Share

Bab 4

***

Aji berbeda dengan Arjuna. Aji beda dengan Kak Lino, bang Banyu atau saudaranya yang lain. Kepribadian yang Aji punya cukup unik kalo kata Kak Juna, dan unik itu selalu mengundang nyaman bagi beberapa orang. Aji adalah tempat curhat paling seru kalo kata Ali dan Mas Abim. Katanya jika kalian bercerita banyak kepada Aji, anak itu tidak akan pernah membocorkannya. Makanya, beberapa saudara selalu bercerita banyak kepada Aji. Kecuali Bang Banyu dan Kak Lino. Aji tak tau pasti kenapa, namun fakta bahwa keduanya dekat dan selalu berbagi cerita cukup membuat Aji paham. Cerita itu hanya untuk orang dewasa. 

Bercerita pada Aji tak lantas membuat Aji tahu banyak soal saudara saudara. Sebetulnya tidak, Aji hanya tau soal kisah asmara mereka. Aji hanya tahu jika Ali dan Setiyaki cukup tertekan di sekolah tidak lebih dari itu. 

Satu-satunya anggota keluarga yang misterius bagi Aji adalah Kak Juna. Banyak rahasia dari kakaknya itu yang meski dikorek dalam Aji tak akan bisa menyatukan beberapa potongan bagiannya. Semisterius itu.

Sebelumnya Aji bilang bahwa dia berbeda, kan? Betul. Aji memang berbeda. Dari segi penglihatan, Aji lebih istimewa dari semua anaknya Pak Prihatmoko. Apa itu? Kalian bisa menebak, indra keenam. Betul. Aji tak tau kapan tepatnya semua itu dimulai. Namun ingatan Aji dimulai saat ia berusia dua tahun. Sosok aneh pertama yang Aji lihat adalah Mami. Dengan gaun putih membawa setangkai Lili. Mami sedang duduk dibawah pohon mangga diantara ramai pelayat. Bertepatan dengan hari kematian Mami. 

Itu kejadian pertama yang aneh bagi Aji. Ketika umur empat tahun Aji melihat sosok aneh lainnya. Seorang anak dengan sepeda usangnya. Kesana kemari mengayuh dengan perlahan. Satu hal yang baru Aji sadari kala melihat sosok itu adalah dia meninggal karena kecelakaan bersama sepedanya. Tak sampai disitu, Aji selalu melihat sosok aneh di sekolahnya. Seorang cewek bergaun belanda, gadis berseragam dan banyak lagi. Kebanyakan dari mereka berpenampilan tidak normal. Kadang ada yang tanpa kepala, kadang ada yang hanya kepala. Euh, Aji enggan mengingatnya. 

"Aji, kamu lihat jaket abang yang item, nggak?" tanya Bang Banyu untuk pertama kali setelah Aji membuka mata. Masih subuh namun bang Banyu sibuk cari jaket. 

"Semua jaket bang Banyu warnanya item. Mana Aji tau." jawab Aji sambil meregangkan tubuh. Kemudian menatap Banyu hanya dengan handuknya disana. Aji menutup mulut melihat bagaimana kekar tubuh itu. Dengan perut kotak-kotak dan dada bidang. Aji iri. Tubuh kak Juna tak sekekar Bang Banyu, jadi Aji tidak iri walaupun setiap hari melihat tubuh bugil kak Juna. 

"Yang ada gambar pentol di dada kiri." ucap Bang Banyu lagi memberi kode. Aji masih belum tau. 

"Badan doang gede sukanya pentol gemes." Aji mencibir. Kemudian matanya menyapu seluruh ruang. Ada dua sosok cewek dari luar jendela yang terbuka. Aji tak tau apa yang mereka bicarakan namun Aji bisa menebak, jika mata hitam itu masih bernyawa mungkin kini ada binar takjub alih-alih hanya gelap. 

"Bang, pake baju buruan. Nggak dingin apa?" ucap Aji sambil bangkit. Aji tahu dua sosok itu tengah mengagumi tubuh atletis bang Banyu. "Lagian kenapa subuh subuh udah mandi?" 

Aji keluar kamar. Ia mendapati Papi dengan kopyah hitam dan Mama bermukena biru laut. Kak Juna yang lemah dengan kantuknya meletakkan kepala di meja. Bersama Lana yang juga melakukan hal yang sama. 

Keluarga pak Prihatmoko sudah terlihat baik-baik saja sejak kematian kak Lino. Tidak. Yang baik-baik saja hanya tubuh dan otak mereka. Mental dan hati? Siapa yang tahu. 

***

SLEPRETT!!

Suara itu menggelegar manis dari sarung Ali. Dan pantat sasarannya meringis marah. Kak Juna sedikit melompat kemudian mengelus pantatnya. 

"Panas banget, Ali! Liat, berasap pasti." dramatis kak Juna adalah hiburan paling lucu kali ini. 

Berjalan di depan Ali dan Setiyaki selepas dari masjid adalah kesalahan. Jika kalian ingin pantat aman dari jlepretan mematikan sarung keduanya maka jangan sekali-kali berjalan didepan. Itu adalah ilmu pengetahuan pertama yang setidaknya diketahui oleh kak Juna. 

"Kak balaskan dendam Kak Juna. Tuman nanti." Lana selalu pintar memprovokasi. Kini Aji dan Abimanyu sudah bersiap dengan sarung mereka. Dan...

SLEPRET!!

Tepat sasaran. Aji mengenai pantat Ali dan Abimanyu mengenai pantat Setiyaki. Keduanya melonjak kaget kemudian mengusap pantat seperti yang dilakukan Arjuna tadi. Suasana pulang sholat subuh jadi hangat. 

Lana tertawa kemudian berlindung di belakang bang Banyu. 

"Hai." suara itu samar. Aji berhenti sejenak kemudian menoleh kesana kemari. Bang Banyu masih bercengkrama dengan Papi dan Mama bersama Lana dibelakangnya. Ali dan Kak Juna sedang bertengkar ditambah Mas Abim dan Setiyaki yang memprovokasi. Aji menghela napas. Kemudian memilih berjalan lebih pelan agar jauh dari saudara dan orang tuanya. 

"Hai? Gue tau lo bisa liat gue." suara samar itu terdengar lagi. Kini Aji sempurna berhenti lantas mengusap tengkuknya yang merinding. 

"Please. Gue tau lo bisa lihat gue. Bantu gue, yah. Tolong, bantuin gue." suara itu memohon. Menganggu Aji yang sekuat tenaga mengabaikan. "Please, please, please." 

Aji berhenti kemudian berlari cepat menyusul bang Banyu yang sudah bersiap menutup gerbang. Mengabaikan suara yang ternyata masih mengikutinya.

***

"Kak Juna udah sehat?" tanya Aji kala mendapati kakaknya sudah rapi dan wangi. 

"Udah. Kenapa emang?" 

"Tumben rapi, biasanya kucel." 

Kak Juna melempar handuk basah ke arah Aji kemudian dengan enteng memberi titah. "Aduk kakak bawa ke atas, dek." 

"KAK JUNA. BERHENTI MENJADIKAN AJI BABU DALAM HAL KEMALASAN!" Aji tegas berucap kemudian melempar handuk kembali ke arah Arjuna. 

"Halah, kamu sendiri lebih parah dari kakak." 

"Makanya Aji nggak mau." 

Kak Juna pada akhirnya keluar sendiri. Membawa serta baju kotor untuk dibawa ke tempat cuci baju di lantai tiga. Selepas kak Juna pergi sosok perempuan berseragam muncul di depan Aji secara tiba tiba. 

"Anjir, kaget! Lo mentang-mentang setan kalo muncul nggak pake perkiraan, ya?" Aji sudah berurat saat marah. 

"Tuh, kan. Lo bisa lihat gue. Nama lo Aji, kan? Gue pernah lihat lo di sekolah." 

"Iya, gue Aji. Terus kenapa?" 

"Gue minta tolong, dong. Please." 

"Gue bukan babu. Di dunia manusia atau dunia hantu." Aji melenggang melewati sosok perempuan tadi. Kemudian duduk di meja belajarnya untuk merapikan beberapa buku yang akan dia bawa ke sekolah. "Nggak kak Juna, nggak setan, nyuruh aja kerjaannya." 

"Gue nggak nyuruh. Gue minta tolong." suara itu kembali terdengar. 

"Nggak. Lo nggak bisa bayar, jadi gue nggak mau." 

"Ngomong sama siapa, dek?" tanya kak Juna tiba-tiba. Aji yang gelagapan hanya menjawab seadanya. Bahwa dia sedang bermonolog karena kesal dengan guru matematika. "Yaudah turun sana. Ditunggu sama Mama." 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status