Hari ini Arjuna akan tancap gas langsung ke tempat Saka. Untuk menjemput Raina dan menculik cewek itu seharian penuh. Bodo amat soal Raina mau atau tidak. Karena saat ini Arjuna sangat butuh Raina.
Pucuk dicinta Raina dan segelas kopi sudah nampak di depan kos Saka.
"Wassap!" sapa Arjuna pada Raina yang lebih terdengar seperti makian sebenarnya. Tapi tidak apa-apa. Arjuna tahu Raina paham tentang perangainya yang satu ini.
"Masih pagi, Jun." ucap Raina kemudian.
"Gue udah kangen berat sama lo."
"Halah. Kangen cuma kalo butuh. Gue hari ini ada kuis, nggak bisa skip kelas."
"Tau aja kalo gue mau ngajakin skip kelas." Arjuna menjawil lengan Raina. Sedangkan cewek itu malah melotot, mungkin geli dengan kelakuan Juna yang kadang primitif.
"Nggak bisa, Jancuk. Nggak ada waktu gue."
"Rai. Jangan gitu, dong. Gue butuh lo demi kelangsungan hubungan gue sama Lia."
"Hubungan lo sama Lia nggak bisa bikin gue lulus cepet." Raina ngegas. Wajar, sih. Soalnya Arjuna emang ngeselin.
"Raina, please." Kalo di komik mungkin mata Juna sudah bersinar menggoda.
"Stop memperbudak gue diantara hubungan kalian. Lo harus inget, gue jomblo." Raina meraih gelas kopinya. Kemudian nyeruput pelan dan mengabaikan ocehan Arjuna.
"Lo nggak kasihan sama gue? Kalo gue putus beneran sama Lia gimana? Gue jomblo, dong."
"Selama ini hal itu nggak pernah penting bagi gue." Raina berdiri lantas berlalu. Meninggalkan Arjuna dengan melasnya. Namun bukan Juna jika tidak memaksa.
"Gue beliin kopi Janji Jiwa. Atau mau gue cariin pacar, hayuk. Gue kenalin ke temen terbaik gue."
Raina berbalik pada akhirnya. Kemudian tersenyum semanis yang dia bisa. Wow, senyum Raina sangat manis. Sungguh.
"Nggak! Gue nggak mau skip kelas. Kalo lo mau, ya nanti aja. Selesai kelas gue." Raina sempurna masuk ke kos Saka. Arjuna cemberut. Sepertinya Raina tidak bisa menyelamatkan hubungannya dengan Lia. Jadi Juna harus apa sekarang?
'Kak Lino. Kalo kakak jadi Juna, kakak bakal apa?'
***
'Gue kenalin ke temen terbaik gue' gitu katanya. Raina hanya tersenyum kecut.
"Juna kenapa?"
"Ngajak gue keluar. Tapi gue nggak bisa, hari ini ada kuis."
Saka hanya ber oh ria kemudian keluar untuk menemui Arjuna. Raina tak peduli, dia sedang enggan cari masalah.
Menit berikutnya ponsel Raina bergetar. Sebuah pesan masuk. Dari Mama. Isi pesan itu kurang lebih sebuah ancaman agar Raina pulang hari ini. Namun Raina mengabaikan. Sama seperti pesan-pesan berikutnya atau sebelumnya.
Kedua orang tua Raina adalah sosok yang ambisius. Tentang karir dan reputasi mereka. Raina tak tau banyak namun cukup paham kenapa keduanya begitu menentang perceraian diantara pernikahan mereka yang sebetulnya sudah tak baik-baik saja. Raina tak banyak paham alasan lain selain semua demi kebaikan Raina. Persetan dengan kata itu. Karena faktanya keputusan kedua orang tuanya untuk tidak bercerai justru melukai Raina lebih banyak.
Raina pernah berpikir apa yang akan terjadi jika kedua orang tuanya bercerai. Apakah dirinya akan gila seperti kebanyakan anak broken home lainnya atau justru tersenyum lega karena pada akhirnya neraka yang mengurungnya sudah berakhir. Raina selalu menunggu hari itu. Ia selalu menunggu sebuah perceraian yang akan membebaskannya.
"Kalo mereka cerai, emang lo yakin semua bakal baik baik aja?" tanya Saka satu waktu. Raina hanya tersenyum sengit. Entah. Dirinya tak pernah tau. Dan tidak akan pernah tau jika tidak pernah mencoba, bukan?
"Setelah semua ini, gue nggak yakin bakal ada kata baik-baik aja buat gue."
"Kata itu nggak akan ada kalo lo nggak pernah coba buat baik-baik aja." Ucapan Saka selalu spesial. Selalu bisa membuat Raina terombang-ambing bersama keadaan hatinya. Rasanya seolah Saka mengendalikan tuas kemudi otak dan hatinya.
"Lo mau jadi saksi atas kata itu, Saka?"
Sejak hari itu kata baik-baik saja tak pernah muncul. Kata baik-baik saja selalu pergi menjauh. Enggan mendekat meski Raina membujuknya dengan pertaruhan nyawa.
"RAINA! GUE TUNGGU SETELAH KELAS." jerit Arjuna dari luar menyadarkan Raina atas pesan teks yang baru saja dia terima. Yah, begitulah Arjuna. Suka memaksa bahkan ketika dengan tegas orang di sekitarnya bilang tidak. Khas Arjuna yang membuat Raina berpikir ulang. Tentang kata baik-baik saja itu. Mungkin, Arjuna bisa mewujudkannya.
******Julia anaknya anggun dan asik parah. Pertama Juna kenal Lia saat kenaikan kelas dua SMA. Lia cewek pindahan dari Kanada dan katanya akan menetap lama di Indonesia. Kata Raina, Lia ini anaknya lucu, lugu dan manis banget. Raina yang cewek aja nilai Lia begitu bagaimana Arjuna yang notabene masih cowok normal.Seperti yang kebanyakan orang tau, Arjuna adalah bajingan kelas kakap dalam urusan wanita. Kalo kata Setiyaki, Arjuna adalah Jancuk terbajingan yang pernah ada bahkan anak anak berniat mengadakan tumpengan untuk mengganti namanya menjadi Arjuna Jancuk Nayaka Badas Prihatmoko. Tapi Papi belum setuju jadi dia belum berniat mengganti kk mereka.Kenapa nama Arjuna bisa se aesthetic itu? Karena kelakuannya yang kalo kata Mas Abim naudubilah banget.Berawal dari kelas satu SMA. Arjuna pernah kenal dengan seorang cewek namanya Tamara. Dia cantik parah. Anak blasteran Indo-Jerman yang lebih lokal dari kebanyakan blasteran. Singkatnya cew
***Di mobil biasanya anak anak pada debat tentang banyak hal. Seperti Setiyaki dan Lana yang berdebat pasal apakah betulan ada reinkarnasi. Dan jika reinkarnasi itu ada maka Lana ingin berubah menjadi choker nya Via Vallen biar tau kalo dia itu aneh pake begituan. Tapi Ali yang seorang Vianisti sejati tentu tidak terima. Perdebatan akan semakin panas jika Setiyaki membela salah satu diantara mereka.Namun hari ini Aji sedang tidak ingin berdebat. Dilihat dari rear-view-mirror sosok yang mengganggu Aji sejak subuh tadi masih terlihat. Dia duduk di belakang bersama Ali. Jika Ali tau dia sedang bersebelahan dengan makhluk tak kasat mata sepertinya cowok itu akan pinsan. Beruntungnya sosok cewek itu tidak jahil seperti sosok lain yang sering menampakan diri meski tampilannya juga tidak terlihat baik.Akan Aji deskripsikan. Dia cewek. Sepertinya seumuran dengan Aji bahkan seragamnya juga seragam yang sama dengan sekokah Aji. Rambutnya panja
***Setelah nasihat panjang lebar dari Raina sore itu Arjuna masih belum tau mau bertindak seperti apa. Lia sudah dia hubungi berkali-kali tapi selalu di tolak. Setiap sosial media Arjuna bahkan diblokir oleh cewek itu. Juna sudah minta bantuan dari Ecan dan Saka namun keduanya bilang tidak bisa membantu. Itu titah Lia katanya.Dan malam ini langit jakarta sangat suram. Bukan suram karena mendung namun polusi dan suasana hati Juna yang sedang kacau."Teh? Teteh?" teriak Arjuna dari pintu depan. Yang dipanggil muncul beberapa menit setelahnya."Apa?" jawab sang empunya rumah. Namun tanpa dipersilahkan Arjuna melenggang masuk begitu saja. Kalo sudah di apartement Teh Aya, Juna tuh kadang lupa sama sopan santun."Teh, mau curhat.""Kenapa lagi sama Lia?""Dia minta break. Aku harus gimana?" jawab Arjuna sambil nyomot toples keripik tempe. Teh Aya duduk disebelahnya, mengambil toples beris
***Sudah lebih dari satu minggu dan setan itu terus mengikuti Aji kemanapun ia pergi. Walaupun sosok itu tidak sejahil sosok lainnya namun tetap saja ia merasa ngeri. Sosok itu selalu muncul tiba tiba. Dan setiap kali muncul tak pernah dalam keadaan bersih. Selalu ada darah."Akhh, please. Jangan ganggu gue, dong.""Lo selama ini diajarin buat nolong orang nggak, sih?" sosok itu melipat kedua tangan di dada. Mencegat Aji yang hendak ke kamar mandi."Diajarin.""Berarti lo harusnya bisa nolong gue." Sosok itu bedecak sembari menghentakkan kakinya. Aji ikutan berdecih."Kakak-kakak gue ngajarin buat nolong sesama manusia. Gue tegasin, MANUSIA!" Aji sengaja menekan kata terakhir sebelum kembali menyusuri lorong sekolah menuju kamar mandi."Gue kan pernah jadi manusia! Aji! AAJIII!!"Aji tak peduli. Itu bukan urusannya. Didalam kamar mandi ada sosok lain yang sedang berdiri dengan gamang.
***Mama Juna sudah menyambut dengan celemek coklat di badannya. Tanpa ragu cewek berkaos biru itu melepas tas ransel kecilnya dan melenggang untuk menyapa Mama Juna."Mama," ucap Raina sambil memeluk Mama Juna dari belakang."Udah dateng?""Udah dari tadi, tapi berhenti di Indimaret dulu makan jajan," jawab Raina."Eh, tadi langsung kesini aja. Mama, kan, masak banyak. Bikin camilan juga.""Beli keripik tempe buat Ali." Raina berkata ringan. Tidak, sebetulnya bukan untuk alasan itu Raina mampir ke Indimaret. Hanya ingin duduk menikmati lalu-lalang jalanan yang ramai.Semalam Raina bertengkar hebat dengan Mamanya. Pasal Raina yang sudah lelah dengan sikap menyebalkan kedua orang tuanya. Raina tahu sejak lama bahwa Mamanya main belakang. Membawa pulang laki-laki lain setiap kali Papa sedang dinas keluar kota. Dan kemarin malam, lagi lagi Mama membawa laki-laki yang berumur setengah abad. Raina muak d
***Aji pamit ke Ali untuk pulang terlambat. Dia bilang akan ketemu dengan Setiaji untuk membicarakan sesuatu. Padahal itu hanya alibi karena Aji akan keluar bersama Zahra.Sore itu langit barat sedang cerah. Ada cahaya oranye yang memenuhi separuh langit meski matahari belum sepenuhnya tumbang."Kak Lino, hari ini Aji mau bilang suka ke Zahra. Bilangin ke Tuhan biar semua lancar, ya?" batin Aji ditengah ramai antrian bus. Entah ramai manusia atau ramai dengan sosok aneh, intinya sore itu sangat ramai.Zahra minta ketemuan di sebuah kafe yang tak terlalu jauh dari sekolah. Kafe yang selalu mereka datangi hanya untuk ngobrol atau mengerjakan tugas bersama kawan kawan lain. Kafe itu milik kakaknya Setiaji, jadi sekalian menjadi pengelaris.Macet jakarta selalu menjadi teman paling setia di sore hari. Bersamaan dengan pulang anak sekolahan dan pekerja kantoran. Membuat seluruh kota padat akan kendaraan atau manusi
***Raina memang sudah terbiasa dengan keluarga pak Prihatmoko. Cewek itu bahkan sudah sangat bisa diajak adu mulut dengan Mas Abim, gelud dengan Ali dan Lana atau bersekongkol dengan Setiyaki untuk membuat Sonnie ngambek. Akrabnya Raina dengan keluarga Pak Prihatmoko dimulai belum lama. Namun cara Raina mendekatkan diri dengan keluarganya terlampaui hangat. Bahkan Papi dan Mama sempat ingin mengadopsi Raina. Tapi ya masa iya. Raina bukan kucing.Seperti malam ini. Raina ikutan pusing dengan Aji yang tidak memberi kabar hingga larut malam."Tenang aja, Mah. Paling Aji kejebak di kafenya Bang Jeno sama Setiaji. Nggak akan kenapa-napa." Ali berkata santai. Masih ngunyah keripik tempe yang tadi sempat dipending karena makan malam dan main uno."Iya, kali, mah. Mamah tidur aja. Pasti capek. Biar kita yang nunggu dia pulang." Setiyaki menimbuhi. Setiyaki memang pintar memprovokasi. Entah itu untuk sisi positif atau sisi negatif. Dan Mam
***Saka baru selesai mandi ketika ponselnya begetar begitu hebat. Sampai Echan yang sedang molor terganggu dan bangun dengan wajah kucel. Telfon dari Mama Raina yang menanyakan keberadaan gadis itu. Katanya sudah semalaman dia tidak pulang dan kala dihubungi tidak bisa. Saka menebak, pasti ada pertengkaran baru diantara mereka yang membuat Raina memilih keluar dari rumah. Namun setau Saka, Raina tak pernah punya tempat tujuan. Jika tidak pulang anak itu akan berdiam diri lama di depan minimarket hingga pagi menjelang.Saka tak perlu khawatir jika ada cowok yang menganggu Riana karena Raina itu preman namun khawatir Saka adalah apakah cewek itu akan baik-baik saja dan tidak melakukan hal bodoh yang Saka takutkan."Gue cuma mau tidur, bangsat." Echan bangun langsung memaki. Sedangkan Saka melenggang santai."Lo punya kamar kos sendiri, bego. Ngapain numpang tidur disini?""Raina aja boleh masa gue kagak." Echan bangkit