Aku juga bisa cantik
MakeoverBagian 4Aku tertunduk, karena Mbak Yuli terus menerus menyalahkan aku. Bukan penyelesaian masalah yang ku dapat, tapi aku menjadi terpojokan."Mbak tidak mau kamu lagi-lagi menyalahkan Helen, Helen itu hanya membantu Adam dan itu tidak geratis, Helen melakukan itu untuk membayar biaya kuliahnya, kamu tau sendiri keadaan Mbak yang tidak kerja. Jadi Mbak harap kamu paham ya?''Mbak Yuli beranjak pergi meninggalkan ku seorang diri. Aku pun kembali ke rumah ibu mertuaku untuk mengambil anak anak."Ada apa Tih? Apa Mbak kamu nya ada di rumah?""Ada Bu,""Ada apa? Ko mukamu sedih begitu?"Ku tatap wajah tua ibu mertuaku, rasanya tak tega jika aku harus bercerita masalah rumah tangga ku padanya, pastinya ibu akan sedih dan menjadi kepikiran.Teringat ucapan Mbak Yuli, bahwa semua ini juga salahku yang tak bisa menjaga penampilan di depan suami. Mungkin ada benarnya. Aku harus perbaiki dulu cara ku berhias."Tidak Bu, tidak apa-apa. Ratih hanya sedang ingat pada Ibu dan Bapak Ratih.""Sabar Ratih, jangan lepas doakan mereka berdua, agar mendapat kebahagiaan di alam sana."Aku mengangguk sedih.Aku pun segera pamit dari rumah ibu, tak ingin berlama-lama meninggalkan Mas Adam dan Helen berduaan di rumahku."Oya Tih, besok malam minggu ke sini ya? Ada acara keluarga. Ibu ingin kita buat acara arisan keluarga, seperti dulu.""Baik, Bu."Aku segera memesan taksi untuk kembali pulang. Ternyata tamu tamu masih ada di rumahku, ku bawa anak-anak ke kamar dan menidurkannya.Sembari menunggu di dalam kamar, ku buka YouTube mencari video tentang makeup pemula, satu persatu ku perhatikan video itu, sungguh menakjubkan, wajah yang hitam kusam, atau sekalipun penuh jerawat bisa berubah glowing dan cantik. Saking fokusnya aku memperhatikan video itu, sampai tak tau tamu tamu itu sudah pulang. Rumah nampak sepi. Aku mencoba melihat ke ruang tamu yang ada hanya sampah sampah makanan, dan kulit buah. Terdengar suara dua orang yang sedang bercakap cakap di teras rumah membuatku penasaran melihatnya.Ternyata Mas Adam dan Helen, aku sengaja menguping pembicaraan."Gimana sukseskan untuk hari ini?""Sangat sukses, mereka seperti percaya tentang sandiwara ini, terimakasih ya?""Iya Mas, sama-sama. Jangan lupa ya transferannya.""Oke beres. Nih aku langsung transfer."ucap Mas Adam memperlihatkan ponselnya."Wow, Lima juta? Banyak sekali? Segini jadi istri bohongan, apalagi kalau jadi istri benerannya ya?" ujar Helen sembari mendelikan mata genitnya ke arah Mas Adam."Hehehe, tenang bisa di atur."jawab Mas Adam melempar senyum ke arah Helen.Apa Lima juta? Aku begitu terkejut mendengar nominal yang baru saja Mas Adam transfer untuk Helen, atas sandiwaranya ini. Mengapa dia bisa begitu royal pada Helen? Sementara aku yang menjadi istri sahnya tak pernah memegang uang sebanyak itu.Mas Adam akan membelikan kebutuhan yang aku minta selama itu untuk kebutuhan rumah dan anak-anak. Tapi saat aku meminta peralatan makeup ia tak pernah membelikannya.Ia bilang di makeup atau tidak aku terlihat sama saja. Itulah yang membuat ku tak pernah bermake-up, aku hanya menyisir dan memakai bedak untuk bayi saja.Saat mendengar Mas Adam memberi uang Lima juta pada Helen, ingin rasanya aku memaki suamiku itu. Tapi aku tau, Mas Adam tak suka jika di salahkan.Keesokan harinya aku bersiap-siap untuk datang ke rumah ibu, Mas Adam pun telah siap, kali ini ia tak melarang ku pergi karena ini acara keluarga.Semuanya nampak sibuk dirumah ibu.Di sana aku juga melihat Mbak Yuli yang tengah sibuk di dapur."Tisu mana?" teriak seseorang dari arah ruang lain."Tisu ada di rumahku banyak." jawab Mbak Yuli, kemudian ia menyuruh ku untuk mengambilnya.Dengan cepat aku menuju rumah Mbak Yuli.Rumah nampak sepi, aku memanggil manggil Helen."Iya, aku di kamar." jawabnya dari arah kamar."Tisu di mana Len?""Ooh, di meja makan Bi."Aku langsung mengambilnya. Menuju ruang makan aku melewati kamar Helen, tak sengaja aku menoleh ke dalam kamarnya, ternyata gadis itu tengah bersolek, aku pun menghentikan langkahku untuk memperhatikan caranya berhias.Namun tak lama Helen mengetahui keberadaan ku yang berdiri di balik pintu kamarnya.Gadis itu tersenyum dan menyapaku dengan sopan."Bibi? Kenapa hanya berdiri di situ? Kemari masuk!" pintanya.Aku membalasnya dengan tersenyum, masih ada rasa kesal di hatiku atas kejadian kemarin. Namun bagaimanapun juga, Helen keponakanku yang harus aku sayangi."Tidak. Bibi cuma mau ngambil tisu." jawabku sembari berlalu, namun saat akan kembali, Helen menghalangi jakanku."Bibi, setelah mengantarkan tisu, bibi kembali ke sini ya? Aku akan mendandani Bibi."Tentu saja aku senang dengan tawaran Helen, aku ingin di dandani cantik seperti dirinya. Aku manggut-manggut bersemangat."Ya sudah, cepat berikan tisunya dulu ke sana. Aku tunggu bibi di kamarku."Aku bergegas mengantarkan tisu ke rumah ibu mertua. Dan sekilas telah berada kembali di rumah Mbak Yuli."Sini Bi." ajak Helen.Aku menurutinya duduk di depannya dan mengikuti arahannya.Perlahan kurasakan sentuhan cairan dingin di oleskan di wajahku, lalu entah lah aku tak tau Helen mengoleskan apa lagi, lalu ia memberikan sentuhan warnai warni di bagian kelopak mataku, aku tak tau apa namanya.Lalu bagian halis, dan kemudian bagian bibir.Dalam waktu yang lumayan lama, akhirnya Helen selesai mendandani ku."Apa sudah selesai Len?""Sudah Bi, mari kita ke sana, acaranya pasti akan di mulai."Aku mencari kaca hanya untuk melihat hasil riasan Helen di wajahku, namun entah di mana Helen menyembunyikan kacanya, kaca rias miliknya sengaja ia lipat tertutup."Cari apa Bi? Ayok cepat!""Sebentar Len, bibi mau ngaca dulu."Helen menarik tanganku dengan buru-buru mengajakku pergi.Aku percayakan pada Helen, dengan percaya diri aku mendatangi rumah ibu. Pertama kali aku melihat Mbak Yuli menatapku tanpa berkedip, aku merasa pasti Mbak Yuli tak menyangka aku juga bisa cantik seperti anaknya, namun tiba-tiba Rahma anakku menjerit menangis kencang saat melihatku.Di susul pandangan orang yang hadir di rumah ibu, satu persatu menatap ku. Mereka semua tertawa, ada yang mencoba menahan tawanya, ada pula yang dengan terang-terangan terbahak-bahak. Aku sendiri tak tau apa yang membuat mereka tertawa saat melihatku.Bagian 3Tak Henti-hentinya setiap orang yang melihatku lagi-lagi tertawa terpingkal-pingkal.Aku yang tak paham apa yang mereka lihat lucu, membuat ku bingung dan hanya terdiam."Huussst, kalian jangan begitu dong, kasian kan Bibi, dia udah berusaha untuk tampil cantik depan kalian." ucap Helen, yang sesekali menahan tawanya."Helen, ada apa ini? Kenapa dengan wajahku?""Tidak apa-apa ko Bi, mungkin begitulah cara mereka memuji Bibi."Aku memang tak bisa bersolek, tapi bukan berarti aku tak mengerti apa yang tengah terjadi, yang jelas-jelas mereka mentertawakan aku. "Helen, apa kamu pikir aku bodoh? Mereka mentertawakan aku, bukan sedang menyanjung ku.""Ada apa ini?" Tiba-tiba Mas Adam datang ia melihat semua orang yang ada di ruangan itu tengah menatap ku, bagai tontonan lucu. "Ratih?"Mas Adam mendekat dan menatap wajahku lekat "Ratih! Apa yang kamu lakukan disini? Ya ampuun, benar-benar memalukan! Kata aku apa? Kamu tidak perlu dandan. Lihat hasilnya! Lihat!" Mas Adam berter
Bagian 6"Bagaimana ini? Aku tetap tidak bisa membuatnya, kalau begini mungkin aku harus kursus, tapi pada siapa? Meskipun ada pasti biayanya mahal, sementara uang simpanan ku tinggal sedikit lagi. Ya Allah...berilah petunjuk untuk aku menjalani kehidupan ini,"tuturku lirih, aku benar-benar di pase tak berdaya. "Bu Neni, ya Bu Neni. Mungkin dia bisa membantuku."tiba-tiba, aku teringat sosok Bu Neni, mungkin ia bisa membantu ku. Kini harapan ku begitu besar padanya. Saat itu juga ku ajak ke dua anakku menemui Bu Neni, dia terkenal sebagai tukang rias pengantin yang berpengalaman. Aku berencana kursus padanya. Hari itu, Bu Neni terlihat santai, aku menemuinya di waktu yang tepat."Eh, Ratih tumben Tih, ada apa? Sini, sini masuk." sapa Bu Neni dengan sopannya."Iya Bu, maaf kalau aku mengganggu waktu ibu.""Tidak Tih, ada apa?""Aku datang ke sini, mau kursus rias ke ibu.""Ooowh, kursus rias. Boleh. datang saja setiap hari selasa dan kamis ke sini, itu waktu santai saya. N
Bagian 7“Tidak bisa Ratih, Hanif dan Rahma anak aku. Mereka akan hidup terjamin jika bersamaku. ““Tapi, mereka juga anak anakku Mas, aku bisa melindungi dan memberi makan mereka.”“Pakai apa? Kamu sendiri saja tidak kerja. Hidup terlunta-lunta. Bagaimana kamu bisa membahagiakan mereka?”“Adam, Ratih. Anak kalian kan ada dua, kalian bisa membawanya satu-satu. Agar adil.” Ucap Mbak Yuli.Meskipun berat berpisah dengan salah satu anak, namun pilihan itu yang terbaik. “Biarkan Rahma ikut denganku, dan Hanif ikut kamu.” Ucap Mas Adam, aku hanya bisa menangis tak tahan dengan kesedihan ini, aku pikir perceraian hal yang paling menyedihkan, namun berpisah dengan anak lebih menyakitkan. Mulai saat itu, Mas Adam resmi menceraikan aku. Aku dan Hanif menumpang hidup di rumah Bu Neni. Bu Neni sangat baik padaku dan Hanif. Perlahan aku di ajari hingga bisa merias orang lain. Bu Neni selalu mengajakku, jika ada undangan pekerjaan, seperti merias yang wisuda, acara tunangan, atau per
Bagian 8“Helen kamu di sini juga?”tanyaku balik dengan hati yang mulai tak enak. “Ya, ya iyalah Bi, inikan acara tahunan para model, Bibi ngapain disini? Jadi model juga?” tanyanya sembari menahan tawa dengan sebelah tangannya.“Enggak, Bibi disini mau belajar.”“Hah belajar? Hihihi, gak salah dengar ya aku? Tapi oke deh. Meskipun telat belajarnya.”Helen mendelik ke arahku. Kenapa aku harus bertemu dengan dia disini? Sebaiknya aku pindah pindah tempat duduk saja, tak nyaman rasanya dekat Helen yang terlihat terus mentertawakan aku. Tapi, aku duduk dimana? Mataku terus liar menoleh ke semua arah, mecari tempat duduk yang jauh dari gadis ini. Nyatanya semua tempat duduk sudah di beri nomor sesuai pendaftaran.Aku pun pasrah hanya bisa menghela nafas, dan mencoba duduk dengan tenang. “Helen, kali ini kamu harus jadi pemenangnya! Ingat saya sudah bayar mahal kamu.” Ucap seorang wanita berambut pirang, mereka terlihat begitu akrabnya.“Tenang saja Mak, tahun kemarin tau sendi
Bagian 9Akhirnya acara pun dimulai, dari kata sambutan yang di sampaikan oleh para panitia acara, hingga ke teori yang di sampaikan oleh seorang dokter kecantikan.Selanjutnya ke acara inti loba Rias Modern. Semua peserta saling berhadapan bersama modelnya masing-masing, ya aku duduk menghadap Kania yang siap me make over wajahku.“Kania, kamu yakin mau pakai modelnya aku?” tanyaku ragu.“Ya elah, kamu masih ragu aja, udah deh diem pokoknya kamu anteng aja diem, biar ku obrak abrik nih wajahmu,” jawab Kania penuh gurau. Terdengar aba-aba dari panitia, untuk memulai lomba.“Oke guys, gimana semua sudah siap dengan alat tempurnya?”“Siaaaap....” para peserta dengan semangatnya menjawab.“Oke, siapkan model kalian masing-masing, jangan sampai di lewatkan kesempatan ini, karena hadiah yang telah kami siapkan begitu wow! Untuk juara Satu akan mendapatkan uang sebesar Dua ratus juta rupiah, juara ke Dua mendapatkan uang sebesar Seratus Lima puluh juta rupiah, dan untuk pemenang
Bagian 10Saat itu, masih acara penampilan peserta yang lain, dan masih tersisa cukup banyak, sembari menunggu Kania mengajakku untuk makan dulu.“Kamu lapar nggak? Kita makan dulu yuk?” ajaknya.“Tapi acaranya?”“Ah sudahlah, masih lama. Kita menunggunya sambil ngisi perut. Ayok!’’ Kania menarik tanganku. Namun sebelumnya، aku diminta mengganti baju, setelah itu kami menuju tempat makan. Di kesempatan makan bersama itu, kami saling bertukar cerita tentang pengalaman hidup. Kania terlihat terkejut saat ku ceritakan kisah kehidupanku.“Apa? Jadi gadis sombong itu benar benar ponakan mu?”Aku mengangguk. “Sudahlah Ka, kejadiannya sudah berlalu, lagi pula aku sudah memaafkan dia dan mantan suamiku.’’“Kami yang sabar ya Tih, aku yakin kamu akan sukses di pekerjaan ini. Oya kamu mau gak gabung di salon dan butik aku? Sekaligus jadi model ku lagi?” “Kania, bukan aku menolak bantuan mu, tapi saat ini aku ingin membalas kebaikan Bu Neni padaku selama ini.”“Siapa Bu Neni?”“
BAGIAN 11Kami kembali ke tempat duduk semula, sembari menunggu pembagian hadiah. “Wiih, Ratih terbang ke Perancis Ka,” ucap Lili dengan wajah berbinar.“Iya, Li, beruntung sekali dia. Kita aja yang setiap tahun hadir ke acara ini belum pernah dapat kesempatan itu, lah dia, niatnya nonton doang, eh tau-tau nya dapat rejeki nomplok.”Kania dan Lili tertawa bahagia. Sungguh ini seperti mimpi indah untuk ku, aku sendiri pun tak pernah menduga akan berada di posisi ini. Aku tak mampu berkata-kata, Allhamdulillah... Allah memberiku jalan dengan pertemuan ini. Dari kejauhan aku melihat Helen datang menghampiri ku dengan nafas tersengal senggal, terlihat terburu-buru. “Bibi! Kalau mau menang jangan curang. Bisanya kalian main mistis.” Teriaknya dengan nada bicara menggebu-gebu.Kami bertiga menatap heran kedatangan Helen. Dengan cepat Kania pasang badan di hadapannya.“Hei, gadis sombong! Apa maksud kamu bicara seperti itu? Hah?”“Apa kalian pikir gue gak tau? Kalian memasang
BAGIAN 12Aku terhenyak mendengar permintaan anak lelaki ku. Ku tatap dia kembali, rasanya baru kemarin aku menggendongnya dan selalu menasehatinya, sekarang anak itu sudah bisa berpikir jauh lebih dewasa dari aku. “Kamu mau ibu pakai hijab Nak?” tanyaku kembali sembari membelai rambutnya. Hanif pun menganguk.“Wajah ibu cantik, tapi ibu harus menutup rambut ibu. Bu, kemauan ini bukan Hanif yang suruh. Tapi Allah yang menyuruh ibu menutup aurat.”Seketika aku tertunduk malu saat mendengarnya bicara seperti itu. Aku menganggukan kepala, meskipun belum ada niat untuk memakai hijab, namun aku harus mempertimbangkannya. Karena banyak tawaran kerja yang menuntut ku tak boleh memakai hijab.“Nak, ibu pulang dulu ya? Ibu Neni takutnya sudah ada di rumah. Kamu baik-baik ya disini.”Hanif mengangguk dan mencium tanganku. Sebelum berlalu meninggalkannya, Hanif kembali memanggil ku.“Ibu...”“Ya Nak?.”“Jangan khawatir kan tentang rizki Bu, Allah menggantinya jika ibu meninggal