belanja ke pasar sekalian jemput Kamania. Beli sayuran dan juga buah-buahan untuk Non Hesti," kata Endang. "Bu, saya jemput neng Nia dulu, ya," kata Atun. "Aduuuh, saya kan nggak lama nulis catatan belanja, Tun. Kamu sekalian jalan juga ke pasar. Nia juga kan dijaga gurunya, kalau kerja sekalian dong!" bentak Endang dengan kesal. Atun pun hanya bisa mengangguk pasrah. Ia tidak berani melawan majikannya itu. Hanya saja dalam hati ia merasa sangat cemas karena sudah terlambat menjemput Kamania. Sekolah Kamania sebenarnya tidak terlalu jauh dari komplek rumah mereka. Hanya saja harus menyeberang jalan raya. Jadi, tidak mungkin jika Kamania berjalan pulang seorang diri. Sementara itu, di sekolah Kamania sedang duduk menunggu di gerbang, gurunya sudah kembali mengajar anak yang
"Heh! Buat apa kamu datang ke sini?!” bentak Gilang saat melihat mantan istrinya. Gilang hampir saja mendorong Fahira,tapi Amar dengan sigap menangkap pergelangan tangan anaknya itu.“Bapak yang menjemputnya tadi. Kamu dan Fahira memang sudah bercerai, tapi Fahira tetap ibu kandung Kamania. Dia berhak mengetahui bagaimana keadaan anaknya!” tegas Amar. Suasana begitu tegang. Tidak ada seorang pun yang berani bicara lagi. Gilang dan Hesti pun menjauh dan duduk di sudut ruangan. Sementara Fahira ditemani oleh Ammar dan bik Atun duduk tak jauh dari pintu ruang operasi.Sementara Endang mondar mandir dengan gelisah."Ngapain bolak balik begitu, Bu? Bapak pusing lihat Ibu mondar mandir," tegur Amar."Dokter kenapa lama sekali mengoperasi Kamania?” "Sabar! Kalau sudah selesai juga keluar," ujar Ammar tampak kesal. Hesti memang tampak lelah, dan itu tak luput dari
Fahira membawa Kamania pulang bersamanya. Dokter sudah mengizinkan Kamania untuk pulang. Saat tiba di rumah kontrakannya, Fahira melihat beberapa tas dan dus . Ia tau bahwa itu pasti adalah barang- barang milik Kamania. Dalam hati Fahira menjerit. Sungguh tidak mempunyai perasaan mantan suami dan mantan ibu mertuanya itu. Tega- teganya membuang Kamania saat gadis kecil ini sedang membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Apa karena Hesti akan segera melahirkan sehingga Kamania tidak ada gunanya lagi seperti barang bekas. "Nia, kita sudah sampai. Sekarang Kamania tinggal sama Mama, ya. Rumah Mama memang tidak sebesar rumah eyangmu. Tapi, mama janji akan menjaga Kamania dengan baik," Kata Fahira. Ia berusaha keras menahan air matanya agar jangan jatuh. Ia tau, Kamania tidak bisa melihat air matanya, tapi dia bisa mendengar isaknya."Ma ... Papa, eyang uti dan bunda Hesti sudah membuang Kamania, ya? Apa karena Nia buta?"&n
"Berapa lama kamu sudah mengenalku?" kata Inayah sambil tersenyum. Wanita itu menepuk bahu Fahira perlahan."Ceuceu sudah mempertimbangkan semuanya, Fa. Besok, Ujang akan mengantarkan mesin rajut ke rumah kontrakanmu. Kamu bisa bekerja dari rumah saja. Setiap hari tiga hari sekali, Ujang akan mengantarkan benang dan juga memberi intruksi baju apa yang harus kamu buat." Fahira menatap Inayah tak percaya, "Maksud Ceu Inay?""Maksudku ya kamu kerja di rumah. Ujang yang nanti bolak balik ke rumahmu," jawab Inayah. Air mata Fahira menetes saat itu juga. Ia langsung memeluk Inayah, "Alhamdullilah, Ceu. Terima kasih banyak, Ceu.""Kamu sudah kuanggap adik sendiri, jadi jangan pernah sungkan. *** Fahira mulai bekerja di rumah. Ujang- salah satu anak buah Inayah setiap beberapa hari akan mengantarkan benang dan mengambil has