Share

bab 6. Siapa Mengambil ATM

Flash back on

Malamnya, mas Arya berangkat ke Bali, bersama rombongan yang menyewa mobil dari kantor mas Arya.

Aku pun menunggu di rumah, dan berkenalan dan bertamu dengan tetangga sekitar sehingga aku tidak menunggu sendirian di rumah.

Sepulang dari Bali, mas Arya membelikan banyak sekali oleh-oleh, daster bali dan selimut bali untukku, makanan ringan dan ayam betutu.

Aku bahagia sekali. "Mas, banyak banget bawaannya. Banyak ya penghasilan nyupirnya? " tanyaku. Berharap ada sisa untuk di tabung atau dibuat belanja kebutuhan hidup sehari-hari.

" Ya udah habis, tinggal 100 ribu buat pegangan bensin. Kan buat beliin oleh-oleh dan snack buat kamu, dek," sahutnya santai.

"Waduh Mas, boros banget sih, emang 3 hari nyupirin orang dapat berapa? harusnya dikasih aku semua. Nanti biar aku yang atur berapa untuk bensin, berapa untuk belanja bulanan, berapa untuk ditabung." Jawabku sewot.

"Untuk saat ini, mumpung belum ada anak, kita nabung dulu lah, Mas, kan masih belum butuh daster." Sahutku lagi.

"Halah, gampang, besok kan aku nyari uang lagi. Untuk makan besok, pakai uang tabungan mu dulu kan bisa." Jawab mas Arya.

Sebenarnya aku geregetan, tapi mau gimana lagi.

Seminggu setelah kejadian itu, mas Arya pulang dengan wajah muram.

"Mas, ada apa sih kok murung? ini aku buatin teh anget sama pisang goreng." Aku mendekat sambil meletakkan sepiring pisang goreng dan segelas teh anget.

" Kayaknya kantor terpaksa tutup, Dek." Jawab mas Arya.

Aku terkejut. "Lo, kok bisa? " tanyaku. "Iya, soalnya istrinya temenku, Andre, minggat, kabarnya sih ke Kalimantan. Jadi mau disusul sama Andre ke sana." Jawab Mas Arya.

"Loh, kan tinggal dijemput terus dibawa pulang kembali to istrinya mas Andre, tanpa harus tutup kantor?" tanyaku.

" Ini masih desas dasus istrinya minggat ke Kalimantan, iya kalau benar, kalau istrinya minggat keluar daerah kan harus cari lebih lama lagi. Di kantor itu cuma 2 orang yang kerja. Aku sama Andre. Andre bagian melobi dan mencari orang yang mobilnya disewakan atau yang mau kursus mobil. Nah , aku bagian yang nyari penumpang dan nyupirin orang yang nyewa." Sahut mas Arya.

" Kalau gak ada Andre, ya aku bingung dek, yang punya kenalan orang bermobil kan dia. Aku gak ada kenalan. Lagian aku kesulitan kalau harus menghandle pekerjaan sendirian." Sambungnya lagi.

"Emang kenapa istrinya minggat?" tanyaku.

"Kata mas Andre karena istrinya minta uang bulanan lebih banyak dari yang diberikan mas Andre selama ini." Jawab mas Arya.

'Sebenarnya aku juga kepikiran minggat Mas, udah susah dibangunin sholat, boros lagi,' batinku. Tapi ini masih 3 bulan nenikah, aku harus bertahan, siapa tahu mas Arya berubah.

" Haduh , terus gimana Mas rencana ke depannya?" tanyaku.

" Ya, Aku mau ngelamar kerja," jawab mas Arya.

"Terus untuk kebutuhan sehari-hari?" tanyaku.

"Ya pakai pesangon mu dulu lah, uang tabunganmu selama bekerja kan ada?" Jawab mas Arya.

Aku benar-benar kecewa. Mas Arya seharusnya tidak boros dan bisa menabung. Jadi kalau ada kejadian kayak gini, aku gak bingung.

Besoknya, saat bersih-bersih rumah, aku

meminta bantuan mas Arya.

"Mas, kamu kan udah ga kerja, yuk, bantu nyapu, kamu nyapu halaman, dan aku nyapu dalam rumah." Pintaku.

"Bentar, lagi cari kerjaan baru ini lo," jawab mas Arya.

"Iya kan kerjaan barunya bisa dicari lagi nanti. Sekarang, waktunya bantu aku. Ntar aku juga bisa kok bantuin Mas cari kerja." Sahutku.

"Apaan sih, males dek, bersih-bersih itu tugasnya cewek, tahu!" sentak mas Arya.

Deg...

Serasa ada yang menghantam hatiku. Ternyata mas Arya penganut paham patriarkhi.

Akhirnya, daripada aku lelah adu mulut, akhirnya aku bersihkan rumah sendiri, masak dan nyuci baju sendiri.

Sudah seminggu mas Arya belum mendapat kerja, aku semakin khawatir karena tabunganku pun semakin berkurang.

Aku sebenarnya ingin mencari kerjaan juga. Tapi aku juga takut mas Arya akan meremehkan nafkah untukku jika aku bekerja.

Suatu pagi, saat aku aku hendak ke pasar, aku kebingungan, karena atm yang selama ini di dompet hilang.

"Mas, kamu tahu atm aku gak? "tanyaku pada mas Arya.

" Gak tahu tuh, emang kamu taruh dimana?" tanya mas Arya.

" Di dompet, gak pernah aku keluarkan kok, " sahutku. Lalu mencari ke seluruh penjuru rumah. Tapi nihil, tetap tidak ketemu.

"Mas, anter ke bank terdekat dari sini yuk, buat bikin atm baru." Pintaku.

"Emang, kamu bawa buku tabungan?" tanya mas Arya.

"Duh, mati aku, aku lupa bawa buku tabungan." Sahutku.

"Ya sudah, Mas keluar dulu, ada temen nawarin kerjaan." Katanya.

Sepulang dari rumah temannya, mas Arya membawa sate ayam dan ayam bakar.

"Wuah, dapat darimana sate dan ayam bakar ini, Mas? " tanyaku curiga.

" Dapat dari kerjaan tadi sama temen, " sahutnya santai.

"Mana ada kerja sehari bisa bawa pulang sate sama ayam bakar, apa kamu yang ngambil atmku?" tanyaku hati-hati.

"Ih, enak aja nuduh sembarangan, ga punya bukti juga," sahut mas Arya.

" Kalau gitu, antar aku pulang ke rumah, untuk ambil buku tabungan dan bikin atm baru. " Pintaku.

" Nggak usahlah, buat apa sih, " sahutnya santai.

"Atmku penting bagiku, Mas, aku gak ada pegangan uang lain, dan mas juga ga punya tabungan." Sambungku.

"Ada wes, nanti aku minta transfer dulu sama sodara-sodaraku. "Sahutnya.

Aku menangis dalam hati. Aku sungguh curiga mas Arya yang mengambil Atmku. Karena mas Arya pun tahu nomor pinnya. Dalam hati aku menyesal kenapa aku beritahukan nomor pinku ke mas Arya.

Aku pikir awalnya suami istri saling memiliki dan terbuka dalam segala hal. Tapi ternyata tidak.

Semakin mas Arya tahu tabunganku, dia semakin santai dan idak mau memberiku uang.

Kecurigaanku bertambah saat melihat akun f******k mas Arya yang ditandai oleh temannya.

next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status