Pov Adinda"Mas, " dengan tangan yang gemetar, aku menyodorkan ponsel itu ke arah mas Hardian. Peraupan mas Hardian yang awalnya cerah sekatika merah padam. "Pa, memang gak tau diri ternyata si Hendra itu, "Perkataannya membuat beberapa pasang mata menoleh. "Apa maksudmu? " tanya papa Galih yang sepertinya belum paham dengan perkataan putranya. Namun setelah membaca pesan di poselku, senyum miringnya tercetak. Aku sampai ngeri melihatnya. "Biarkan saja, kita akan melawan jika mereka sudah bertindak. Dan untuk Pak Harto dan bu Sofiyah, saya harap untuk sementara waktu tinggallah di sini. Takutnya jika mereka menjadikan bapak dan ibu sebagai alat untuk merebut si kembar, "Aku mengangguk membenarkan perkataan papa mertua. "Maksudnya bagaimana pak, mereka siapa?" kulihat bapak masih belum paham juga dengan keadaannya. "Gini pak, Dinda tadi dapat pesan dari nomor yang tidak dikenal, mereka mengancam akan mengambil si kembar. Dan menurut saya itu tidak lain adalah keluarga Bagaskar
"Jadi isi surat itu apa mas? ""Nih baca sendiri, aku juga bingung soalnya. Seperti permintaan maaf, curhat, atau ucapan selamat lah, "Aku mengerutkan kening bingung, lantas ku buka lipatan kertas itu. To : Adinda AyumiTerimakasih kamu sudah selamat. Terimakasih telah berjuang membesarkan cucu cucu ibu. Maafkan ibu yang gagal menjadi mertua yang baik untukmu. Gagal juga dalam mendidik putra ibu untuk menjadi suami yang baik. Sebenarnya sejak awal ibu sudah tahu rencana Hendra. Makanya pernah memperingatkanmu untuk berhati hati. Namun ternyata terlambat, kejadiaan naas itu akhirnya terjadi juga. Ibu penasaran bagaimana ceritanya hingga kamu bisa bertahan sejauh ini. ibu yakin pasti sangat berat masa masa kehamilanmu, apalagi kembar. Izinkan ibu untuk kembali berbincang denganmu saat ibu terbebas nanti. Meskipun itu terdengar tidak tau diri, tapi setidaknya ibu berusaha. Ibu juga bahagia, akhirnya kamu menemukan jodoh yang pantas untukmu. Nak Hardian baik, ibu pernah beberapa kal
"Hei keluar kamu wanita j*l*ng!" "Adinda keluar kamu!"Aku yang masih berada dalam gendongan mas Hardian terkejut mendengar teriakan ibu. Begitu juga dengan kedua anakku. Aku buru buru meminta ibu untuk membawa mereka ke kamarnya. Mas Hardian menurunkan aku begitu saja, kakinya melangkah menuju pintu utama. Aku mengikuti di belakangnya, begitu juga dengan mama. "Maaf cari siapa? " tanya mas Hardian tegas. "Adinda istri kamu, perempuan gatal itu sudah membuat mas Hendra mengabaikanku, " jawabnya menggebu gebu. Oh ternyata istri mas Hendra, entah siapa namanya. Aku maju di samping suamiku. Wajahnya kian memerah kala melihatku. Tangannya juga diayunkan ke arah wajahku. Namun tangan kekar mas Hardian dengan mudah menangkapnya. "Jangan sampai tangan anda menyentuh seinci pun tubuh istri saya, atau anda akan berurusan dengan saya?""Istri yang kamu bela itu ingin merebut suamiku ! sejak kehadirannya, mas Hendra jadi mengabaikanku. Hanya anak anak kembar si*l*nnya itu yang ia sebut se
"Saya memiliki bukti buktinya, tolong pak Bambang, " ucapku meminta pak Bambang untuk memperlihatkan bukti buktinya. Sebuah video dan lampiran berisi screenshootan. Video itu diputar dengan volume yang sengaja dikeraskan. Terdengar percakapan antara mas Hendra dan istrinya saat ini. Wajah mereka seketika pucat pasi, begitu juga dengan seluruh keluarga Bagaskara. Pak bambang maju ke depan menyerahkan lampiran itu. Terlihat para jaksa berbincang satu sama lain. Hingga akhirnya... "Dengan ini, kami memutuskan jika hak asuh anak jatuh kepada Ibu Adinda Ayumi. Dan sidang kali ini kami tutup."Tok tok tokKetukan palu itu bagaikan angin segar yang menerbangkan jutaan beban di pundakku. Aku menangis terlalu bahagia. Mas Hardian menghampiriku, ia mendekapku sejenak. "Sudah aku katakan, mereka anak anakku. Jadi tidak akan ku biarkan siapapun mengambilnya dariku."Aku mengangguk. Seharusnya aku percaya dari awal pada suamiku itu, tapi rasa was was kehilangan kedua buah hatiku lebih men
Aku gelagapan mendengar pertanyaan putraku itu. Apalagi melihat wajah tengil mas Hardian. Ingin rasanya ku karungin saja suamiku itu. "Nanti Ena kalau sudah besal pingin deh nikah sama papa, "Belum sempat aku menjawab, kami sudah dibuat shock dengan penuturan sibungsu. Bisa bisanya dia berfikiran seperti itu. "Gak boleh dong, kan dia papa Reina. Lagian kalau Reina sudah besar, papa pasti sudah tua kaya opa.""Benarkah papa?" tanyanya yang masih berusaha memastikan kepada papanya. "Iya dong, Reina itu masih kecil jangan mikir nikah dulu. Belajar yang rajin agar cita citanya tercapai, oke! ""Oke papa." ***********Pov AuthorSedangkan di belahan bumi lain, Hendra masih saja marah marah kepada istrinya. "Apa yang sebenarnya kamu lakukan sih sampai Reina ketakutan begitu ha?" teriaknya dengan intonasi yang meninggi. "Emangnya kenapa mas? aku hanya datang ke rumah mereka, memberi peringatan pada mantan istrimu itu agar tidak berusaha menggodamu lagi menggunakan anak anaknya. Apa it
Laura terus memacu kecepatan mobilnya. Tujuannya saat ini adalah bandara. Ia merasa tidak akan lagi tempat yang aman di negara ini jika sudah berhubungan dengan keluarga Bagaskara. Diliriknya putri kecilnya yang tertidur di kursi belakang. Sejahat jahatnya, ia adalah seorang ibu yang menginginkan kehidupan yang normal untuk anaknya. Namun rupanya keberuntungan sedang tidak berpihak kepadanya. Terlihat beberapa bodyguard berdiri berjejer menghadang laju mobilnya. "Si*l4n, " umpat Laura sambil memukul setir kemudi. Mau putar balik pun tidak mungkin. Ia tetap kalah jika harus melawan para bodyguard itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menyerah, mungkin akan ia pikirkan ide yang lain nantinya. "Silahkan keluar nyonya! biar saya yang gantikan menyetir," ucap salah satu di antaranya. "Tidak mau.""Ini perintah dari Tuan Sapta, beliau juga bilang harus memaksa jika anda menolak." "Ya udah minggir saya mau keluar, " ucap Laura ketus. Bodyguard itu berpindah ke samping, memberi jalan ke
Di kediaman Bagaskara di hebohkan dengan hilangnya Liliana. Wanita paruh baya itu tiba tiba sudah tidak ada di setiap sudut rumah saat semua orang bangun dari tidurnya. Tapi ternyata ia tidak pergi sendiri, melainkan membawa Kalila cucunya. Tangisan Laura menggema di ruang tamu. Penampilan Sapta juga terlihat sangat kacau dengan rambut yang acak acakan. Di tangan kirinya menggenggam sebuah lembaran kertas, sedangkan tangan kanannya sibuk dengan ponsel. "Cari sampai ketemu! kalau tidak kalian tau kan akibatnya?" suaranya menggelegar memarahi sosok di seberang telfon. "Sapta kendalikan dirimu!, jangan sampai kamu lemah hanya karena perempuan tidak tahu diri itu." Ucap Diana yang mulai jengkel dengan tingkah putranya. Direbutnya kertas yang berada di genggaman sang putra. "Tolong baca agak keras nek, " pinta Laura. "Kamu memerintah saya?" geram Diana saat mendengar ucapan Laura. "Kalau gak mau biar aku yang baca, nenek tinggal mendengarkan saja!"Diana memberikan kertas itu kepada
"Keluar kamu!" Dengan perlahan kepala Laura muncul dari ruangan kecil miring lubang itu. "Terimakasih ayah," ucapnya saat berhasil keluar sepenuhnya. "Hem, ini sudah menjadi janjiku kemarin." Jawab Sapta sambil menggelanggang meninggalkan menantunya. "Huft aman, untungnya ayah benar benar menepati janjinya untuk melindungiku. *********Sedangkan si belahan bumi lain, seorang wanita paruh baya sedang memasuki sebuah rumah usang. Banyaknya sarang laba laba menjadikannya terlihat sedikit menakutkan. "Gak usah takut mbak, ini masih sering dibersihkan kok sama ibuk sebelum dia meninggal. Hanya saja setelah kepergiaannya saya suka sibuk kalau mau membersihkan." "Iya gakpapa kok, turut bela sungkawa ya atas meninggalnya bulik. Mbak bener bener gak tahu," "Terimakasih mbak, sebenarnya kami juga sering mempertanyakan dimana keberadaan mbak Lili, kok gak ada kabarnya sama sekali." Liliana mendesah. Memang sebegitu terkekangnya dia, sampai keluarganya yang tersisa di kampung tak lain bu