Share

4

Author: Anik Safitri
last update Last Updated: 2023-10-03 06:22:23

Aku menggeleng pelan.

"Bukan Ma," jawabku

"Bukan bagaimana?"

"Manda kesini lagi bukan untuk meminta ma'af. Memangnya apa salah Manda?" tanyaku tanpa rasa berdosa.

Mama mertua tampak salah tingkah.

"Baiklah. Yasudah kalau begitu, kamu mau perlu apa sayang? Katakanlah? Kamu mau beli perhiasan baru atau berlian? Hemm atau kamu mau beli hunian baru? Agam adalah anak mama. Dan kamu juga menjadi anak mama. Apapun itu akan Mama kabulkan," katanya lagi.

Aku lelah. Semua disangkut pautkan dengan materi.

"Ma, bisa tidak pertanyaan Mama diganti? Aku bosan loh Ma. Coba sekali-kali ditanya. Aku bahagia atau tidak? Andai ada, aku hanya minta bahagia. Itu saja," sahutku

Mama mertua terdiam.

"Mbok ya belajar bersyukur Nda. Diluar sana banyak yang ingin menjadi seperti kamu," tegurnya tiba-tiba.

"Ya itu yang namanya hidup sawang sinawang. Yang hidup enak belum tentu enak. Pun sebaliknya. Menikah dengan Mas Agam memang menjanjikan kemewahan tapi hidup tak selalu tentang itu, Ma. Karena sepi memang mengerikan," jawabku

"Terserah kamu Nda. Kamu sekarang aneh."

"Ini mungkin punya Mama," ucapku sembari menyerahkan isi paket itu

Dahi Mama mertua yang memang mulai sedikit keriput itu mulai berkerut.

"Apa ini Nda?" tanyanya membolak-balik bungkus baju bayi itu. Padahal jelas dapat diterawang bahwa itu adalah pakaian bayi.

"Sepertinya Mama harus berhenti dulu ikut arisan," ucapku tiba-tiba.

Mama mertua semakin terlonjak.

"Loh memangnya kenapa?"

"Lebih baik Mama pergi ke optik saja, memeriksakan mata," jawabku sedikit kesal.

"Sensitif sekali kamu Nda. Aku ini mama suamimu, laki laki yang memberikan kamu nafkah tiga digit setiap bulanya. Ini bukan punya Mama, Nda. Mana ada mama beli pakaian bayi? Untuk anak siapa? Anak kucing?" tanyanya.

Selalu begitu. Mama mertua terus saja mengungkit nafkah yang diberikan oleh Mas Agam terhadapku.

"Tapi di alamat tertera nama anak mama loh. Siapa tau mama tau."

"Agam itu suami kamu Nda. Seharusnya kamu yang lebih tau. Bukanya Mama. Ada ada saja. Huft,"

Kelihatanya Mama mertua mulai kesal. Ia melangkah menuju dapur lagi.

"Kamu jangan apa-apa langsung diambil hati Nda. Langsung curiga. Lagipula kamu menikah dengan Agam itu sudah lama. Dewasa sedikitlah. Paling juga orang iseng atau salah kirim juga bisa," kata Mama mertua.

"Apa salahnya waspada Ma? Aku tidak mau, dan tidak akan terima di bodohi."

Aku tak mau kalah.

Mama mertua tiba-tiba menghentikan aktivitasnya. Dia berbalik badan, menatap ke arahku.

"Kamu pikir, Agam itu adalah suami yang jahat Nda? Saya ibunya, saya yang melahirkanya. Bagaimana bisa kamu bilang seperti itu jika dia sangat bertanggung jawab penuh atas kelangsungan hidupmu," jawab Mama mertua dengan penuh penekanan.

Aku mundur beberapa langkah, agar tidak tersulut emosi yang sama. Meskipun nuraniku menjerit, bertolak belakang dengan apa yang disampaikan mama mertua. 

Tak semua kejujuran dinilai dari mata rupiah.

"Manda, tiga hari ke depan kamu jangan kesini ya, mama mau keluar kota. Ada acara dengan teman-teman Mama," ucap Mama mertua tiba-tiba.

Aku masih tertegun. Ke luar kota? Lantas di luar itu tenda untuk acara apa? Tak mungkin mama mertua menyewa hanya untuk percuma.

Aku diam. Hanya anggukan kecil.

"Benar loh Manda, jangan kesini. Takutnya nanti kamu kesini tapi Mama tidak ada. Kan kasihan," tambah mama mertua lagi.

"Takut aku kecewa apa takut aku tau Ma?" tanyaku menegaskan.

Aku menghormati Mama mertua, tapi tidak untuk aku takuti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   50

    Agam melongo. Apakah nasibnya akan seperti sang Mama? Terbaring di rumah sakit seperti ini?Bagaikan sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Ditinggal istri dan sekarang harus kehilangan satu satunya sumber penghasilan.Belum usai, seorang dokter keluar dari ruang rawat mamanya. Masih dengan wajah sedih bercampur bingung, ia menghadap sang dokter."Keluarganya Bu Melani?"Agam mengangguk"Iya. Saya anaknya," jawab Agam"Ibu anda terserang stroke. Dan mungkin harus selalu didampingi ya Pak. Karena tubuhnya sulit untuk digerakan.""Dok, tapi mama saya sebelumnya tidak punya penyakit darah tinggi. Mana mungkin mama saya terkena stroke tiba tiba?" tanya Naya masih tak percaya. Ia tak bisa membayangkan mamanya yang semula bisa beraktivitas tiba tiba harus berubah tak bisa untuk apa apa"Penyakit stroke bisa menyerang siapa dan dengan latar belakang apapun Mbak. Lagipula umur ibu anda sudah tidak muda lagi. Mungkin sebelumnya ada berita yang mengagetkan. Bisa jadi itu memacu tekanan darah beliau

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   49

    Neni menoleh kanan kiri dengan suara tersebut "Aku disini Mbak," ucap suara itu.Berapa terkejutnya Neni saat mengetahui Naya ada dibelakangnya. Lidah Neni saat itu terasa kelu."Kenapa Mbak? Biasa saja wajahnya. Tidak usah kaget," lanjut Naya dengan senyum mengejeknya."Nay, kenapa kamu ada disini?"Lagi lagi Naya tersenyum penuh remeh"Memangnya kenapa Mbak? Ini tempat umum. Bukan milik Mbak Neni. Jadi wajar aku ada disini," lawan Naya."Untuk apa kamu di ATM? Kamu pasti sengaja ngikutin aku ya?""Tak perlu aku jelaskan bukan apa fungsi ATM. Lagipula bukan hanya Mbak Neni kok yang punya uang. Aku juga punya. Uang halal malahan. Percuma kan uangnya banyak, bisa beli barang branded ternyata uang dari simpanan. Upps." kata Naya lagi Ng dengan sengaja menyindir Neni."Memangnya kenapa? Itu juga karena kesalahan Abang kamu. Tidak bisa mencukupi kebutuhan istrinya." sengit Neni tak mau kalah.Naya menggeleng walau tak percaya. Ternyata ada iblis di balik polos dan cantiknya wajah seorang

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   48

    Tak ada perlawanan dari Bu Melisa, kecuali menurut untuk turun dari panggung."Ini yang mau Mama cela? Lihatlah bahkan lebih dari Mas Agam," kata NayaBu Melisa hanya melengos. Ya mau bagaimana memang Yoga lebih mapan adanya.Sementara Neni tak perduli. Mau suaminya kalah dengan suami Manda sekalipun, ia tak perduli. Toh ia sudah ada yang baru.Baru saja hendak menyuapkan satu suapan ke mulutnya, Bu Melisa mendapatkan telepon dari salah satu anak buahnya bahwa salah satunya rumah makan mereka yang ada di pusat, yang paling terbesar kebakaran.Bu Melisa tentu shock bukan main. Satu sendok di tanganya gagal masuk ke mulut. Bahkan sekedar untuk memberi tau anak anaknya pun lidahnya terasa kelu.Bu Melisa hanya mampu menepuk bahu Naya yang ada di sampingnya"Ada apa Ma?"Bu Melisa masih diam. Sulit sekali untuk berucap. Karena merasa aneh, Bata mengambil alih handphone mamanya. Dan ia mendengar sendiri bahwa rumah makan mereka sedang kebakaran.Tak banyak tingkah, Naya segera mungkin memb

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   47

    "Neni bekerja Nay. Dia itu model beberapa baju temannya," bela Agam.Naya hanya melengos. Ia menghela nafas dengan kasar"Gaji dari model baju bisa untuk membeli baju branded seperti itu ya Mas? Mbak Neni bukan artis dengan bayaran fantastis. Artis saja mungkin berfikir berkali kali untuk membeli barang semewah itu. Coba Mas Agam lebih perhatikan Mbak Neni. Lebih tepatnya selidiki. Percaya boleh. Tapi dibodohi jangan mau mas. Jangan hanya menerima begitu saja." kata Naya lagi.Agam hanya mengangguk. Ya Naya memang baru tau hanya pakaian yang diberikan kepada Mama. Belum pakaian yang kemarin. Yang bahkan sempat dibelikan untuk dia.Sepulang dari rumah Mama, Agam mengutarakan rasa penasarannya juga karena aduan dari Naya tersebut."Neni, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Agam dengan pelan"Langsung tanya saja kenapa sih Mas.""Gaji kamu berapa jadi model Nen?"Neni yang ada di sebelah Agam langsungenoleh tajam menatap sang suami."Kenapa Mas Agam tanya seperti itu? Tumben. Aneh. Dan pe

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   46

    "Tumben sekali. Apa kamu tidak mengajakku untuk turut serta Nen?" tanya Agam sembari menikmati makanan."Duh, bagaimana ya Mas. Teman temanku tidak ada yang membawa suami. Jadi aku tidak enak kalau membawa suami sendiri. Ka.u dirumah saja ya. Ehm sebagai gantinya nanti aku belikan oleh oleh yang mahal tentunya dari hasilku menjadi model baju. Bagaimana?" tawar Neni.Agam mengangguk."Bolehlah."Neni tentu tersenyum penuh kemenangan.'Dasar kere. Disogok pakai barang mahal langsung nurut begitu saja,' gumam Neni."Oh iya Nen. Aku sudah bercerai dengan Aisyah," ucap Agam tiba tiba."Oh iya? Baguslah kalau begitu." jawab Neni dengan santai."Kok responmu biasa saja Nen? Bukankah ini yang kamu harapkan dari dulu?"Neni sedikit salah tingkah."Bukan begitu Mas. Tapi aku sadar, aku sudah bersuami. Itu artinya aku juga harus lebih dewasa dari sebelumnya. Lalu mau Mas Agam aku harus bagaimana? Jingkrak jingkrak begitu? Yang ada ditertawakan ayam mas," elak Neni. Padahal dalam hati juga Neni b

  • AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA   45

    Tentu Manda kebingungan dengan Naya yang ada dihadapannya tersebut."Nay, tenang dulu. Ada apa?"Naya mengusap air matanya."Romi, Mbak."Mendengar itu, Manda yang justru gemetar."Iya benar. Harusnya dari awal aku harus hati hati. Menyelediki di setiap sisinya. Di hari pertunangan, justru dia baru mengaku bahwa menikahiku untuk dijadikan istri ke tiganya. Aku malu Mbak. Malu sekali kepada Mbak Manda,"Manda masih mengggenggam tangan Naya."Tidak perlu malu Nay. Aku juga tidak akan mengolokku. Pak Romi adalah tetanggaku. Jadi aku tau,"Mendengar itu justru tangis Naya semakin pecah."Nay, sudah. Itu artinya Tuhan sudah menyelamatkanmu dari hal yang salah. Kamu tidak perlu malu. Tidak perlu menyesal. Tapi kamu harus bersyukur," pesan Manda.Naya hanya mengangguk kecil."Aku juga minta maaf ya Mbak. Atas topengku. Atas kemunafikan ku. Terutama keluargaku."Manda mengambil nafas panjang. Sejenak netranya terpejam."Iya." jawab Manda singkat."Berat ya Mbak? Iya dan aku sudah merasakanya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status