##BAB 40 Kondisi CahayaSayup-sayup kudengar suara beberapa orang berbincang-bincang. Aroma minyak kayu putih pun mulai tercium nyengat di hidungku. Kurasakan kepalaku berdenyut, tubuhku lemas.Perlahan aku membuka mata, ada Carissa dan Bu Wak sedang menungguku.“Alhamdulillah, sudah sadar, Mbak!” seru Carissa seraya mengelus dada.“Jangan banyak pikiran, Nak. Serahkan semua ke Allah, pasrah dan ikhlas.” Bu Wak membelai lembut rambutku.Aku masih bingung, apa yang sudah terjadi denganku?Mencoba mengingat kembali kejadian demi kejadian yang aku alami tadi.Ah ... ya, bukankah tadi aku berada di rumah sakit? Lalu, kenapa sekarang sudah berada di rumah?“Mbak Nayla sudah enakan? Apanya yang sakit? Masih pusing?” tanya Carissa terlihat khawatir.“Ehm ... sudah mendingan. Kenapa aku sudah di rumah?” kataku balik bertanya.“Iya, waktu Mbak Nayla pingsan tadi, aku bergegas memanggil Gilang. Akhirnya Mbak digotong deh masuk ke dalam mobil dan dibawa pulang sama kita. Mbak tenang aja, udah Ca
##BAB 41 OperasiSesampainya di rumah sakit, Carissa sedang memarkirkan mobil. Aku beranjak turun untuk segera masuk ke dalam Rumah Sakit. Sesampainya di sana, aku menuju ke ruang IGD. Di sana sudah ada Bu Wak yang sedang menggendong Vano, Bu RT dan suami, serta dua orang tetanggaku yang lain.Alhamdulillah ya Allah, aku masih dikelilingi orang-orang yang baik seperti ini.“Bagaimana, Wak kondisi Cahaya?” tanyaku kepada Bu Wak dengan khawatir.“Masih diperiksa, Nak. Tadi ada Dokter umum yang kebetulan jaga, sedang memeriksa kondisi Cahaya, tapi setelahnya dia juga memanggil Dokter Spesialis lain untuk membantunya. Semoga Cahaya tidak kenapa-napa,” jawab Bu Wak tak kalah sedih.“Mbak Nayla yang sabar, Cahaya pasti akan baik-baik saja,” ujar Bu RT mengelus pundakku. “Makasih banyak ya, Bu RT, Pak RT, Mbak Mira dan Mas Alif, saya nggak tahu harus bagaimana jika tak ada kalian,” ujarku sedikit tenang.“Iya, sama-sama. Mira nggak tahu kalau Bu Wak ini asisten Mbak Nayla. Mira lagi cari tu
##BAB 42 Tindakan“Bagaimana?” tanya Dokter Eko kembali memastikan.“Baik, Dok. Saya setuju, segera lakukan tindakan operasi.” Aku mengangguk pasrah, menyetujui semua tindakan Dokter demi kebaikan Cahaya.Dokter Eko tampak menuliskan sesuatu di atas filenya.“Operasi akan dilaksanakan besok pagi dan berlangsung selama kurang lebih dua jam, saya beserta tim akan berusaha semaksimal mungkin.”Setelah selesai, aku dan Carissa keluar dari ruangan dan memilih menunggu di ruang tunggu.Carissa kembali berjalan mondar-mandir sambil sesekali meremas jarinya.“Mbak ...,” panggil Carissa.Aku hanya mendongak menanggapi panggilan Carissa.“Mbak sudah minta surat keterangan dari Dokter Ellen untuk dibuat bukti menjebloskan mereka?” tanya Carissa membuatku berpikir sejenak.“Iya ... Mbak sampai lupa. Saat ini kondisi Cahaya lebih penting, Mbak mau fokus terlebih dahulu untuk kesembuhan Cahaya,” jawabku tanpa ekspresi.“Lalu, bagaimana kalau mereka kabur?” tanya Carissa membuatku tercengang.Ah ..
##BAB 43 Menyusun Strategi“Kenapa Carissa tak kunjung kembali?” tanyaku lirih. Tiba-tiba saja aku jadi khawatir. Mendadak hatiku cemas, karena tak biasanya dia mengabaikan pesan maupun panggilan telefon dariku.Klek ... kriet ....Suara pintu terbuka dari luar, Carissa muncul dengan wajah lelah dan napasnya ngos-ngosan. Gilang berdiri di belakangnya dengan wajah serius.“Alhamdulillah, syukurlah kamu udah datang. Nggak kenapa-kenapa, kenapa mukamu tegang?” tanyaku penasaran.“Gawat, Mbak!” ujar Carissa masih dengan wajah tegang.“Gawat kenapa? Duduk, sini dulu. Yuk, minum!” ajakku meraih tangannya untuk duduk di sofa.“Ini siapa?” tanya Ayah menunjuk ke arah Gilang.“Oh, maaf, Pak. Perkenalkan nama saya Gilang, karyawan di Resto Mas Frengky,” ujar Gilang menyalami tangan Ayah sembari menunduk. Bibirnya mengulas senyum tipis, terkesan santun.“Oh, ya ... duduk!” kata Ayah menepuk pundak Gilang pelan.“Apa apa, sih?” tanyaku setelah memastikan Carissa sedikit lebih tenang.“Gawat, Mbak
##BAB 44 Operasi CahayaHari ini jadwal operasi Cahaya akan dilaksanakan, semoga saja hasilnya baik dan tak ada kendala serius. Aamiin, ya, Rabb.Ayah dan Gilang belum juga kembali dari kemarin, mereka juga tak memberi kabar apa pun. Aku jadi was-was memikirkan kondisi mereka.“Sarapan dulu, Mbak!” ujar Carissa membawa tiga bubur ayam di dalam sterefoam. Mungkin dia membelinya di kantin belakang.“Iya, Dek!” ujarku seraya beranjak dari kursi, menghampiri Carissa yang sedang asyik menikmati semangkuk bubur ayam di sofa.“Eh, Gilang belum kasih kabar?” tanyaku sambil membuka bubur ayam.Aroma khas membuat perutku keroncongan, nikmat sekali jika dilihat dari tampilannya yang begitu menggoda.“Belum, tuh. Terakhir kemarin kita chat, sih. Dia Cuma ngirimin ini, bentar,” kata Carissa seraya mengusap layar ponselnya dan mencari sesuatu.Dia menunjukkan ponselnya padaku, terpampang dengan jelas dua orang yang menjadi musuh bebuyutanku saat ini. Mas Frengky dan Rosa, tampak menunduk dan ketaku
##BAB 45 Nayla Terpuruk“Bagaimana kondisi putri saya, Dok?” tanyaku kepada Dokter.“Operasi sudah dilakukan, kami berhasil mengeluarkan darah yang membeku di kepalanya. Tapi, mohon maaf ....” Raut wajah Dokter terlihat tak lesu.“Kenapa, Dok? Anak saya baik-baik saja, kan?” tanyaku dengan panik.“Cahaya mengalami komplikasi, sebagian syarafnya sudah parah dan tidak bisa berfungsi sehingga menyebabkan lumpuh sebagian pada beberapa anggota tubuhnya. Kondisinya saat ini sedang kritis, kami harus melakukan perawatan secara intensif di ruang ICU. Tidak mungkin memindahkan Cahaya ke ruang kamar inap jika kondisinya belum sadar seperti ini. Ibu yang sabar, ya, banyak berdoa. Semoga ada mukjizat dari Allah untuk kesembuhan Cahaya.” Dokter menepuk pundak ku pelan, berusaha memberikan dorongan semangat kepadaku.“Apa tidak ada tindakan lain yang perlu dilakukan, Dok? Agar putriku bisa segera sadar dan kembali pulih seperti semula?” tanyaku dengan suara serak.“Mohon maaf, Bu. Bukannya kami ing
##BAB 46 Sidang PengadilanSetelah menghadiri undangan di Pengadilan untuk menerima akta cerai, aku pun bergegas menyusul Ayah ke kantor polisi. Biar saja Carissa fokus memantau kondisi Cahaya di Rumah sakit dengan ditemani Gilang. Aku yakin, adik perempuanku itu pasti kuat dan baik-baik saja. Apalagi ditambah dengan hadirnya tambatan hati, si Gilang. Anggap saja waktu pendekatan untuk mereka agar saling mengenal lebih jauh.Ibu tidak mau ikut, dia kekeh mau di rumah saja karena ingin merawat tanamanku di taman lantai atas, karena semenjak masalah ini datang dan Rosa pergi, taman menjadi tak terurus dan terbengkalai. Ibu memang suka sekali berkebun atau sekedar merawat tanaman hias, mungkin hobiku itu lah salah satu turunan darinya. Ya sudah, mau bagaimana lagi, jika Ibu ingin seperti itu. Akhirnya aku pergi sendiri dengan mengendarai mobil jazz kesayanganku.Sesampainya di Kantor Polisi, aku celingukan mencari keberadaan Ayah, hingga salah satu petugas berhasil membantuku. Aku dipers
##BAB 47 Pembelaan Frengky“Karena kamu terlalu sibuk dengan duniamu. Aku lelaki normal, Nay. Aku juga butuh perhatian dan kasih sayang darimu. Tapi kamu nggak bisa menuhin semua itu, hingga Rosa datang dan perlahan masuk ke dalam hubungan kita. Aku minta maaf, aku memang salah, tapi kamu juga harusnya mikir. Aku seperti ini juga karena ulahmu! Kamu pikir selama waktu empat bulan sedikit untuk melayani diri sendiri? Aku seorang suami, ingin istriku melayani seluruh keperluanku. Apa bedanya aku dengan lajang jika sudah mempunyai istri pun masih harus menghadapi semuanya sendiri. Kepergian Pelangi tak bisa kamu jadikan alasan, Nay. Bukan hanya kamu yang terpukul, aku juga. Bukan hanya kamu yang sedih dan terpuruk, aku juga merasakan, bahkan lebih dari yang kamu rasakan. Apa kamu nggak mikir? Bagaimana rasanya jadi aku? Setelah kepergian putriku, istriku pun seakan ikut pergi menyusul putriku. Raganya ada, tapi jiwanya seakan melayang turut serta terbawa sukma Pelangi. Aku hancur, Nay, a