Share

Eps 5. Penjelasan

Mereka membawa Anila pergi ke sebuah rumah. Rumah itu dibangun atas susunan beberapa buku sebagai batanya. Atapnya juga buku yang dibuka, beberapa tali penanda buku pada batanya keluar rumah. 

Ada sebuah teras kecil dari kayu dan tingkat kecil dari buku-buku kecil. 

Seorang wanita tua duduk di halaman rumah. Ia sedang membaca buku. Di hadapannya terdapat meja dengan tumpukan buku yang tingginya sekitar satu meter.

Anila lagi-lagi dibuat heran dan takjub, yang dia tahu buku, ya hanya buku diary. Anila tidak pernah menyangka ada alam yang benar-benar menjaga buku.

"Nenek," sapa kedua anak kembar itu. 

"Oh cucuku, kemarilah, Nak," hatur sang Nenek tua yang kulitnya telah keriput dan rambutnya yang panjang telah memutih.

Anila melangkah.

"Siapa yang bersama kalian?," tanya sang nenek.

"Maafkan kami nek," ujar salah satu dari mereka. 

"Ada apa, Cucuku?"

"Semua ini salah Takbaku, Nek," tuduh salah satu anak kembar itu yang bernama Baku .

"Tidak, Nek, ini salah Baku," sangkal Takbaku.

"Baku yang bawa dia, Nek!" cetus Takbaku.

"Baku yang mengambil buku Takbaku tanpa izin, Nek," terusnya. 

"Halah! Takbaku juga pernah mengambil buku Baku tanpa izin, Nek," tuduh Baku asal. 

"Kapan?" sangkal Takbaku cepat. Merasa tidak pernah mengambil buku Baku. 

"Halah, dulu..." Baku berfikir "Kapan ya?" Diakan hanya mengasal jawaban.

"Kapan?!" desak Takbaku

"Dulu–" Takbaku mengerutkan dahinya "Dulu kapan?" pikirnya,

"Dulu, waktu kamu belum lahir!" Baku mengasal lagi. 

"Hilih! Aku lo, pas belum lahir masih jadi sperma yang berebut."

"Iya berebut-kan?"

"Iya berebut sama temen-temenku lah, dan aku menang."

"Engga cuma kamu ya, kita berdua!"

"Oh iya. Kita ya, hehe aneh ya."

"Banyak orang yang sudah berebut dengan jutaan sperma lain yang ingin hidup."

"Heeh"

"Ketika sudah hidup, eh malah bunuh diri,"

"Iya ya, mereka saling tatap sedih."

Mereka sungguh tidak jelas sekali, tiba-tiba bertengkar, berdebat. Tiba-tiba terdiam, sedih dan akrab saling berpelukan.

"Sudahlah Cu, Baku, Takbaku. Katakan pada Nenek siapa itu?" tanya neneknya lagi, mengulangi.

Anila berkata, "Ini saya nek, Anila. Saya manusia nek."

Neneknya sangat terkejut "Oh tidak, manusia!"

"Bagaimana kalian bisa bertemu dengan manusia?"

Nenek itu sepertinya sudah tidak dapat melihat dengan baik lagi.

"Bawa dia kedalam," suruh Sang Nenek.

Kedua cucunya langsung saja menurut.

Baku dimintai untuk membuat minuman penghangat. Takbaku menyajikan makanan.

Nenek itu terbata-bata menjelaskan,

"Dengarkan aku, Nak, kamu sekarang telah sampai di dunia bookmagic. Ini  dunianya buku, dan semua buku ada di sini, Nak. Entah, Nenek tidak tahu bagaimana kamu bisa sampai di sini. Intinya, di sini tidak boleh ada manusia."

Anila menelan ludah "Mengapa tidak boleh?"

"Dewi Angin sangat membenci manusia, Nak"

 

"Dewi angin? Mata Anila melotot "Siapa Dewi angin?" potong Anila penasaran.

"Dewi Angin adalah penguasa dan pengendali alam buku ini, Nak, dia membenci manusia. Sebab, manusia sering merusak buku. Manusia tidak bisa menghargai pepohonan yang ditanam untuk membuat buku. Itulah mengapa Dewi Angin membenci manusia," jelas sang Nenek.

 

Anila mengerti sekarang.

"Kenapa harus Dewi angin, Nek?" Anila langsung bertaya lagi

"Ceritanya panjang Nak, siapa namamu tadi?"

"Anila, Nek,"

"Nak Anila... dengar. Sebenarnya ada 3 Dewi dalam energi kekuatan dunia. Namun, hanya Dewi angin yang mampu membuka buku tanpa membuat kertasnya menjadi basah atau terbakar. Jadi, Dewi Angin-lah yang mendapatkan the world of bookmagic ini.

* * 彡* *

Angin bertiup kencang, pusarannya mengelilingi kota buku. Memastikan sesuatu. 

Pusaran angin itu sangatlah indah, warnanya putih terang, di ujung pusaran terakhir terdapat lilitan bunga.

Itu adalah pusaran milik Dewi Angin. Dia tidak pernah marah ataupun menangis. Wajahnya yang tergores dalam semburat putaran selalu tampak tersenyum ceria. Dan ini pertama kalinya Dewi Angin tidak menampakkan senyumnya.

"Baku lihat keluar dulu, Nek" pinta Baku.

Dia kembali beberapa saat kemudian.

"Nek, Dewi Angin datang Nek,  dan Dewi Angin tidak tersenyum, Nek," tutur Baku, napasnya tersengal-sengal.

“Tidak tersenyum?" tanya Nenek panik.

"Iya, Nek, tidak."

"Bukankah ini pertanda buruk, Nek?" tanya Takbaku ikut bicara.

"Iya, ini pertanda yang amat buruk. Dewi Angin telah keluar, pasti ada suatu alasan dibalik semua itu. Dewi Angin telah merasakan hadirnya manusia di alamnya."

"Apa itu sangat berbahaya, Nek?” tanya Takbaku lagi. 

Anila hanya sibuk diam, mendengarkan. Masih tak percaya, juga tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa? dan kenapa?

"Ini amat berbahaya, Nak Anila." Anila menoleh kosong, menatap Nenek dan kedua cucunya.

 “Kamu tidak boleh ketahuan, terlihat oleh Dewi Angin. Kamu anak yang baik. Aku merasa kamu sangat menghargai buku. Bahkan aku merasa kamu sangat mencintainya," 

Anila pun merasa, itu benar.

"Tanpa kamu sadari, kamu pasti pernah menyelamatkan sebuah buku. Karena hanya orang yang pernah menyelamatkan buku yang masih dapat hidup disini.”

Anila menyeringai pias. Bertanya-tanya kapan dirinya menyelamatkan buku?

Belum sempat lama Anila berpikir. Nenek menyuruhnya segera kembali, sebelum Dewi Angin melihatnya dan menimbulkan masalah yang tak akan dia duga.

Anila meng-yaa. "Kalau begitu, Anila mau pulang, Nek," lontar Anila cemas.

"Tenang Nak, kamu dapat datang. Begitu pula kamu juga pasti dapat pergi."

 * * 彡* *

"Anila! Anila...,"

Tok tok tok!

Suara Ibu Anila yang mengetuk keras pintu kamar.

"Anila! Kamu di dalam kan?" tanya ibunya lagi.

"Ada apa, sih, Bu, kok teriak-teriak?" ujar Anala menghampiri Ibunya.

Ayar juga datang "Iya ibu, ada apa? Ayar tadi lagi minum sampe keselek, kaget.”

"Lihatlah kakakmu itu Yar, dia ga keluar kamar sedari tadi siang setelah pulang sekolah." Ibu menatap Anala "Dia belum makan Nal, dia sedari tadi ga keluar, ga mandi juga." Wajah ibunya berubah khawatir.

"Sini bu," Anala menyuruh ibunya menyingkir dari depan pintu,

"ANILA! BANGUN, HEH! TIDUR TEROS!" teriakkan kakaknya Anala membuat Ibu dan Ayar menutup telinga.

Dor dor dor!

Pintunya bergoyang hebat. Digedor oleh Anala. 

"Kak Anila, gasuka di kaya gituin tau, Kak Anila juga kan sebel ama kak Anala. Udah sini, biar Ayar aja," cetus Ayar.

"Hilih, sok. Sana kalau bisa," desis Anala malas, melihat adiknya itu.

"Oouuw..." ucap Anila kaget menembus buku itu lagi. Telah sampai di atas kasur kamarnya.

"Kak Ay-ar, ini..."

Anila menyadari dia telah pergi lama tadi.

bergegas membuka pintu.

"Iya Ayar." Anila membuka pintu "I-bu ka-kak" menelan ludah, langsung berpura pura lemas.

"Tuh kan, kak... Bener apa kata Ayar,"

Anala menjawab dengan lirikan tak suka. 

"Dari mana saja kamu!" sentak ibu Anila langsung saja. 

“Ibu, Anila kan dari tadi di dalam kamar, sedari tadi juga tidur... Aaah..” Anila berakting menguap, seperti lemas sehabis bangun tidur. 

"Sudahlah, Ayo makan saja ibu, Anilakan memang suka begitu, GAJELAS!" Anala mengajukan saran. Sudah sangat lapar dari tadi menunggu. 

"Ayo," ibunya langsung saja setuju, membalik badan. 

"Ibu," Anila menghentikan langkah Ibunya. 

"Kenapa? Ayo makan!” dengus Ibunya.

“Anila kenyang ibu,” Anila berkata ragu-ragu.

“Kenyang! Makan kapan kamu? Makan di mana? Sedari pulang sekokah saja tidak keluar kamar. Apa yang kamu makan? Makanin buku kamu? Hah? Kok bisa kenyang?!” Ibu Anila memarahinya, mulai mengepalkan tangan.

 

“Iya-iya ibu,  Iya, Anila makan... Sekarang Anila kelaparan....” Bergegas berlari menuju meja makan. 

Duduk menelan ludah, melihat begitu banyaknya makanan yang tersaji. 

“Padahal, tadi akukan udah makan banyak disana” desis Anila pelan

“Sana mana?” tanya Kakaknya, Anala, sembari mengunyah nasi.

“Oiya serumah kan ga ada yang tau, kalau tadi aku pergi,” pikirnya

“Tidak kak, lupakan,” jawab Anila. 

“Kakak loh, belum makan kak, makan di dalam mimpi itu ga ngenyangin tau kak.” Ayar ikut-ikutan memberikan saran yang membuat Anila mendengus sebal.

Ruang makan dipenuhi tawa ringan. 

Anila mengetuk perutnya penuh, tadi sudah menghabiskan makanan di rumah Nenek Baku dan Takbaku. Di rumah masih disuruh makan lagi.

"Aduuh," gumam Anila.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status