Pov HendraAnak itu kenapa aku sangat tidak asing dengan wajahnya. Aku mencoba untuk lebih mendekat ke arah panggung. Namun papa menahanku. "Kita di sini saja Hendra, nanti mendekat untuk berpamitan sekaligus memberi ucapan selamat. "Aku menurut. Apalagi Laura memberikan Kalila kepadaku dengan alasan ingin ke toilet. "Pa... coba papa lihat anak kecil yang berdiri di samping Dinda, kenapa aku merasa tidak asing ya?" Ucapku yang masih mencoba mengobati rasa penasaranku. Bukan hanya papa, mama dan nenek pun melihat ke arah panggung. Eskpresi terkejut tercetak jelas di wajah mereka. "Hendra, wajah itu mirip sekali denganmu waktu kecil. Mama seperti melihatmu lagi setelah 25 tahun silam." Ucap mama yang menjadi paling pertama menimpali. "Lihatlah si gadis kecil di samping mempelai pria, apakah mereka kembar? Meskipun wajahnya terlapisi make up tapi mata dan bibir itu adalah milikmu. " Jawaban ayah langsung membuatku menggulirkan pandang ke sisi lain sebelah kanan. Benar juga. Pikir
"Apa itu? " tanya mereka serempak. "Kita bawa hak asuh itu ke pengadilan, bilang jika Dinda meyembunyikan kehamilannya dari kita, "Usulan Hendra membuat mereka berfikir, kecuali Liliana dan Laura. "Tapi bukankah kamu dulu tidak menginginkan Dinda hamil? lantas bagaimana jika dia menggunakan alasan itu untuk menyanggahnya? " ucap Liliana turut berkomentar. "Alah, itu mah gampang, " kilah Hendra. **** "Mas udah ih, kamu kaya Reina deh dusel dusel mulu, " protes Dinda saat sang suami terus menempel padanya. Tapi protesan Dinda hanya sekedar angin lalu. Terbukti dari perilaku Hardian yang sama sekali tidak berubah tempat. Setelah acara selesai tadi, sepasang pengantin baru itu langsung menuju kamarnya. Untungnya si kembar sudah tidur nyenyak bersama omanya. "Kamu gak tau kan Din, aku itu suka sama kamu dari pandangan pertama. Sejak kamu masih menjadi istri Hendra, jadi jangan larang larang kalau aku sekarang nempel terus. Udah halal juga, anggap aja aku lagi balas dendam." Jawab
Pov Adinda"Mas, " dengan tangan yang gemetar, aku menyodorkan ponsel itu ke arah mas Hardian. Peraupan mas Hardian yang awalnya cerah sekatika merah padam. "Pa, memang gak tau diri ternyata si Hendra itu, "Perkataannya membuat beberapa pasang mata menoleh. "Apa maksudmu? " tanya papa Galih yang sepertinya belum paham dengan perkataan putranya. Namun setelah membaca pesan di poselku, senyum miringnya tercetak. Aku sampai ngeri melihatnya. "Biarkan saja, kita akan melawan jika mereka sudah bertindak. Dan untuk Pak Harto dan bu Sofiyah, saya harap untuk sementara waktu tinggallah di sini. Takutnya jika mereka menjadikan bapak dan ibu sebagai alat untuk merebut si kembar, "Aku mengangguk membenarkan perkataan papa mertua. "Maksudnya bagaimana pak, mereka siapa?" kulihat bapak masih belum paham juga dengan keadaannya. "Gini pak, Dinda tadi dapat pesan dari nomor yang tidak dikenal, mereka mengancam akan mengambil si kembar. Dan menurut saya itu tidak lain adalah keluarga Bagaskar
"Jadi isi surat itu apa mas? ""Nih baca sendiri, aku juga bingung soalnya. Seperti permintaan maaf, curhat, atau ucapan selamat lah, "Aku mengerutkan kening bingung, lantas ku buka lipatan kertas itu. To : Adinda AyumiTerimakasih kamu sudah selamat. Terimakasih telah berjuang membesarkan cucu cucu ibu. Maafkan ibu yang gagal menjadi mertua yang baik untukmu. Gagal juga dalam mendidik putra ibu untuk menjadi suami yang baik. Sebenarnya sejak awal ibu sudah tahu rencana Hendra. Makanya pernah memperingatkanmu untuk berhati hati. Namun ternyata terlambat, kejadiaan naas itu akhirnya terjadi juga. Ibu penasaran bagaimana ceritanya hingga kamu bisa bertahan sejauh ini. ibu yakin pasti sangat berat masa masa kehamilanmu, apalagi kembar. Izinkan ibu untuk kembali berbincang denganmu saat ibu terbebas nanti. Meskipun itu terdengar tidak tau diri, tapi setidaknya ibu berusaha. Ibu juga bahagia, akhirnya kamu menemukan jodoh yang pantas untukmu. Nak Hardian baik, ibu pernah beberapa kal
"Hei keluar kamu wanita j*l*ng!" "Adinda keluar kamu!"Aku yang masih berada dalam gendongan mas Hardian terkejut mendengar teriakan ibu. Begitu juga dengan kedua anakku. Aku buru buru meminta ibu untuk membawa mereka ke kamarnya. Mas Hardian menurunkan aku begitu saja, kakinya melangkah menuju pintu utama. Aku mengikuti di belakangnya, begitu juga dengan mama. "Maaf cari siapa? " tanya mas Hardian tegas. "Adinda istri kamu, perempuan gatal itu sudah membuat mas Hendra mengabaikanku, " jawabnya menggebu gebu. Oh ternyata istri mas Hendra, entah siapa namanya. Aku maju di samping suamiku. Wajahnya kian memerah kala melihatku. Tangannya juga diayunkan ke arah wajahku. Namun tangan kekar mas Hardian dengan mudah menangkapnya. "Jangan sampai tangan anda menyentuh seinci pun tubuh istri saya, atau anda akan berurusan dengan saya?""Istri yang kamu bela itu ingin merebut suamiku ! sejak kehadirannya, mas Hendra jadi mengabaikanku. Hanya anak anak kembar si*l*nnya itu yang ia sebut se
"Saya memiliki bukti buktinya, tolong pak Bambang, " ucapku meminta pak Bambang untuk memperlihatkan bukti buktinya. Sebuah video dan lampiran berisi screenshootan. Video itu diputar dengan volume yang sengaja dikeraskan. Terdengar percakapan antara mas Hendra dan istrinya saat ini. Wajah mereka seketika pucat pasi, begitu juga dengan seluruh keluarga Bagaskara. Pak bambang maju ke depan menyerahkan lampiran itu. Terlihat para jaksa berbincang satu sama lain. Hingga akhirnya... "Dengan ini, kami memutuskan jika hak asuh anak jatuh kepada Ibu Adinda Ayumi. Dan sidang kali ini kami tutup."Tok tok tokKetukan palu itu bagaikan angin segar yang menerbangkan jutaan beban di pundakku. Aku menangis terlalu bahagia. Mas Hardian menghampiriku, ia mendekapku sejenak. "Sudah aku katakan, mereka anak anakku. Jadi tidak akan ku biarkan siapapun mengambilnya dariku."Aku mengangguk. Seharusnya aku percaya dari awal pada suamiku itu, tapi rasa was was kehilangan kedua buah hatiku lebih men
Aku gelagapan mendengar pertanyaan putraku itu. Apalagi melihat wajah tengil mas Hardian. Ingin rasanya ku karungin saja suamiku itu. "Nanti Ena kalau sudah besal pingin deh nikah sama papa, "Belum sempat aku menjawab, kami sudah dibuat shock dengan penuturan sibungsu. Bisa bisanya dia berfikiran seperti itu. "Gak boleh dong, kan dia papa Reina. Lagian kalau Reina sudah besar, papa pasti sudah tua kaya opa.""Benarkah papa?" tanyanya yang masih berusaha memastikan kepada papanya. "Iya dong, Reina itu masih kecil jangan mikir nikah dulu. Belajar yang rajin agar cita citanya tercapai, oke! ""Oke papa." ***********Pov AuthorSedangkan di belahan bumi lain, Hendra masih saja marah marah kepada istrinya. "Apa yang sebenarnya kamu lakukan sih sampai Reina ketakutan begitu ha?" teriaknya dengan intonasi yang meninggi. "Emangnya kenapa mas? aku hanya datang ke rumah mereka, memberi peringatan pada mantan istrimu itu agar tidak berusaha menggodamu lagi menggunakan anak anaknya. Apa it
Laura terus memacu kecepatan mobilnya. Tujuannya saat ini adalah bandara. Ia merasa tidak akan lagi tempat yang aman di negara ini jika sudah berhubungan dengan keluarga Bagaskara. Diliriknya putri kecilnya yang tertidur di kursi belakang. Sejahat jahatnya, ia adalah seorang ibu yang menginginkan kehidupan yang normal untuk anaknya. Namun rupanya keberuntungan sedang tidak berpihak kepadanya. Terlihat beberapa bodyguard berdiri berjejer menghadang laju mobilnya. "Si*l4n, " umpat Laura sambil memukul setir kemudi. Mau putar balik pun tidak mungkin. Ia tetap kalah jika harus melawan para bodyguard itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menyerah, mungkin akan ia pikirkan ide yang lain nantinya. "Silahkan keluar nyonya! biar saya yang gantikan menyetir," ucap salah satu di antaranya. "Tidak mau.""Ini perintah dari Tuan Sapta, beliau juga bilang harus memaksa jika anda menolak." "Ya udah minggir saya mau keluar, " ucap Laura ketus. Bodyguard itu berpindah ke samping, memberi jalan ke