|Wita, kamu bisa ajak Zahra ke rumahku? Aris sekarang ikut aku di sini. Dia habis operasi usus buntu, Wit. Sekarang kondisinya menurun karena usaha bengkelnya bangkrut. Sepertinya dia cukup stress memikirkan hidupnya. Aku benar-benar merasa bersalah sudah menghancurkan kehidupannya| Sebuah pesan dari Mbak Yuli muncul di whatsapp. Memang sudah cukup lama aku tak bertukar kabar dengannya. Terakhir bertemu saat aku ikut ke kantor Mas Hanan empat bulanan yang lalu. Itu pun nggak sempat ngobrol karena buru-buru menjemput Zahra ke sekolah.Kupikir setelah keluar dari kantor ini, Mas Aris susah berhasil merintis usaha barunya. Aku benar-benar tak menyangka jika usahanya gagal. Lebih tak menyangka lagi jika ternyata dia baru saja operasi dan mungkin saat ini sedang depresi. Aku tak pernah mendoakan hal buruk padanya, meski dia seringkali membuatku dan Zahra terluka. Justru aku dulu sering mendoakannya agar selalu sehat dan sadar akan kesalahan-kesalahannya. Namun, apakah begini secuil bala
|Mbak Wit, gimana kabarnya? Kapan pulang ke Solo? Kenapa kita jadi terbalik gini sih? Aku yang asli Jakarta malah ke Solo, sementara kamu yang asli Solo justru menetap di Jakarta. Hahaa|Pesan dari Mbak Ulya membuatku senyum-senyum sendiri. Benar juga ucapannya. Aku dan Mbak Ulya memang terbalik. Sejak Mama Santi-- Mamanya Mbak Ulya-- mulai sehat dan ikut dengan anak sulungnya, Mbak Ulya memang izin menetap di Solo, karena memang Rony sudah menyiapkan rumah dan usaha bengkel yang cukup besar di sana. Mungkin sakitnya Mama Santi juga karena memikirkan Mbak Ulya yang tak kunjung menikah, padahal usianya sudah menginjak angka tiga. Allahualam, aku tak tahu pasti. Namun, memang seperti itu pula yang dikatakan Mama Santi. Beliau bilang, selalu kepikiran masa depan Mbak Ulya hingga membuatnya banyak pikiran dan cukup stress hingga jatuh sakit. Buktinya setelah Mbak Ulya berumah tangga bahkan sekarang sudah hamil, Mama Santi mulai sehat. Beliau sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. |
Semalaman aku nggak bisa tidur gara-gara memikirkan pesan-pesan yang masuk di ponsel Mas Hanan. Entah siapa perempuan itu. Kenapa dia panggil Mas Hanan dengan sebutan sayang? Apa hubungan mereka sebenarnya?Nyaris jam dua dini hari aku baru bisa memejamkan mata. Itu pun gelisah hingga sebelum adzan subuh berkumandang, aku sudah bangun dan duduk saja di tepi ranjang.Mas Hanan juga tak terlihat membuka ponselnya. Dibiarkan tergeletak begitu saja di atas nakas. Padahal aku begitu ingin dia membuka dan membaca segala pesan yang masuk ke sana. Semalam aku hanya membaca beberapa pesan itu dari notifikasi di layar. Tak berniat membuka dan membaca semua isinya. Sengaja membiarkan Mas Hanan menceritakan sendiri siapa perempuan itu atau dia justru akan menyembunyikannya dariku atau pura-pura tak tahu. "Dek, kopinya sudah?" tanyanya mengagetkanku setelah mengucap salam. Mas Hanan baru saja pulang dari masjid untuk melaksanakan salat subuh berjamaah, sementara aku masih termenung di meja maka
Sedikit gemetar Wita mengambil ponsel Hanan di nakas. Perlahan dia mulai membuka layar benda pipih hitam itu. Seketika kedua matanya tertuju pada aplikasi hijau dengan beberapa pesan yang belum terbaca.Tak lagi mengintip dari notifikasi handphone seperti sebelumnya, kini Wita langsung membuka aplikasi itu karena telah mengantongi izin dari suaminya. Hanan tahu jika sebenarnya Wita tengah dilanda gelisah dan cemburu, makanya dia sengaja meminta Wita untuk membalas pesan-pesan dari Nesya. Setidaknya agar bisa mengurangi rasa cemburu dan curiga yang sedari tadi dirasakan istrinya. Iya, Nesya. Dia adalah salah satu calon yang pernah dikenalkan Sarah pada anak sulungnya, Hanan beberapa tahun silam. Anak semata wayang Rahmi yang tak lain sahabat Sarah saat SMA. Sayangnya, saat itu Nesya menolak perjodohan yang Sarah tawarkan. Alasannya karena dia ingin meniti karir terlebih dahulu. Bahkan Nesya juga ingin mengembangkan karirnya di dunia modeling hingga go internasional. Ada banyak cit
|Seorang perempuan harusnya memiliki malu. Tapi sepertinya anda tak memiliki rasa itu. Kasihan. Sekolah tinggi bahkan sampai luar negeri tapi minim adab. Pantas jika Mas Hanan menolak perempuan sepertimu| Wita buru-buru menghapus tiga foto dengan pakaian minim itu dari galeri ponsel suaminya. Tak hanya itu saja, dia juga membalas pesan itu dengan kalimat menohok. Sengaja agar perempuan itu tersinggung dan sakit hati dengan ucapannya. Dengan begitu, Wita berharap Nesya tak enak hati sebab tahu bukan Hanan yang membalas pesannya, melainkan istrinya. Namun dugaan Wita salah besar. Nesya bukan perempuan yang menyerah begitu saja sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan. Ponsel kembali berdering. Nesya benar-benar membuat Wita geram dan naik darah. Emosi yang sejak tadi berusaha dibendungnya telah pecah. Setelah mengirimkan foto tak senonoh dan mendapatkan balasan menohok dari Wita, ternyata perempuan itu tak jua jera. Bahkan kini terang-terangan mengajak Wita perang. "Hallo ... be
Wita masih shock mendengar permintaan Mayang untuk segera pulang. Tak biasanya Mayang seperti itu. Tak biasanya pula dia menelpon saat Wita dan keluarganya liburan. Namun kali ini cukup membuat Wita curiga dan bertanya-tanya. Apalagi panggilan Mayang terputus begitu saja.Wita buru-buru menelpon Mayang kembali, sayangnya nomor Mayang sudah tak aktif. Berulang kali memanggil tetap saja hanya operator yang menjawab. Tak menyerah, Wita mencari kontak Henny, saudara Aris yang kini menjadi salah satu karyawan di toko busana miliknya. Panggilan dari Wita pun diangkat. Terdengar keributan di seberang sana, tempat dimana Henny berada. Suara berisik yang membuat Wita semakin penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Dia menatap jam dinding besar di ruang tengah, jarum jam menunjuk angka sembilan lebih pertanda para karyawannya baru saja masuk kerja. Pertanyaan demi pertanyaan kembali lalu lalang dalam pikiran Wita. Apa yang sebenarnya terjadi di tokonya? Mungkinkah ada kebakaran atau pencurian?
"Sayang, aku mau ke toko dulu. Kamu mau ikut atau langsung ke kantor?" tanya Wita saat menyiapkan sarapan untuk Hanan. "Ke kantor, Sayang. Ada sedikit urusan dengan Pak Agus. Sepertinya beliau sudah menemukan kunci perampokan kemarin," balas Hanan kemudian. Wita cukup kaget mendengar jawaban suaminya. Dia pun duduk bersebelahan dengan Hanan lalu ikut menikmati nasi goreng seafood buatannya sendiri. "Pak Agus sudah tahu siapa dalang perampokan itu, Mas?" tanya Wita lagi. Hanan terdiam sejenak lalu menatap istrinya beberapa saat. "Belum pasti sih, Sayang. Cuma Pak Agus bilang beliau curiga dengan seseorang. Belum tahu siapa soalnya kemarin beliau bilang ingin membicarakan masalah itu pagi ini di kantor. Kamu tak perlu risau, Sayang. Soal itu biar aku dan Pak Agus yang urus," ucap Hanan meyakinkan. "Nggak lapor polisi aja, Mas? Kerugian kita cukup besar soalnya, Mas.""Lapor dong, Sayang. Tapi nanti dulu setelah bertemu Pak Agus ya? Apa info yang beliau dapat."Wita kembali mengangg
Wita cukup shock saat melihat foto suaminya yang tengah berpelukan dengan seorang perempuan di tepi jalan. Di tengah guyuran hujan pula. Nesya. Iya, perempuan itu memang Nesya. Air mata Wita menetes seketika apalagi saat foto demi foto bermunculan di handphonenya. Ada lima buah foto yang semuanya berisi tentang Hanan dan Nesya. Terakhir foto Hanan yang terbaring lemah di ranjang dengan luka di sebagian tubuhnya. |Suamimu. Dia rela bertaruh nyawa demi menolongku. Yakinkah kamu jika di hatinya tak ada lagi cinta tersisa untukku? Padahal jelas dulu dia begitu mencintaiku sebelum kamu hadir kembali dalam ingatannya.| Sebuah pesan yang Wita yakini dari Nesya muncul di sana. Pesan yang kini membuatnya bertanya-tanya. Mungkinkah masih ada cinta suaminya untuk perempuan itu? Apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka? Mengapa Hanan tiba-tiba menghilang bahkan nomor handphonenya pun tak bisa dihubungi? Wita benar-benar tercekat saat melihat pemandangan di layar ponselnya. Berusaha men