“Itu salahmu sendiri, Sonia. Kita ini hanya mengambil harta korban. Kamu sudah melakukan kesalahan satu kali dengan memiliki Davina sekarang kamu malah hamil lagi. Kamu nggak mikir sampai ke sana?”
Sonia menghela napas panjang saat mendengar suara di telepon. Saat ini ia memang sedang panik. Gilang mulai curiga padanya karena kedatangan Rivaldo. Padahal dia sudah berusaha untuk menjauh. Sebelum menikah dengan Rivaldo Sonia sempat menikah dengan seorang duda tua beranak 3.
Hanya 4 bulan, suaminya meninggal karena serangan jantung. Sebetulnya bukan murni meninggal karena sakit, tapi Sonia yang sudah menukar obat- obatan yang ia minum. Sebelumnya ia sudah menghasut suaminya untuk merubah semua wasiat. Jadi, ketika surat wasiat suaminya dibacakan pada hari ke 7, anak- anaknya terkejut bukan main karena nama mereka satu pun tidak tercantum.
Sonia memang adalah seorang penipu kelas kakap
Gilang merasa sedikit bingung, tiba- tiba Hesti mengajaknya untuk bertemu. Sudah beberapa bulan mereka bercerai, baru kali ini Hesti meminta Gilang untuk menemui dirinya. Katanya ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Jelas saja Gilang penasaran. Ia menyangka terjadi sesuatu pada si kembar. Tapi,jika si kembar,untuk apa Hesti mengajaknya bertemu di sebuah cafe. Namun, tak urung Gilang mengiyakan juga permintaan Hesti untuk datang. Gilang menunggu di cafe yang menjadi langganan mereka dulu. Entah mengapa Hesti juga memilih cafe ini sebagai tempat bertemu. Apakah untuk mengenang masa lalu? Ah, tidak mungkin, pikir Gilang. Tak beberapa lama ia menunggu, Hesti pun datang, namun ia tidak sendiri. Ia bersama seorang lelaki gagah. Dan, rasanya Gilang pernah bertemu dengannya. Tapi, di mana ya? "Maaf, kalau menunggu lama. Oya, ini kenalkan Rivaldo," sapa Hesti begitu ia sampai. Rivaldo, aaah iya betul. Tentu saja, aku pernah bertemu, buk
Seperti yang sudah di rencanakan. Siang itu Gilang sengaja mengajak Sonia keluar. Begitu juga dengan asisten rumah tangga mereka. Ponsel Gilang sudah disimpan di ruang keluarga supaya Hesti tidak bingung mencarinya. Hesti masih memiliki kunci rumah cadangan juga sehingga ia bisa leluasa untuk masuk. Ia membawa orang yang kemarin ia tugaskan untuk memasang CCTV. Gilang rupanya menginginkan kamar pribadinya dan beberapa ruangan yang lain juga dipasangi CCTV sehingga ia bisa lebih mudah mengawasi gerak-gerik Sonia. Rivaldo yang menemani Hesti terlihat duduk tenang di ruang tamu."Untunglah Gilang mau percaya pada kita, kalau tidak ....""Dia sebenarnya orang baik, Do. Hanya saja memang dia itu manja. Dulu kedua orang tuanya sangat memanjakannya. Apapun yang ia minta selalu diberikan. Hanya, sayang dulu aku sudah mengacaukan juga hidupnya. Karena iri hati aku jadi berbuat hal yang bodoh. Aku menghambur- hamburkan uang seen
"Jadi, bagaimana hasilnya Salatmu, Chi?" tanya Iman pada Hesti sore itu. Hesti mengendikkan bahunya, "Entahlah Mas. Sebetulnya sudah dua kali aku mendapat mimpi. Tapi, aku kok masih takut untuk membangun rumah tangga lagi. Terlebih aku juga belum terlalu mengenal Rivaldo.""Chi, kalau dulu ketika kamu menikah dengan Gilang Mas sedikit menentang, itu karena dari awal kamu yang salah. Kamu sudah menghancurkan rumah tangga orang lain. Tapi, kali ini melihat status kalian yang sama- sama sudah sendiri, Mas rasa tidak masalah. Tapi, Mas mau bertemu dulu dengan Rivaldo. Mas kan perlu menilai bagaimana dia. Dan, kalau memang dia serius seharusnya dia datang kemari bersama keluarganya.""Meskipun kamu sudah janda. Tapi, tetap saja harus dihargai. Itu sebabnya Masmu tidak mengizinkan kamu untuk kos. Karena sekarang Masmu bertanggung jawab padamu. Karena orang tua kalian sudah tidak ada. Jadi, jangan marah kalau mbak sering menasehatimu. Mba, senang seka
Sonia terpaku saat melihat siapa yang datang. Rivaldo dan beberapa orang anggota kepolisian.“Ka-kamu ... maaf, ada apa ini Pak?”tanya Sonia gugup.“Maaf ,kami dari Polda Bandung. Kami membawa surat perintah penangkapan atas nama Sonia. Ibu dipersilakan untuk ikut kami ke kantor.”“Ap-apa salah saya?kenapa saya harus ikut ke kantor?”“Ibu telah didakwa atas kasus pembunuhan saudara Abdullah Susanto di Surabaya. Juga percobaan pembunuhan kepada Bapak Rivaldo. Dan yang terbaru dilaporkan adalah pencobaan pembunuhan juga terhadap bapak Gilang. Jika selain Ibu ada ada orang lain yang terlibat, silakan ibu jelaskan di kantor polisi.” Sonia menggelengkan kepalanya.”Tidak mungkin pak. Saya tidak mungkin membunuh suami saya sendiri. Tidak mungkin saya akan membunuhnya. Tidak ada bukti sama sekali!”“Ini ponsel yang bersangkutan Pak, silakan diperiksa. Pasti ada bukt
Sore itu, Gilang memutuskan untuk menjalankan ibadah salat maghrib di masjid dekat rumahnya. Entah sudah berapa lama ia tidak menginjakkan kakinya ke sana untuk menjalankan ibadah.Rupanya Salat baru saja dimulai. Gilang pun bergegas untuk mengikuti yang lain. Setelah selesai Salat. Gilang masih duduk bersimpuh. Dia memanjatkan doa- doa yang selama ini hampir tidak pernah ia ucapkan. Gilang masih di sana sampai pada waktu salat Isya. Dan setelah selesai pun Gilang masih tetap diam di tempatnya. Ia menangis dan mencurahkan isi hatinya di hadapan sang pencipta. Tiba- tiba ia merasakan bahunya ditepuk perlahan. Gilang menoleh, dan ia mendapati senyuman yang begitu arif dan meneduhkan. Ia mengenalinya, beliau adalah ustaz Darda. Beliau ada
Tania sedang asyik melakukan video call dengan Fahira. Ia terlihat ikut merasakan kebahagiaan saat melihat perut Fahira yang membuncit. Kamania dan bik Atun juga tampak begitu bahagia."Jadi, kau tetap kuliah dengan perut seperti itu, Teh?""Ya tentu, malah aku begitu bersemangat. Mungkin, bayiku ini ingin menjadi pintar juga hahahha. Bagaimana kondisimu,sehat? Pekerjaanmu lancar?" tanya Fahira."Alhamdulillah, aku udah tambah lancar sekarang. Kata ceu Inayah aku bisa ni kaya Teteh nantinya hihi ...." Tiba- tiba pintu terdengar diketuk. Tanpa melepaskan ponselnya. Tania beranjak membuka pintu. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat siapa yang datang."Ka-kamu-""Assalamualaikum.""Wa-waalaikumsalam""Ada siapa Nia? Tamu ya? Ya udah teteh sudahi dulu video callnya. Assalamualaikum." Tanpa menunggu jawaban Tania, Fahira pun menutup percakapan lewat video call itu. Sementara Tania
Sonia menatap Gilang yang duduk di hadapannya dengan tenang. Ia merasa begitu berdosa. Selama ini, sikap Gilang tidak pernah kasar kepadanya. Bahkan apa yang ia minta sedapat mungkin selalu dipenuhi oleh Gilang. Seharusnya, ia tidak mengikuti apa yang ibu tirinya perintahkan. Penyesalan memang selalu datang terlambat."Kau masih mau menjenguk aku di sini, Mas?" tanya Sonia lirih. Gilang hanya tersenyum."Kau masih istriku.""Kenapa kau tidak menceraikan aku saja? Bahkan kau malah mencabut laporanmu. Kamu cabut pun aku tetap akan menjalani persidangan dan menanti hukuman." Kata Sonia terbata- bata. "Aku mencabut laporanku karena aku sudah memaafkanmu. Aku sudah mendengar dari penyidik, kalau selama ini kamu dieksploitasi oleh ibu tirimu. Jadi, aku dan Rivaldo sepakat untuk mencabut laporan kami kepadamu. Karena, kamu hanyalah alat saja. Lagi pula, kamu sedang mengandung anakku bukan? Ya, aku tau mungkin meski kami mencabut laporan kami k
_3 bulan kemudian_ Gilang bergegas melangkahkan kakinya di koridor rumah sakit. Begitu tiba di Bandara ia langsung naik taksi menuju Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Sonia dilarikan ke rumah sakit karena ia terjatuh dan air ketubannya pecah. Gilang begitu panik. Ia langsung memesan tiket pesawat melalui aplikasi dan langsung berangkat. Bahkan saking paniknya ia tidak membawa apa pun selain surat- surat penting, ponsel, dan atmnya. Saat ia tiba Sonia rupanya sudah dibawa ke ruang operasi. Posisi bayinya rupanya terlilit tali pusar. Dan Sonia sudah kehabisan tenaga. Seorang Polwan nampak berjaga di depan pintu ruang operasi. Gilang bergegas menghampirinya."Siang bu, saya Gilang suami Sonia." Kata Gilang sampai mengulurkan tangannya."Ah, ya pak. Saya AIPDA Anita. Bu Sonia sekarang tengah ditangani oleh dokter. Tadi, kondisinya lemah sekal