Share

Bab 5 Di permalukan

Bagian 3

Tak Henti-hentinya setiap orang yang melihatku lagi-lagi tertawa terpingkal-pingkal.

Aku yang tak paham apa yang mereka lihat lucu, membuat ku bingung dan hanya terdiam.

"Huussst, kalian jangan begitu dong, kasian kan Bibi, dia udah berusaha untuk tampil cantik depan kalian." ucap Helen, yang sesekali menahan tawanya.

"Helen, ada apa ini? Kenapa dengan wajahku?"

"Tidak apa-apa ko Bi, mungkin begitulah cara mereka memuji Bibi."

Aku memang tak bisa bersolek, tapi bukan berarti aku tak mengerti apa yang tengah terjadi, yang jelas-jelas mereka mentertawakan aku.

"Helen, apa kamu pikir aku bodoh? Mereka mentertawakan aku, bukan sedang menyanjung ku."

"Ada apa ini?"

Tiba-tiba Mas Adam datang ia melihat semua orang yang ada di ruangan itu tengah menatap ku, bagai tontonan lucu.

"Ratih?"

Mas Adam mendekat dan menatap wajahku lekat

"Ratih! Apa yang kamu lakukan disini? Ya ampuun, benar-benar memalukan! Kata aku apa? Kamu tidak perlu dandan. Lihat hasilnya! Lihat!" Mas Adam berteriak-teriak di depan wajahku, aku hanya bisa memejamkan mata.

"Ibu ... " Hanif menghampiriku, anak itu seolah mengerti perasaan ku yang tengah di permalukan.

"Ibu, kenapa wajah ibu kaya ondel-ondel," ucap Hanif menatap ku.

"Apa? Benarkah Nak?"

Hanif mengangguk, aku bergegas meninggalkan ruangan itu sembari menutup wajah. Aku masuk ke kamar mandi. Saat melihat wajahku di cermin betapa terkejutnya aku , wajah ini nampak seperti apa yang di katakan anakku Hanif, aku seperti ondel-ondel. Betapa malunya aku saat itu.

Aku tak menyangka Helen tega melakukan itu padaku. Aku segera menghapus semua warna yang ada si wajah, bercampur dengan deraian air mata yang jatuh tak hentinya.

Cukup lama aku berada di kamar mandi, setelah bersih, aku keluar. Ku lihat Helen sudah menunggu ku di balik pintu kamar mandi. Ia tertawa puas saat melihatku.

"Helen, kamu tega ngerjain Bibi? Kamu puas?"

"Aduuuuh Bi, maaf ya. Wajah bibi itu lucu banget, jadi aku pikir seperti itulah makeup yang cocok buat Bibi. Maaf ya Bi." ucap Helen dengan gaya mengejek.

Tak ku hiraukan Helen, aku kembali ke ruang keluarga. Semua orang memandangiku kembali.

"Mbak Ratih, kenapa di hapus makeup nya? Padahalkan bagus. Bagus untuk hiburan maksudnya."ujar Ratna adik Mas Adam, di iringi suara tawa dari yang lain.

Rasanya aku sudah tak betah berada di rumah ibu, aku ingin secepatnya pulang.

Tak lama Mas Adam berdiri, sepertinya dia tau perasaan ku, saat itu juga mas Adam izin pulang pada Ibunya.

"Aku izin pulang duluan Bu."

"Adam? Ada apa? Jangan pulang dulu, acara belum selesai." tanya Mbak Yuli.

"Tidak apa-apa Mbak, aku permisi."

Mas Adam berlalu sembari menggendong Rahma, aku mengikutinya dari belakang bersama Hanif.

Di dalam mobil, Mas Adam tak hentinya memaki ku, ia menganggap aku telah mempermalukannya.

Sepatah katapun aku tak menimpali ucapannya, aku hanya sedang mencoba menghindari pertengkaran di depan anak-anak. Hingga sampailah di rumah. Aku segera menidurkan anak anak di dalam kamar.

Mungkin karena kelelahan Hanif dan Rahma mudahnya terlelap. Aku kembali menemui Mas Adam .

"Puas kamu Ratih! Puas? Kamu sudah buat aku malu di depan keluarga besar ku."

"Mas, Helen ngerjain aku. Dia yang memintaku untuk di dandaninya. Sedikitpun aku tak menyangka akan begitu hasilnya. Mas, bukan kamu saja yang malu Mas, semua mentertawakan aku, aku bahkan lebih malu dari kamu!"

"Lalu, apa maksud mu bersedia di dandani Helen? Kamu mau berubah secantik dia? Hahahah. Tidak mungkin itu Ratih. Helen itu gadis paling cantik, sementara kamu ibu dua anak yang tak bisa mengurus diri!"

"Cukup mas, cukup kamu hina aku terus menerus. Aku juga perna muda seusia Helen, aku pernah cantik dan kamu datang mendekati aku. Sekarang aku seperti ini, itu semua karena banyak urusan yang harus aku kerjakan. Aku bukan lagi gadis yang bebas mengatur waktu, aku punya rumah untuk di bersihkan setiap hari, aku punya anak-anak yang harus di jaga setiap waktu. Jadi salah besar kalau kamu samakan aku dengan Helen!"

"Ratih. Jangan merasa benar dengan apa yang kamu ucap. Nyatanya banyak wanita di luar sana yang punya anak banyak tapi tubuhnya masih langsing, wajahnya masih glowing. Alasan saja!" ucapnya meninggalkan ku.

Ingin rasa aku menjerit, namun aku tak bisa. Akhirnya aku hanya bisa menangis merenungi nasib diri.

Ku tatap photo pernikahan palsu itu, ku lempar dengan pas bunga seketika bingkai photo itu hancur berantakan.

Mas Adam kemudian pergi dari rumah.

Aku terus menangis, ku turunkan photo itu dan membakarnya di belakang rumah.

Mulai saat itu aku bertekad untuk belajar dandan secara otodidak atas panduan video.

*****

"Ya ampuuun, susah sekali membuat alis ini, padahal bulu alisku tipis harusnya ini lebih mudah untuk mengukirnya, tapi kenapa begitu susah?"

Lagi-lagi aku menghapusnya, ku lihat Hanif masih anteng dengan buku gambarnya sementara Rahma bermain dengan mainannya.

Tanpa putus asa aku kembali membuat alis. Kali ini alisku tampak ketebalan, sampai sampai Hanif menatapku heran.

"Kenapa Kak? Alis ibu bagus belum kak?" tanyaku pada Hanif, karena di kamar memang tak ada siapa lagi, sekalin kami bertiga.

Hanif mendekati ku, ia tiba-tiba memeluku, sambil berkata.

"Apa ibu dari tadi duduk disini hanya untuk membuat alis?"

Aku mengangguk dan tersenyum padanya.

"Ibu cantik, meskipun alis ibu tidak pakai spidol."

Seketika aku terkekeh mendengar jawaban anak lelakiku, dia kira aku memakai spidol untuk mewarnai alis.

"Baiklah, rupanya ibu perlu banyak belajar lagi. Kita lanjutkan besok," ujarku pada Hanif.

Bagaimana aku bisa berhias, aku baru memiliki satu alat makeup, yaitu pencil alis, tapi sudah beberapa jam mencobanya, belum juga berhasil.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
memuakkkannnn, gak ada yg sebodohh ini manusia thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status