Share

BAB 5

Penulis: Zunistia.A
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-25 01:29:02

Damar duduk sendirian di sudut bar hotel mewah di kawasan Sudirman. Jasnya masih rapi, dasi dilonggarkan, dan gelas ketiganya baru saja datang. Matanya menatap kosong ke layar ponsel—tak ada pesan dari Nada.

Sudah seminggu sejak terakhir mereka bicara. Ia tahu ada yang berubah. Nada menjauh, seperti ada benteng tak kasat mata yang membuatnya tak bisa lagi menyentuh perempuan itu. Tapi Damar tidak bodoh. Ia tahu perubahan itu datang sejak Reza kembali muncul dalam orbit mereka.

Ia tahu siapa Reza sebenarnya. Lebih dari yang Nada tahu.

Dan ia menyimpan rahasia yang bahkan bisa menghancurkan pria itu… jika ia mau.

**

“Kau minum lagi, Dam?”

Suara itu datang dari perempuan yang duduk di sebelahnya—Amara, sekretaris baru yang terlalu cantik untuk posisi terlalu sederhana. Damar tahu niat wanita itu sejak awal, dan biasanya ia tak terlalu peduli. Tapi malam ini, sesuatu di dalam dirinya ingin melukai sesuatu… atau seseorang.

"Temani aku. Jangan tanya apa-apa," katanya singkat.

Amara tersenyum. “Tentu.”

Malam itu, mereka tak hanya minum. Mereka tenggelam di ranjang hotel, tubuh saling menyalurkan amarah dan kehampaan. Tapi bahkan saat Amara menggeliat di pelukannya, Damar menutup matanya… dan yang ia lihat adalah Nada.

**

Paginya, Damar duduk di balkon dengan sebatang rokok di tangan. Angin pagi Jakarta masih lembab, menyisakan kabut tipis. Ia membuka laptopnya, mengetik kata kunci rahasia: Gama & Reza Investasi — tahun 2019.

Data muncul. Laporan keuangan. Rekaman sidang internal. Dan satu dokumen P*F rahasia: Reza Setiawan — Tersangka Utama dalam Penarikan Dana Fiktif Proyek Timah Selatan.

Damar menyandarkan tubuh. Senyum dingin muncul di wajahnya.

“Kamu pikir kamu bisa main bersih setelah semua ini, Reza?” gumamnya pelan.

Ia lalu membuka email baru. Menulis satu kalimat pendek:

> “Kamu yakin lelaki itu nggak menyembunyikan sesuatu darimu, Nad?”

Dan menyisipkan file itu di bawahnya.

Tapi jari Damar ragu saat hendak menekan kirim.

Antara ingin menyelamatkan Nada… atau menghancurkan semuanya.

**

Namun sebelum ia mengambil keputusan, teleponnya berdering. Nama di layar membuat dadanya terasa aneh.

Mira.

"Sudah lama kita nggak main bareng ya, Dam," suara Mira terdengar manis di telinga, tapi mengandung racun.

"Apa yang kamu mau?"

"Aku? Nggak banyak. Cuma pengen kita kerja sama… lagi. Karena kamu dan aku tahu, Reza bukan sekadar mantan kita. Dia… adalah musuh kita yang sama."

Damar terdiam. Lalu matanya menatap ke kejauhan, dingin.

"Aku dengar kamu sudah mulai mengganggu dia lewat perempuan itu," ujar Damar.

Mira tertawa kecil. “Aku cuma membuka mata mereka. Dan sebentar lagi, kamu juga akan dapat bagianmu. Tapi untuk itu… kamu harus pilih sisi, Damar.”

**

Dan malam pun kembali turun di Jakarta.

Tiga hati, satu rahasia lama, dan permainan baru yang jauh lebih berbahaya baru saja dimulai.

(POV Mira)

Sudah tujuh hari sejak aku menjejakkan kaki di apartemen Reza.

Dan belum ada satu pun momen yang tak memuaskan.

Melihat wajah Nada memucat, melihat Reza kebingungan antara mengusirku atau memelukku, dan melihat betapa cepatnya retak-retak kecil mulai muncul dalam hubungan rapuh mereka… itu semua adalah makanan lezat bagiku.

Aku bukan wanita jahat. Aku hanya tidak percaya pada cinta yang berpura-pura bersih.

Aku tahu bagaimana Reza menyentuh. Karena dulu… dia menyentuhku seperti itu juga. Dan aku tahu cara kerjanya: dia memberi, lalu merebut. Meninggalkan cinta dalam luka. Tapi kali ini, aku tidak akan jadi korban. Aku datang bukan untuk mencintai… tapi untuk menuntut kembali apa yang pernah aku beri.

**

Aku duduk di kamar hotel, jendela terbuka lebar, hanya mengenakan kimono satin yang melorot pelan dari bahuku. Di atas meja, ada foto usang. Aku dan Reza. Tertawa. Muda. Naif. Tapi juga mematikan.

Kuhapus air mata yang nyaris jatuh. Aku tak boleh lemah. Tidak lagi.

**

Nada.

Perempuan itu menarik. Bukan karena cantiknya. Tapi karena dia polos. Terlalu bersih untuk dunia yang aku dan Reza tinggali. Dan justru karena itu… dia berbahaya.

Dia mengingatkanku pada aku yang dulu—percaya cinta bisa menyelamatkan.

Tapi cinta tidak menyelamatkan. Cinta membunuh pelan-pelan, dengan senyum manis dan janji palsu.

**

Aku menghubungi Damar bukan karena aku percaya padanya. Tapi karena kami punya musuh yang sama. Dan aku tahu, pria yang patah hati seperti dia… mudah dikendalikan. Tinggal disentuh di tempat yang tepat, dan dia akan menghancurkan segalanya untukmu.

Dia butuh alasan. Dan aku akan jadi alasan itu.

**

Tapi malam ini, aku ingin menguji batas. Menguji seberapa besar pengaruhku masih ada dalam darah Reza.

Aku mengirim pesan pendek:

> “Kamu masih suka bau tubuhku di bantalmu?”

Tak butuh waktu lama. Balasannya singkat:

> “Berhenti, Mir. Aku nggak bisa main kayak dulu.”

Tapi dia tak menghapus pesannya. Dan itu sudah cukup.

Karena saat seorang pria membaca pesanmu sambil menatap kosong ke langit-langit... kamu masih punya kuasa atas pikirannya.

**

Aku tersenyum, lalu turun dari ranjang, menyalakan musik pelan. Lagu Nina Simone mengisi kamar:

"I put a spell on you..."

Karena itulah yang sedang aku lakukan.

Aku menaruh mantra.

Dan sampai Nada menyadari siapa Reza sebenarnya… aku akan terus mengupas lapis demi lapis ilusi cinta mereka.

Sampai tak ada yang tersisa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 16

    (POV NADA)Pagi itu seperti pagi biasa—matahari naik malas dari timur, embun tersisa di ujung daun, dan suara radio kecil tetangga yang menyetel lagu nostalgia terlalu keras. Tapi tubuhku tidak biasa.Mual.Pusing.Dan dada yang terasa penuh seperti menahan gelombang kecil yang enggan reda.Sudah tiga minggu aku menunda menyadari ini. Mungkin karena tidak siap, atau mungkin karena tidak ingin terbukti benar. Tapi pagi ini aku berjalan ke apotek kecil di ujung jalan, membeli satu hal yang selama ini hanya kulihat di film-film drama malam hari.Tes kehamilan.**Aku kembali ke kamar. Sunyi.Wastafel kecil menampung air putih, dan tanganku gemetar saat membuka bungkusnya.Satu menit pertama, aku duduk di lantai, menunduk.Dua menit berikutnya… aku menatapnya.> Dua garis.Satu garis kehidupan.Satu garis kenyataan.Aku tidak menangis. Tidak marah. Tidak panik.Tapi dadaku sesak.Bukan karena takut. Tapi karena tahu: aku tidak bisa berpura-pura lagi.**Aku berdiri, berjalan pelan ke jend

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 15

    Langit Jogja pagi itu cerah tanpa ampun.Kereta berhenti perlahan di Stasiun Tugu, dan bersama embusan udara panas yang menyambut, aku turun dengan langkah ringan. Ransel di pundak, mata lelah, tapi hati—untuk pertama kalinya sejak lama—terasa lapang.Aku menginap di rumah singgah milik seorang teman seniman. Di pinggiran kota, dekat sawah, jauh dari suara klakson dan ritme hidup Jakarta yang menyesakkan. Tidak ada lift. Tidak ada ruangan kaca. Tidak ada Reza.Hanya suara jangkrik, harum tanah, dan waktu yang terasa lambat.**Di dinding kamar kecil itu tergantung lukisan cat air—potret seorang perempuan memejamkan mata di tengah angin.Seperti aku.Perempuan yang akhirnya belajar… bahwa untuk mencintai dunia, ia harus kembali mencintai dirinya sendiri lebih dulu.**Aku duduk di beranda, menggambar.Tanganku bergerak pelan di atas kertas. Sketsa wajah. Lembut, tajam, hidup.Itu wajahku sendiri. Bukan karena narsis—tapi karena aku ingin tahu siapa yang selama ini kulupakan.Lalu terde

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 14

    (Pov NADA)Pagi itu aku terbangun di tempat yang asing.Bukan karena tempatnya benar-benar asing. Tapi karena untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir… aku tidak perlu buru-buru bersiap untuk kantor, atau khawatir dengan pesan singkat dari Reza yang menuntut waktu, atau menghindari sorot mata Mira yang tajam.Pagi ini… hanya aku, dan napasku sendiri.**Aku menatap langit-langit kamar kos kecil yang kusewa seminggu sebelumnya. Sederhana. Catnya mulai mengelupas. Tapi di sini, aku merasa lebih tenang dari apartemen mewah manapun yang pernah aku tinggali.Ponselku sudah kupasang mode senyap sejak kemarin.Puluhan pesan dari Reza belum kubuka.Ada juga beberapa dari Mira. Dan bahkan satu dari Damar. Tapi aku belum siap.Bukan karena aku takut. Tapi karena aku masih menyusun kembali diriku—bagian-bagian yang sudah terlalu lama kutinggalkan demi menyenangkan semua orang kecuali diri sendiri.**Aku berjalan ke meja kecil dan membuka buku catatan.Sesuatu yang dulu selalu kulakuk

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 13

    POV REZAAku memutar gelas kosong di atas meja makan. Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, dan apartemen ini lebih dingin dari biasanya—bukan karena suhu ruangan, tapi karena tak ada suara dari kamar sebelah.Nada pergi.Dan yang lebih menyakitkan dari kepergiannya… adalah aku tahu dia benar untuk pergi.**Laptopku menyala. Halaman presentasi terbuka tapi tak satu pun kata yang masuk akal.Yang muncul di layar pikiranku hanyalah bayangan wajahnya:Saat ia membaca isi flashdisk itu. Saat matanya berubah dari lembut menjadi penuh luka.Lalu suara pintu tertutup.Lalu… hening.**Aku membuka pesan yang kukirim ke Nada.Masih centang dua. Belum dibaca.Tiba-tiba ada sesuatu yang mengganjal di leherku. Bukan fisik. Tapi semacam kegelisahan yang tumbuh dari perasaan tertahan terlalu lama.Aku bangkit, membuka lemari, dan menarik kotak tua dari laci bawah.Kotak itu berisi berkas lama: foto-foto, catatan kantor… dan sepucuk surat dari Mira yang belum pernah kubuka sejak tahun lalu.Tanganku

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 12

    Kafe makin sepi. Waktu berjalan pelan.Hanya suara sendok beradu dengan gelas, dan detak jantungku sendiri.Lalu pintu terbuka.Damar masuk. Basah kuyup. Jaketnya menggantung setengah, napasnya terburu.Mataku langsung bertemu matanya. Dan semuanya hening.Tak ada lagi ruang untuk berpura-pura.Dia duduk di depanku, tanpa banyak bicara.Tangannya gemetar, tapi bukan karena dingin.“Terima kasih udah datang,” kataku pelan.“Harusnya aku yang minta maaf.” suaranya rendah, serak.Aku memandangi wajah yang dulu pernah aku hafal luar kepala.Kini terasa asing, tapi tetap membuat jantungku sakit saat menatapnya terlalu lama.“Aku lihat rekamannya. Kamu dan Mira.”Damar mengangguk. Tidak membela diri.“Aku salah, Nad. Aku biarin semuanya jadi rumit. Aku pikir aku bisa... keluar tanpa menyakiti siapa-siapa.”Aku tersenyum tipis. “Tapi justru itu kesalahanmu. Kamu mencoba jadi orang baik di cerita yang kotor.”Damar menunduk.Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari saku—sebuah foto kecil yang su

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 11

    (POV Nada)Tanganku gemetar saat mencolokkan flashdisk itu ke laptop.Aku belum siap. Tapi tidak ada lagi tempat untuk mundur.Folder terbuka:/PRIVATE_RECORDINGS/001-Damar_Mira_RAW.mp4002-Incident_0406.mov003-Audio_RezaConfession.m4aDan satu file teks:READ_ME_FIRST.txtKubuka yang terakhir lebih dulu. Tulisan di dalamnya singkat.Hanya dua kalimat:> “Jika kamu ingin tahu siapa sebenarnya yang menghancurkan siapa, jangan hanya tonton. Dengarkan.”**Aku klik file pertama.Layar menyala.Rekaman dari kamera ruangan kantor tua. Waktu di pojok layar: 4 Juni 4 tahun lalu, 22:43.Mira masuk dengan langkah cepat, ekspresinya murka. Damar sudah di dalam, duduk di depan meja, wajahnya tegang. Ada botol minuman di meja, setengah kosong.“Kenapa kamu berhenti tiba-tiba? Setelah semuanya?” suara Mira keras.Damar berdiri. “Karena aku sadar ini salah.”“Salah?” Mira tertawa getir. “Jadi dua tahun hubungan kita itu... cuma salah langkah buat kamu?”Damar menunduk. Suaranya lebih pelan. “Kamu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status