Share

BAB 4

Author: Zunistia.A
last update Last Updated: 2025-04-25 01:20:01

Nada mulai terbiasa bangun di apartemen Reza. Bukan karena ia ingin menjadikan tempat itu rumah, tapi karena tubuhnya merasa aman di bawah selimut pria itu. Tapi pagi ini, saat ia berjalan ke ruang tamu dengan rambut masih kusut dan mengenakan kaus Reza, ia menemukan seseorang berdiri di sana.

Seorang wanita.

Tinggi, anggun, dan mengenakan gaun merah pas tubuh yang memperlihatkan bahu dan belahan dada yang terlalu disengaja. Rambutnya terurai panjang, dan matanya menatap Nada dari kepala sampai kaki… dengan senyum kecil yang menyebalkan.

“Maaf,” katanya dengan suara lembut namun menusuk. “Aku nggak tahu Reza sekarang suka perempuan biasa.”

Nada tercekat. Ia hanya bisa berdiri diam, sementara wanita itu berjalan perlahan ke arah dapur, seolah sudah mengenal tiap sudut rumah itu.

Reza muncul dari kamar, wajahnya kaget, lalu berubah jadi kaku. “Mira?”

“Hai,” Mira membalas dengan senyum tipis. “Tenang aja, aku nggak datang untuk merusak. Cuma… kangen. Lama nggak lihatmu, Rez.”

Nada berdiri di sisi lain ruangan, seperti orang asing yang tak sengaja menyaksikan kehidupan yang tak ia tahu pernah ada. Reza menarik napas panjang, lalu berkata, “Mira, ini… bukan waktu yang tepat.”

“Waktu yang tepat nggak akan pernah datang untuk kita, Rez,” jawab Mira, matanya menatap Nada tajam. “Dan kamu tahu, kamu belum pernah benar-benar ‘selesai’ sama aku.”

Nada merasa darahnya mendidih. Bukan karena takut kehilangan Reza… tapi karena Mira dengan sengaja menusuk bagian rapuh dari dirinya—rasa tidak cukup. Rasa kalah.

Malam itu, Nada tak bisa tidur. Ia duduk di ruang tengah, mengenang setiap sentuhan Reza, lalu membayangkan pria itu menyentuh Mira dengan cara yang sama. Itu menyakitkan. Tapi anehnya, juga… membakar.

Reza datang mendekat, duduk di sampingnya. “Aku bisa jelasin semua ini.”

Nada menoleh, matanya tajam. “Dia mantanmu?”

“Lebih dari itu,” kata Reza lirih. “Dulu kami... partner. Dalam bisnis. Dalam tempat tidur. Tapi itu dulu.”

“Dan sekarang?”

“Sekarang yang kuinginkan cuma kamu,” jawab Reza. Ia menyentuh paha Nada perlahan. “Kamu yang sekarang jadi rumah buatku.”

Sentuhan itu memicu sesuatu di dalam Nada—amarah, gairah, dan rasa ingin memiliki. Ia menatap Reza, lalu mencengkeram kerah bajunya, menarik pria itu ke dalam ciuman yang kasar, panas, dan nyaris seperti balas dendam. Ia butuh membuktikan sesuatu—pada Mira, pada dirinya sendiri, bahwa Reza adalah miliknya sekarang.

Mereka bercinta malam itu bukan seperti sebelumnya. Kali ini, penuh emosi mentah, saling menggigit, saling mengunci, saling menantang. Tangan Nada mencakar punggung Reza, bibirnya berbisik, “Jangan pernah sentuh dia lagi.” Dan Reza menjawab dengan napas berat di telinganya, “Kamu satu-satunya yang bisa buat aku kehilangan kendali.”

Di balik gairah itu, ada luka yang dibakar… dan dua hati yang belum selesai dibentuk.

**

Tapi yang tidak mereka tahu…

Mira belum pergi.

Dan dia tidak datang hanya untuk mengganggu—dia datang membawa rahasia. Sesuatu yang bisa menghancurkan semua yang sedang Nada dan Reza coba bangun… bahkan mungkin, membawa mereka kembali ke dalam kegelapan yang lebih dalam dari masa lalu mereka.

Tiga hari berlalu sejak Mira muncul. Tapi bayangan tentang wanita itu masih lekat di benak Nada. Senyum tipisnya, cara dia duduk seolah menguasai ruangan, dan kalimatnya yang terus menggema:

**"Kamu nggak tahu siapa Reza sebenarnya."**

Nada berusaha menepisnya. Tapi semakin ia menepis, semakin kuat bisikan itu menggoda.

**

Hari itu, Reza ada rapat di luar kota. Nada pulang lebih cepat dari kantor. Di lobi apartemen, ia melihat Mira sedang berbicara santai dengan satpam. Wanita itu mengenakan jumpsuit hitam ketat, dan saat melihat Nada, ia tersenyum.

"Eh, kamu pulang juga ya. Aku titip buku untuk Reza. Tapi..." Mira menoleh. "Kayaknya kamu bisa titipin langsung ke kamarnya."

Nada mengepalkan tangan. "Mau sampai kapan kamu main kayak gini?"

Mira mendekat, lalu bicara pelan, nyaris seperti bisikan. “Aku nggak main. Tapi kamu yang sedang dipertaruhkan, Nad. Coba tanya ke Reza... siapa perempuan pertama yang dia bawa ke tempat itu. Apartemen ini. Sofa itu.”

Nada melangkah cepat, pergi tanpa menjawab. Tapi malamnya, setelah memandangi ruangan yang kini terasa terlalu besar, ia duduk di sofa itu… dan mulai membayangkan.

Bagaimana jika Mira memang pernah di sini? Duduk di kursi yang sama? Menggeliat di bawah Reza, seperti dirinya semalam?

Bayangan itu mulai mematikan logika. Nada mulai gelisah. Ia berdiri, berjalan ke dapur, lalu ke kamar. Hatinya panas, tapi bukan karena marah. Karena ingin tahu. Karena ingin membuktikan bahwa ia tidak kalah.

**

Nada mengenakan gaun hitam tipis, transparan di beberapa bagian, lalu berdiri di depan cermin. Ia terlihat memukau, tapi matanya penuh api. Ini bukan soal Reza. Ini tentang dirinya sendiri. Tentang luka yang belum sembuh, tapi kini ingin dilawan dengan api yang lebih besar.

Reza pulang larut malam. Begitu masuk ke dalam, ia mendapati Nada berdiri dengan tubuh bersandar di kusen, seperti lukisan sensual yang hidup. Ia mematung.

“Kamu… nunggu aku?”

Nada mendekat, tidak berkata apa-apa. Ia mencium Reza pelan, tapi kali ini bukan penuh cinta. Ciuman ini menuntut, menguji, menantang. Ia menekan tubuh pria itu ke dinding, tangannya menyusup ke bawah kemeja. Bibirnya membisik, “Aku pengen kamu miliki aku… seutuhnya. Tanpa bayangan siapa pun.”

Reza merespons seperti binatang buas yang ditahan terlalu lama. Mereka jatuh ke ranjang seperti badai. Kali ini lebih liar, lebih keras, lebih mentah. Suara mereka memenuhi ruangan, dan saat semuanya selesai… Nada memeluk Reza erat. Tapi matanya tetap terbuka, menatap langit-langit.

Ia menang malam itu. Tapi kemenangan yang terasa pahit.

**

Paginya, ada pesan masuk di ponsel Nada.

**Nomor tak dikenal**: *“Cantik sekali kamu semalam. Tapi kamu lupa satu hal… aku selalu menang di akhir.”*

Nada membeku. Ia tahu, Mira belum selesai.

Dan mungkin, permainan baru saja dimulai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 16

    (POV NADA)Pagi itu seperti pagi biasa—matahari naik malas dari timur, embun tersisa di ujung daun, dan suara radio kecil tetangga yang menyetel lagu nostalgia terlalu keras. Tapi tubuhku tidak biasa.Mual.Pusing.Dan dada yang terasa penuh seperti menahan gelombang kecil yang enggan reda.Sudah tiga minggu aku menunda menyadari ini. Mungkin karena tidak siap, atau mungkin karena tidak ingin terbukti benar. Tapi pagi ini aku berjalan ke apotek kecil di ujung jalan, membeli satu hal yang selama ini hanya kulihat di film-film drama malam hari.Tes kehamilan.**Aku kembali ke kamar. Sunyi.Wastafel kecil menampung air putih, dan tanganku gemetar saat membuka bungkusnya.Satu menit pertama, aku duduk di lantai, menunduk.Dua menit berikutnya… aku menatapnya.> Dua garis.Satu garis kehidupan.Satu garis kenyataan.Aku tidak menangis. Tidak marah. Tidak panik.Tapi dadaku sesak.Bukan karena takut. Tapi karena tahu: aku tidak bisa berpura-pura lagi.**Aku berdiri, berjalan pelan ke jend

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 15

    Langit Jogja pagi itu cerah tanpa ampun.Kereta berhenti perlahan di Stasiun Tugu, dan bersama embusan udara panas yang menyambut, aku turun dengan langkah ringan. Ransel di pundak, mata lelah, tapi hati—untuk pertama kalinya sejak lama—terasa lapang.Aku menginap di rumah singgah milik seorang teman seniman. Di pinggiran kota, dekat sawah, jauh dari suara klakson dan ritme hidup Jakarta yang menyesakkan. Tidak ada lift. Tidak ada ruangan kaca. Tidak ada Reza.Hanya suara jangkrik, harum tanah, dan waktu yang terasa lambat.**Di dinding kamar kecil itu tergantung lukisan cat air—potret seorang perempuan memejamkan mata di tengah angin.Seperti aku.Perempuan yang akhirnya belajar… bahwa untuk mencintai dunia, ia harus kembali mencintai dirinya sendiri lebih dulu.**Aku duduk di beranda, menggambar.Tanganku bergerak pelan di atas kertas. Sketsa wajah. Lembut, tajam, hidup.Itu wajahku sendiri. Bukan karena narsis—tapi karena aku ingin tahu siapa yang selama ini kulupakan.Lalu terde

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 14

    (Pov NADA)Pagi itu aku terbangun di tempat yang asing.Bukan karena tempatnya benar-benar asing. Tapi karena untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir… aku tidak perlu buru-buru bersiap untuk kantor, atau khawatir dengan pesan singkat dari Reza yang menuntut waktu, atau menghindari sorot mata Mira yang tajam.Pagi ini… hanya aku, dan napasku sendiri.**Aku menatap langit-langit kamar kos kecil yang kusewa seminggu sebelumnya. Sederhana. Catnya mulai mengelupas. Tapi di sini, aku merasa lebih tenang dari apartemen mewah manapun yang pernah aku tinggali.Ponselku sudah kupasang mode senyap sejak kemarin.Puluhan pesan dari Reza belum kubuka.Ada juga beberapa dari Mira. Dan bahkan satu dari Damar. Tapi aku belum siap.Bukan karena aku takut. Tapi karena aku masih menyusun kembali diriku—bagian-bagian yang sudah terlalu lama kutinggalkan demi menyenangkan semua orang kecuali diri sendiri.**Aku berjalan ke meja kecil dan membuka buku catatan.Sesuatu yang dulu selalu kulakuk

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 13

    POV REZAAku memutar gelas kosong di atas meja makan. Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, dan apartemen ini lebih dingin dari biasanya—bukan karena suhu ruangan, tapi karena tak ada suara dari kamar sebelah.Nada pergi.Dan yang lebih menyakitkan dari kepergiannya… adalah aku tahu dia benar untuk pergi.**Laptopku menyala. Halaman presentasi terbuka tapi tak satu pun kata yang masuk akal.Yang muncul di layar pikiranku hanyalah bayangan wajahnya:Saat ia membaca isi flashdisk itu. Saat matanya berubah dari lembut menjadi penuh luka.Lalu suara pintu tertutup.Lalu… hening.**Aku membuka pesan yang kukirim ke Nada.Masih centang dua. Belum dibaca.Tiba-tiba ada sesuatu yang mengganjal di leherku. Bukan fisik. Tapi semacam kegelisahan yang tumbuh dari perasaan tertahan terlalu lama.Aku bangkit, membuka lemari, dan menarik kotak tua dari laci bawah.Kotak itu berisi berkas lama: foto-foto, catatan kantor… dan sepucuk surat dari Mira yang belum pernah kubuka sejak tahun lalu.Tanganku

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 12

    Kafe makin sepi. Waktu berjalan pelan.Hanya suara sendok beradu dengan gelas, dan detak jantungku sendiri.Lalu pintu terbuka.Damar masuk. Basah kuyup. Jaketnya menggantung setengah, napasnya terburu.Mataku langsung bertemu matanya. Dan semuanya hening.Tak ada lagi ruang untuk berpura-pura.Dia duduk di depanku, tanpa banyak bicara.Tangannya gemetar, tapi bukan karena dingin.“Terima kasih udah datang,” kataku pelan.“Harusnya aku yang minta maaf.” suaranya rendah, serak.Aku memandangi wajah yang dulu pernah aku hafal luar kepala.Kini terasa asing, tapi tetap membuat jantungku sakit saat menatapnya terlalu lama.“Aku lihat rekamannya. Kamu dan Mira.”Damar mengangguk. Tidak membela diri.“Aku salah, Nad. Aku biarin semuanya jadi rumit. Aku pikir aku bisa... keluar tanpa menyakiti siapa-siapa.”Aku tersenyum tipis. “Tapi justru itu kesalahanmu. Kamu mencoba jadi orang baik di cerita yang kotor.”Damar menunduk.Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari saku—sebuah foto kecil yang su

  • ANTARA AKU KAMU DAN RAHASIA ITU   BAB 11

    (POV Nada)Tanganku gemetar saat mencolokkan flashdisk itu ke laptop.Aku belum siap. Tapi tidak ada lagi tempat untuk mundur.Folder terbuka:/PRIVATE_RECORDINGS/001-Damar_Mira_RAW.mp4002-Incident_0406.mov003-Audio_RezaConfession.m4aDan satu file teks:READ_ME_FIRST.txtKubuka yang terakhir lebih dulu. Tulisan di dalamnya singkat.Hanya dua kalimat:> “Jika kamu ingin tahu siapa sebenarnya yang menghancurkan siapa, jangan hanya tonton. Dengarkan.”**Aku klik file pertama.Layar menyala.Rekaman dari kamera ruangan kantor tua. Waktu di pojok layar: 4 Juni 4 tahun lalu, 22:43.Mira masuk dengan langkah cepat, ekspresinya murka. Damar sudah di dalam, duduk di depan meja, wajahnya tegang. Ada botol minuman di meja, setengah kosong.“Kenapa kamu berhenti tiba-tiba? Setelah semuanya?” suara Mira keras.Damar berdiri. “Karena aku sadar ini salah.”“Salah?” Mira tertawa getir. “Jadi dua tahun hubungan kita itu... cuma salah langkah buat kamu?”Damar menunduk. Suaranya lebih pelan. “Kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status