Share

Malam Kelabu

Author: Firsyaka
last update Huling Na-update: 2024-04-17 19:46:21

Malam Kelabu 

  BAB 2

Malam ini begitu sepi dan dingin, mungkin karena sejam yang lalu bumi ini usai diguyur hujan, begitu adem dan sejuk. Akan tetapi, tidak dengan hatiku. Begitu pun dengan pipiku yang masih terasa perih dan sakit akibat bekas gambar tangannya kemarin malam.

 

Hari sudah menunjukkan malam, jarum jam sudah bergerak ke angka 12. Tetapi suamiku belum menampakkan batang hidungnya, kabar pun tak ada. Tidak seperti biasanya, kalau terlambat pulang dengan alasan apa pun pasti berkabar.

 

“Ke mana kamu, Mas, kenapa belum pulang?” lirihku seraya menantinya dengan penuh kecemasan. Meskipun akhir-akhir ini dia membuatku sedih dan kecewa karena perlakuannya, tapi dia masih suamiku, ayah dari anakku yang masih aku hormati.

 

Kuambil telepon genggam yang ada di sebelah televisi, kucari nama Mas Revan di deretan kontak, lalu kupencet tombol hijau untuk memanggil. Berkali-kali kupencet tombol memanggil, tetapi panggilanku dia abaikan hingga lelah jari ini, lelah pula hati ini. Entah dia tidak dengar atau tidak mau dengar panggilan telepon dariku.

 

Tidak lama kemudian, gadgetku berbunyi pertanda ada pesan masuk. Aku bergegas membukanya dan ternyata itu darinya.

 

[jangan menunggu Mas, malam ini Mas tidak pulang]

Aku duduk terpaku menatap layar datar persegi, mencerna kata demi kata. Lalu muncul di otakku asumsi negatif.

[Kenapa, Mas, apa lembur? Terus Mas tidur di mana?]

Cecarku dengan hati resah dan gelisah menanti balasannya.

[Jangan lupa kunci semua pintu dan jendela, terus tidur]

“Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku, Mas, apa kamu sedang membohongiku?” gumamku seraya terisak, tangisku pecah seketika, butiran-butiran kristal jatuh tak tertahankan. Aku tidak sabar lagi, langsung aku menelefonnya untuk meminta penjelasannya. Namun, teleponnya sudah di nonaktifkan selepas kami berkirim pesan.

 

Aku duduk di tepi ranjang, di sebelah anakku-Manaf yang sudah terlelap. Menatap wajahnya, begitu syahdu, dan polos. Anak sekecil ini belum mengerti masalah orang dewasa.

 

Aku sedih kalau harus bertengkar setiap hari dengan ayahnya, aku takut tumbuh kembangnya terganggu karena seringnya mendengar dan melihat orang tuanya bertengkar.

 

Aku menciumi Manaf, kumerasa bersalah karena belum bisa jadi orang tua yang baik untuknya. Kucoba memejamkan mata ini, mencoba tuk melupakan masalah yang mendera. Namun, tetap tidak bisa.

 

Kucoba salat Sunah sebelum tidur, memohon dan meminta kepada Sang Maha Kuasa agar diberikan kekuatan dan ketabahan dalam menjalani kehidupan yang tak mudah ini.

 

Selepas berdoa, kulanjutkan membaca dan memahami isi Al-Quran. Disalah satu ayatnya menyebutkan bahwa, “ Allah tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuannya.” Dengan berpedoman pada ayat ini, hatiku tenang dan yakin kalau aku bisa dan sanggup melewati ujian-ujian yang sudah Allah gariskan.

 

Mentari pagi sudah keluar dari peraduannya dari arah timur. Memancarkan sinarnya hingga menembus tirai jendela. Tak terasa jam sudah menunjuk di angka 06.00.

 

Sayup-sayup kudengar ketukan pintu dan suara orang memanggil. Kubergegas melihatnya, siapa orang yang sepagi ini bertamu?

 

Kuintip dari tirai jendela memastikan siapa yang datang, takutnya ada orang yang tak kukenal dan berniat jahat. Tapi ternyata itu Mas Revan, bergegas aku membukanya.

 

“Lama banget bukanya! Ngapain aja, sih, kamu!” sentaknya.

“Ma_maaf, Mas, aku baru bangun soalnya semalam tak bisa tidur,” jawabku gugup sambil mengucek mataku yang masih sayup mencoba melebarkan pandangan.

 

“Mas mau mandi dulu terus mau langsung ke kantor,” jawabnya seraya melangkah melewatiku.

Mataku membola seketika, tatapanku langsung tertuju pada tanda merah di leher suamiku. Bukan cuma satu, tapi sudah hampir memenuhi lehernya. Karena lelakiku ini berkulit putih, jadi terlihat sangat jelas.

 

Pulang pagi, dengan rambut acak-acakan, dan juga ada tanda merah di lehernya. Istri mana yang tidak curiga melihat pemandangan menjijikkan seperti ini.

 

Meskipun aku marah dan kecewa padanya, tapi aku masih tetap mau melayaninya. Kubuatkan sarapan seadanya, tak lupa aku buatkan susu hangat kesukaannya.

 

“Mas, sarapan dulu! Ini aku sudah buatkan,”  ajakku sambil menyendokkan nasi serta lauknya dan kusodorkan ke arahnya.

“Iya, terima kasih,” jawabnya dengan sedikit senyum yang dipaksakan.

“Mas, semalam tidur di mana?” tanyaku penasaran sambil netraku masih terus tertuju pada lehernya.

“Mas tidur di kantor,” kelitnya sambil menyuapkan makanan ke mulutnya.

 

“Mas, itu leher pada merah, kenapa?” tanyaku pura-pura tidak paham.

“Oh, ini ... , anu ... , digigit nyamuk. Iya di kantor banyak nyamuk, makanya Mas jadi gatal-gatal,”  imbuhnya seraya menggaruk-garuk lehernya yang tak gatal.

 

Mas, Mas, kamu pikir aku anak culun yang tidak bisa bedakan mana gigitan nyamuk, mana gigitan perempuan jalang, batinku kesel dengan mulut membentuk huruf O.

“Mas berangkat dulu ya, hati-hati di rumah, jaga Manaf baik-baik,” pamitnya sambil menyambar tas kerjanya di atas nakas.

 

“Iya, Mas,” balasku singkat.

“Mas buru- buru soalnya ada rapat pagi ini, tidak boleh terlambat.” Sambil melangkah pergi tanpa ada senyum di wajahnya.

 

Kuantar suamiku sampai depan pintu hingga mobil bercat merah yang dikemudikannya hilang dari pandanganku.

 

Seperti hari-hari biasanya, aku di rumah berdua bersama Manaf-anakku. Sebelum anakku yang semakin lincah bangun, kusibukkan diri beres-beres rumah. Setiap hari rumah dibuat berantakkan oleh tingkahnya.

 

Di rumah, aku tidak memakai jasa ART karena lelaki pemarah itu melarangnya. Katanya, kalau pakai jasa ART nanti aku banyak bengongnya, kurang geraklah, biar tidak bosanlah, kelitnya.

 

Setelah anakku bangun, lalu memandikannya dan menyuapinya. Setelah semua selesai, tinggal santai sambil mengawasi anakku yang semakin aktif.

 

Samar-samar kudengar suara HP-ku bunyi, pertanda ada panggilan masuk. Lalu kuambil benda pipih itu di atas nakas, kulihat nama pemanggilnya ternyata dari kantor suamiku. Lekas kugeser tombol hijau.

“Halo, selamat pagi, Bu,” sapanya dengan suara yang sopan.

“Pagi, Pak,” balasku cepat.

“Maaf, Bu, apa Pak Revan sakit?” tanyanya tiba-tiba.

“Tidak, Pak, memangnya kenapa?” sambungku lagi.

“Pak Revan kenapa tidak masuk kantor?” tanyanya lagi membuatku bergeming.

Deg! Tersentak aku dibuatnya, bingung dan bertanya-tanya ke mana suamiku pergi?

“Pak Revan sudah berangkat ke kantor sejak pagi Pak, katanya ada rapat jam 08.00 pagi, sampai buru-buru,” terangku dengan pikiran yang kalut.

“Pak Revan tidak ada di kantor sejak pagi, dan juga tidak ada rapat pagi ini,” timpalnya lagi.

“Ya sudah nanti kalau Pak Revan telepon tolong suruh langsung ke kantor!” serunya dengan suara yang tegas.

“Iya, Pak, baik nanti saya sampaikan,” ucapku kemudian.

 

Panggilan telepon berakhir, tapi tidak dengan pikiranku yang masih menerka-nerka ke mana dan dengan siapa lelaki pemarah itu pergi?

 

Rasanya ingin sekali berteriak sekencang mungkin agar beban pikiranku berkurang, sakit hati ini dibohongi terus oleh orang yang selama ini kusayang dan kupuja.

 

“Teganya dirimu, Mas, terus saja kamu membohongi dan menghianati kepercayaanku selama ini, kalau kamu memang tak cinta lagi padaku, katakan saja terus terang, Mas!” gerutuku.

 

“Apa aku telefon saja, ya, biar jelas ke mana dia pergi!” gumamku sambil jariku mencari nomor kontaknya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iftiati Maisyaroh
lanjuuut... suka deeh
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • AKU DITALAK KARENA TIDAK BEKERJA   Part 50

    “Tuh, cewek kasihan banget ya, jidatnya sampai berdarah gitu,” cerita cewek yang lewat ke temannya.“Siapa suruh jadi pelakor, gue aja kalau jadi istrinya sudah kucakar-cakar wajahnya. Pake jilbab tapi kelakuan minus,” celetuk yang lainnya menimpali.Abi menajamkan pendengarannya agar suara mereka terdengar jelas. Dia takut kalau yang mereka ceritakan itu Indira karena sudah 15 menit ke toilet tapi belum kembali.Lalu lelaki tampan nan mapan itu bergegas ke toilet untuk mengecek kebenarannya. Ternyata memang benar, di toilet wanita terjadi keributan. Abi langsung menerobos kerumunan sambil netranya memutar mencari keberadaan kekasihnya.“Hentikaaaan!” teriaknya sambil memeluk tubuh kekasihnya dari belakang dan satu tangannya ke atas sebagai tanda menghalangi dari amukan mereka yang terprofokasi Kamila. Indira kini berada di pelukan sang kekasih sambil digandengnya keluar dari kerumunan.

  • AKU DITALAK KARENA TIDAK BEKERJA   Part 49

    “A—bi, ma—af, bu—kan mak ...,” Panji tak melanjutkan ucapannya karena Abi segera memotongnya.Abi tersenyum menatap Panji, wajahnya terlihat santai. Tak ada gurat emosi atau kecewa. Hari ini entah dapat angin dari mana, Abi menunjukkan sikap yang penyabar. Tak seperti biasanya yang gampang terpancing emosi dan cemburu. Justru sebaliknya, Indira begitu tegang dan gugup terlihat dari guratan dahinya serta netranya yang fokus memantau situasi.“Udah, santai aja. Aku gak marah, kok. Yang penting nanti kalau aku dan Indira sudah menikah, kamu jangan coba-coba meng-go-da-nya!” Abi menatap lekat wajah kekasihnya sambil tersenyum, tapi wanita cantik itu membalasnya dengan memasang wajah penuh tanya.“Ada apa dengan dia? Tumben banget sok bijak kayak gitu, apa jangan-jangan dia kesambet?” dalam hatinya penuh teka-teki.“Ma—af, Ji. Aku menganggapmu sebagai sahabat baikku, tidak lebih karena aku hanya menc

  • AKU DITALAK KARENA TIDAK BEKERJA   Part 48

    “Pi ..., kenapa anak kita belum pulang juga, ya? Apa di kantor lagi banyak kerjaan?” Wajah Mami terlihat tegang, netranya menyisir ke arah ruang tamu berharap putrinya muncul dari situ.“Eng—gak, hari ini gak terlalu sibuk. Apa mungkin dia pergi sama Abi, ya?” Papi berjalan mendekat ke arah istrinya sambil menyisir rambutnya yang terlihat tinggal separo tersisa di kepalanya.Mereka berdua panik, padahal malam ini mau ada pertemuan dua keluarga dari pihak Abi mau datang ke rumah Indira. Namun, sampai detik ini putrinya belum kunjung pulang dari kantornya.“Coba Papi telefon anak kita, dia lagi di mana?” Nyonya Sukma sambil berjalan bolak balik seperti Siti Hajar yang lagi mencari air dari bukit sofa ke bukit marwa dengan pikiran limbung.“Iya, tunggu sebentar,” Tuan Presdir mencoba menghubungi putrinya , tapi berkali-kali tak di angkat. Kemudian langsung menelefon Abi untuk menanyakan

  • AKU DITALAK KARENA TIDAK BEKERJA   Part 47

    Revan menatap Abi dengan tatapan gak suka, dia begitu cemburu saat melihat kebersamaannya seakan tak rela ada lelaki lain mendekati mantan istrinya. Lalu Revan mengajak berbicara empat mata di depan ruangan ibunya dirawat. Mereka berdiri berseberangan.“Gue mau loe jauhi Indira, karena gue mau mengajaknya rujuk demi Manaf!” Wajahnya begitu serius dan netranya nanar menatapnya.“Kalau gue gak mau, gimana?” Abi tersenyum tipis menanggapi ucapannya tanpa menatap ke arahnya.“Jangan nunggu gue berbuat kasar sama loe, gue gak main-main!” Matanya melotot ke arahnya dengan wajah merah menahan emosi seraya menunjuk satu jari ke wajahnya.“Dasar cowok aneh!” Abi tersenyum getir sambil menyalakan rokok yang ia keluarkan dari saku celana lalu menghisapnya.Buugg!!Seketika bogem mentah melayang ke wajah Abi, membuatnya terhunyung ke samping. Tak terima dengan sikap kasarnya, lalu Abi me

  • AKU DITALAK KARENA TIDAK BEKERJA   Part 46

    “Mas A_ bi? “ sapanya dengan menarik kedua ujung bibirnya ke atas.Abi hanya tersenyum membalas panggilannya. Rona bahagia terpancar dari sorot mata dan wajah keduanya. Sekian minggu tak bertemu membuat keduanya memendam rindu yang membuncah, begitu tersiksanya karena terbelenggu oleh rindu.“Mas, kenapa ke sini? Kalau Papih sampai tahu bagaimana?” tanyanya dengan perasaan takut dan khawatir.“Tenang saja, tadi Mas sudah menemui papihmu dan ngomong baik-baik. Lalu Beliau sudah mengizinkan Mas untuk selalu menjaga dan mendampingimu, wanita cantik yang Mas sayangi,” balasnya seraya mencolek dagunya lalu menggenggam erat jemarinya dan netranya tak lepas menatapnya.Membuat wanita yang berhijab nan cantik itu tersipu malu hingga pipinya merona. Tak berselang lama, Pak Presdir lewat kemudian melihatnya dan langsung menghampirinya.“Ehemm .... “ Beliau tersenyum melihat keakraba

  • AKU DITALAK KARENA TIDAK BEKERJA   Part 45

    Tuan dan Nyonya Gunadi datang bersamaan ke kamar putrinya. Mereka hendak menanyakan sikapnya yang begitu cuek dan jutek tiap kali bertemu Revan. Kemudian mereka masuk setelah diizinkan olehnya. Lalu duduk bersama di sofa kamarnya.“Nak, kami mau tanya, apa kamu masih mencintai Revan, dan ingin kembali rujuk demi Manaf?” tanya mereka seraya menatap lekat putrinya.“Maaf, Mih, Pih, rasa cinta itu perlahan pudar seiring sikapnya yang sudah keterlaluan sama aku. Aku tidak bisa rujuk dengannya, hati ini masih sakit atas pengkhianatannya. Perlu kalian tahu, pipi ini sudah sering jadi sasaran kemarahannya. Dan aku berapa kali hampir diperk*s* oleh majikanku saat kerja jadi ART. Tak ada yang menolongku saat itu, aku menangis sendirian dalam ketakutan dan kepedihan hidup,” terangnya dengan linangan air mata dan netranya menyiratkan kesedihan yang mendalam.“Astaghfirulla

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status