Share

Bab 3

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2022-03-14 01:28:56

Aku mengantar Zahra ke sekolah dengan motor matic yang dibeli Mas Aris dua tahun lalu secara cash. Dia memang tak suka membeli barang kredit, aku salut itu. Tapi seperti itu lah dia, selalu menyembunyikan gajinya. 

Aku hanya diberi dua ratus ribu per minggu untuk kebutuhan dapur. Jika masih ada sisa, aku simpan untuk membeli token listrik, PDAM atau bayar sampah bulanan. Kalau tak bersisa, siap-siap mendapat omelannya lagi dan lagi. Bilang aku boros dan suka menghamburkan gaji suami untuk hal-hal tak penting. 

 

Untuk uang sekolah Zahra, dia sendiri yang urus ke sana. Tak pernah dititipkan padaku. Alasannya hanya satu, takut aku khilaf dan memakainya untuk shopping, katanya. Aku sendiri tak paham mengapa Mas Aris tak pernah percaya padaku, padahal sejak dulu aku tak pernah sekalipun menggelapkan uangnya. 

 

"Zahra, kamu sudah bilang sama Om Aris buat beliin sepatu?" tanya Nissa saat aku dan Zahra berpapasan dengannya di gerbang sekolah. Zahra hanya mengangguk pelan. Tak ada senyum di wajah manisnya.

 

"Om Aris bilang apa?" tanya anak itu lagi.

 

"Nanti kalau sudah ada rejeki juga dibeliin ayah, Nis. Ayo masuk kelas dulu," balas Zahra kemudian. Dua anak itu pun berjalan beriringan menuju kelas mereka. 

 

Kulihat sepatu dan tas Nissa memang sering gonta-ganti. Mbak Yuli pun senang sekali nongkrong di warung depan sekolah sembari menunggu anaknya pulang. Ngobrol ngalor-ngidul dengan teman satu ganknya, yang menurutnya selevel dengan dia. Seperti detik ini, dia sudah menikmati roti panggang di teras warung dengan segelas cokelat panas.

 

"Jeng Wita! Sini deh!" Panggil Bu Indah cepat. Bu Indah, Mbak Yuli, Bu Sila dan Bu Fira memang sering terlihat bersama. Mereka cukup aktif di media sosial, sering shopping dan makan-makan bersama lalu fotonya diunggah di medsos mereka masing-masing. Begitu kompak, sepertinya. 

 

"Jeng, ada arisan seminggu seratus ribu. Lumayan dapatnya nanti tiga juta. Tapi ini kurang satu orang saja, Jeng. Kamu yang genapin, ya?" ucap Bu Indah sembari tersenyum. 

 

Seminggu seratus ribu? Ada-ada saja, bisa nggak makan aku dan anakku kalau ikut arisan begitu. Jatah seminggu dari Mas Aris saja cuma dua ratus ribu.

 

"Maaf, Bu Indah. Saya nggak bisa ikut. Lagipula belum ijin suami, takutnya nggak boleh atau gimana," balasku dengan senyum tipis. 

 

"Ngapain ijin segala, Bu. Kan cuma arisan seratus ribu seminggu, iseng nyelipin sisa belanja dapur. Lumayan nanti kalau dapat bisa buat beli baju, tas, atau perabot dapur yang baru. Kalau nggak gini kadang nggak ngumpul-ngumpul duitnya," timpal Bu Sila kemudian. Aku kembali tersenyum tipis. 

 

"Sudah kubilang kan, Si Wita nggak mungkin mau ikut. Mana ada duit dia," ucap Mbak Yuli santai. Dia hanya melirikku sekilas lalu kembali dengan coklat panasnya. 

 

"Iya juga, ya. Cuma kupikir seratus ribu masak nggak ada," ucap Bu Indah lirih, sembari sedikit berpikir. Mungkin memikirkan siapa lagi yang akan ditawarinya arisan biar genap 30 orang. 

 

"Seratus ribu seminggu itu berat buat dia. Dia kan nggak kerja, Bu. Beda sama kita yang bisa sambil jualan online, punya penghasilan sendiri dan nggak hanya nodong gaji suami," balas Mbak Yuli lagi, begitu menyakitkan hati. 

 

"Enak memang punya penghasilan sendiri ya, Jeng. Apa-apa bisa beli sendiri. Gajian nggak harus awal bulan. Kamu ikut bisnisku aja, Mbak. Jualan produk kecantikan ini. Nanti ada bonus kalau kamu rajin apalagi membermu sudah banyak, bonus akan semakin mengalir. Nggak terlalu capek lagi," tawar Bu Fira yang sedari tadi hanya diam. 

 

Aku tahu produk yang dia tawarkan dengan sistem MLM. Cara ngiklan yang sering kali dikomplen para emak di media sosial karena terlalu menyakiti hati perempuan. Mengklaim bisa dipakai untuk apa saja padahal jelas sekadar produk biasa seperti pada umumnya. 

 

"Nggak ah, Bu. Saya nggak terlalu nyaman dengan sistem MLM. Sudah dulu ya, Bu. Saya pamit mau beberes rumah, nanti kalau waktunya pulang juga ke sini lagi," pamitku cukup sopan.

 

"Dikasih solusi biar dapat gaji mingguan bahkan harian terlalu banyak alasan. Ditawari bisnis menjanjikan malah bingung dan alasannya nggak nyaman. Kamu nggak melek sosmed sih ya, Jeng. Makanya gagap gini dikasih bisnis terkini. Gimana mau kekinian kalau duit saja pas-pasan," ucap Bu Fira lagi. Dia terlihat begitu emosi saat aku menolak tawaran bisnisnya. 

 

"Maaf bukan bermaksud menyinggung perasaan Bu Fira. Tapi memang saya kurang berminat," balasku lagi sembari menstarter motor. 

 

"Kok bisa sih punya adik ipar udik begitu, Jeng," ucap Bu Fira sembari melirik Mbak Yuli yang masih menatapku sinis. 

 

"Aku juga bingung Jeng, kenapa adikku bisa punya istri udik dan kampung macam dia. Maklum ya, Jeng. Rumahnya memang di pelosok banget, jauh dari kota jadi pikirannya juga nggak bisa berbaur sama kita-kita," ucap Mbak Yuli dengan senyum sinisnya. 

 

"Pantes pikirannya juga kampung, Jeng," ucap Bu Sila lirih. Yang lain pun menganggukkan kepala sembari tersenyum sinis. 

 

"Saya sih emang perempuan kampung, ya, Bu. Tapi saya bukan kampungan seperti yang ibu-ibu katakan. Apa hanya karena tak memiliki gaji harian disebut kampungan? Menurutku sih bukan begitu. Karena definisi kampungan itu, memaksa bisnis recehnya pada orang lain padahal dia sendiri nggak yakin dengan produk yang dia pasarkan. Bisa juga yang suka minta-minta duit adik atau kakak sendiri dengan embel-embel balas budi. Emm ... atau maksa suaminya korupsi biar bisa memenuhi apa yang dia ingini," ucapku panjang lalu menganggukkan kepala, sebagai tanda pamit pulang. 

 

Wajah Mbak Yuli, Bu Fira dan Bu Sila berubah seketika. Merah padam menahan geram karena mereka termasuk dalam kategori kampungan yang kujabarkan barusan. Mereka pikir aku akan diam saja diremehkan? Hemm ... nggak akan! 

 

💕💕💕

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Suka sama sikapnya Wita ngadepin orang julid
goodnovel comment avatar
Rami La
kadang suka menghalau prasangka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 103B Takdir Yang Indah [End]

    Wita benar-benar tak menyangka jika ibu dan keluarga Ulya datang dalam acara ini karena pagi tadi saat dia menelepon, mereka sama-sama bilang sibuk. Ibunya bilang ada acara penting jadi tak bisa mengobrol terlalu lama dengannya via telepon, sementara Ulya bilang mau ke luar kota. Dia tak menyangka jika alasan itu sengaja mereka pakai untuk memuluskan rencana. Iya, ibu dan Ulya memang sibuk ke luar kota, tapi Wita tak mengira jika mereka sama-sama dalam perjalanan ke Jakarta dan sengaja ingin memberikan kejutan spesial untuknya dan keluarga kecilnya. Syifa menyambut mereka dengan senyum lebar dan pelukan hangat. Pura-pura tak peduli dengan kekagetan kakak iparnya, Syifa segera mengajak para tamunya untuk masuk ke rumah dan duduk bersama tamu-tamu lainnya. Kedua mata Syifa dan Wita bertemu. Mereka pun tersenyum lalu terkekeh dengan mata yang sama-sama berkaca. Wita benar-benar tak menyangka jika Syifa akan memberikan kejutan spesial seperti ini untuknya. Ucapan terima kasih pun terden

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 103A Takdir Yang Indah

    Dua wajah cantik terlihat di depan mata. Syifa dengan senyumnya yang memikat dan putri sulungnya masih masih terlelap. Wita sangat bersyukur melihat keadaan adik iparnya itu membaik pasca pendarahan kemarin. Syifa berulang kali memeluk kakak iparnya dan mengucapkan terima kasih karena sudah mengajarinya banyak hal tentang sabar dan ikhlas. Kini, kesabarannya menanti buah hati sekian tahun telah terobati dengan hadirnya si kecil dalam hidupnya. "Sehat-sehat ya, Syif. Selamat menikmati masa-masa mendebarkan ini. Begadang, mengasihi, bau ompol dan banyak hal yang kelak akan menjadi kenangan tersendiri buatmu bahkan tak jarang akan menjadi kenangan yang amat dirindukan tiap ibu," ucap Wita saat melihat iparnya duduk di sofa ruang tengah sembari menggendong malaikat kecilnya. Syifa menatap Wita lagi dan lagi lalu tersenyum lebar. Semenjak kepergian papanya, Wita sering kali menjadi tempatnya mencurahkan segala resah di saat suaminya sibuk bekerja. Wita tahu banyak hal tentang kegundahan S

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 102 Kabar Yang Berbeda

    "Apa ini, Sayang?" tanya Hanan saat melihat sebuah undangan di meja kerja Wita. Kebetulan sore ini Hanan menjemput istri dan anak-anaknya di butik tempat Wita menghabiskan sebagian waktunya di sana beberapa hari belakangan. PuZa Butik itu cukup terkenal dan banyak konsumen yang datang membeli beragam aksesoris hijab dan gamis-gamisnya. Meskipun usaha offline dan online gamis beserta hijabnya sudah melejit, tapi Wita masih mempertahankan usaha handmadenya. Beragam kerajinan masih diproduksi oleh beberapa karyawannya yang setia menemaninya sejak tinggal di kontrakan sampai sekarang memiliki ruko sendiri. Beragam aksesoris hijab mulai dari bros, head piece, kalung, anting dan lain-lain. Berbahan flanel pun ada mulai dari gantungan kunci, jam dinding dengan beragam bentuk, sepatu buat bayi, bunga hias, kotak tissu hias dan lainnya. Aksesoris handmade itu dipajang tersendiri di bagian depan ruko sebelah kiri, sementara bagian kanan ada beberapa set gamis dengan hijabnya dan lantai ata

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 101 Hukuman

    Seminggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Zikri diperbolehkan pulang. Laki-laki itu benar-benar tak mengingat siapapun kecuali istrinya. Naomi kini sudah menjalani pemeriksaan dan ditahan di kantor polisi. Sementara Zikri pulang ke rumahnya didampingi Bi Sumi sebagai asisten rumah tangganya. Anjas dan Hanan masih memiliki hati, membiarkan Zikri pulih lebih dulu baru mengurus penangkapannya. Kasusnya ditangguhkan beberapa saat sampai Zikri bisa diajak kompromi. Semua bukti sudah ada dan kini diurus oleh pengacara Hanan. Hanan dan Syifa cukup lega setelah berhasil mengetahui siapa pengirim surat ancaman di hari kepergian papa mereka itu. Laki-laki yang juga menjadi dalang teror keluarganya beberapa hari belakangan. Zikri merencanakan banyak hal untuk menghancurkan bisnis dan keluarga Hanan. Kebenciannya terlalu dalam pada Hanan dan keluarganya sejak dia di penjara dia tahun silam. Tak hanya sekali Zikri dan Naomi merecoki kehidupan Hanan dan Wita, tapi berulang kali. Mereka seolah

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 100 Amnesia

    Semalaman Naomi tak bisa tidur. Dia hanya guling-guling di kasur sembari sesekali membayangkan kehadiran kedua orang tuanya kembali. Papa dan mamanya telah tiada. Seharusnya dia bahagia karena masih memiliki kerabat dekat yaitu sang paman, adik kandung papanya sendiri. Namun, kerabat dekatnya justru membuat hidupnya di ambang kehancuran. Mereka yang awalnya terlihat baik, mendukung dan merangkul Naomi yang kesepian, justru bersekongkol merebut apa yang papanya wariskan. Terlebih saat Naomi masuk penjara. Rumah dengan segala fasilitasnya habis tak bersisa. Semua sudah berganti nama sang paman, lengkap dengan tandatangannya sendiri. Naomi tak sadar kapan dia menandatangani surat itu. Yang dia tahu, sang paman sering datang menjenguknya di awal-awal Naomi masuk penjara. Meminta perempuan itu menandatangani ini itu dengan alasan syarat untuk banding, minta keringanan, pembebasan bersyarat dan alasan lainnya. Kenyataannya, Naomi tetap menjalani masa tahanan normal seperti pada umumnya

  • AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI   Bab 99 Pesan Istimewa

    Mobil yang dikendarai Hanan berhenti di garasi. Suasana sudah cukup malam, nyaris jam sebelas mereka sampai di rumah. Pak Sasro turun dari mobil diikuti Ahmad dan Naomi. Perempuan itu terdiam sejenak di samping mobil sebelum akhirnya mantap melangkahkan kaki menuju teras. Gerbang ditutup dan dikunci oleh Pak Sasro, sementara Hanan membuka pintu utama. Terdengar jawaban dari Wita dan Syifa dari ruang makan saat Hanan mengucap salam. Kedua perempuan itu melangkah beriringan menuju ruang tengah. Keduanya shock saat melihat Naomi berdiri di antara Pak Sasro dan seorang laki-laki yang belum mereka kenali. "Naomi?" Syifa pun ternganga melihat perempuan itu bergeming tak jauh darinya. "Zikri yang meminta Ahmad melakukan semua itu, Sayang." Hanan menjatuhkan bobotnya ke sofa lalu Wita dan Syifa pun duduk di sebelahnya. "Mas Anjas mana, Kak?" Syifa terlihat cemas saat suaminya tak ikut dengan mereka. Dia takut jika Anjas kenapa-kenapa, apalagi saat ini posisinya sedang hamil muda. "An

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status