Aji berbeda dengan Arjuna. Aji beda dengan Kak Lino, bang Banyu atau saudaranya yang lain. Kepribadian yang Aji punya cukup unik kalo kata Kak Juna, dan unik itu selalu mengundang nyaman bagi beberapa orang. Aji adalah tempat curhat paling seru kalo kata Ali dan Mas Abim. Katanya jika kalian bercerita banyak kepada Aji, anak itu tidak akan pernah membocorkannya. Makanya, beberapa saudara selalu bercerita banyak kepada Aji. Kecuali Bang Banyu dan Kak Lino. Aji tak tau pasti kenapa, namun fakta bahwa keduanya dekat dan selalu berbagi cerita cukup membuat Aji paham. Cerita itu hanya untuk orang dewasa.
Bercerita pada Aji tak lantas membuat Aji tahu banyak soal saudara saudara. Sebetulnya tidak, Aji hanya tau soal kisah asmara mereka. Aji hanya tahu jika Ali dan Setiyaki cukup tertekan di sekolah tidak lebih dari itu.
Satu-satunya anggota keluarga yang misterius bagi Aji adalah Kak Juna. Banyak rahasia dari kakaknya itu yang meski dikorek dalam Aji tak akan bisa menyatukan beberapa potongan bagiannya. Semisterius itu.
Sebelumnya Aji bilang bahwa dia berbeda, kan? Betul. Aji memang berbeda. Dari segi penglihatan, Aji lebih istimewa dari semua anaknya Pak Prihatmoko. Apa itu? Kalian bisa menebak, indra keenam. Betul. Aji tak tau kapan tepatnya semua itu dimulai. Namun ingatan Aji dimulai saat ia berusia dua tahun. Sosok aneh pertama yang Aji lihat adalah Mami. Dengan gaun putih membawa setangkai Lili. Mami sedang duduk dibawah pohon mangga diantara ramai pelayat. Bertepatan dengan hari kematian Mami.
Itu kejadian pertama yang aneh bagi Aji. Ketika umur empat tahun Aji melihat sosok aneh lainnya. Seorang anak dengan sepeda usangnya. Kesana kemari mengayuh dengan perlahan. Satu hal yang baru Aji sadari kala melihat sosok itu adalah dia meninggal karena kecelakaan bersama sepedanya. Tak sampai disitu, Aji selalu melihat sosok aneh di sekolahnya. Seorang cewek bergaun belanda, gadis berseragam dan banyak lagi. Kebanyakan dari mereka berpenampilan tidak normal. Kadang ada yang tanpa kepala, kadang ada yang hanya kepala. Euh, Aji enggan mengingatnya.
"Aji, kamu lihat jaket abang yang item, nggak?" tanya Bang Banyu untuk pertama kali setelah Aji membuka mata. Masih subuh namun bang Banyu sibuk cari jaket.
"Semua jaket bang Banyu warnanya item. Mana Aji tau." jawab Aji sambil meregangkan tubuh. Kemudian menatap Banyu hanya dengan handuknya disana. Aji menutup mulut melihat bagaimana kekar tubuh itu. Dengan perut kotak-kotak dan dada bidang. Aji iri. Tubuh kak Juna tak sekekar Bang Banyu, jadi Aji tidak iri walaupun setiap hari melihat tubuh bugil kak Juna.
"Yang ada gambar pentol di dada kiri." ucap Bang Banyu lagi memberi kode. Aji masih belum tau.
"Badan doang gede sukanya pentol gemes." Aji mencibir. Kemudian matanya menyapu seluruh ruang. Ada dua sosok cewek dari luar jendela yang terbuka. Aji tak tau apa yang mereka bicarakan namun Aji bisa menebak, jika mata hitam itu masih bernyawa mungkin kini ada binar takjub alih-alih hanya gelap.
"Bang, pake baju buruan. Nggak dingin apa?" ucap Aji sambil bangkit. Aji tahu dua sosok itu tengah mengagumi tubuh atletis bang Banyu. "Lagian kenapa subuh subuh udah mandi?"
Aji keluar kamar. Ia mendapati Papi dengan kopyah hitam dan Mama bermukena biru laut. Kak Juna yang lemah dengan kantuknya meletakkan kepala di meja. Bersama Lana yang juga melakukan hal yang sama.
Keluarga pak Prihatmoko sudah terlihat baik-baik saja sejak kematian kak Lino. Tidak. Yang baik-baik saja hanya tubuh dan otak mereka. Mental dan hati? Siapa yang tahu.
***
SLEPRETT!!
Suara itu menggelegar manis dari sarung Ali. Dan pantat sasarannya meringis marah. Kak Juna sedikit melompat kemudian mengelus pantatnya.
"Panas banget, Ali! Liat, berasap pasti." dramatis kak Juna adalah hiburan paling lucu kali ini.
Berjalan di depan Ali dan Setiyaki selepas dari masjid adalah kesalahan. Jika kalian ingin pantat aman dari jlepretan mematikan sarung keduanya maka jangan sekali-kali berjalan didepan. Itu adalah ilmu pengetahuan pertama yang setidaknya diketahui oleh kak Juna.
"Kak balaskan dendam Kak Juna. Tuman nanti." Lana selalu pintar memprovokasi. Kini Aji dan Abimanyu sudah bersiap dengan sarung mereka. Dan...
SLEPRET!!
Tepat sasaran. Aji mengenai pantat Ali dan Abimanyu mengenai pantat Setiyaki. Keduanya melonjak kaget kemudian mengusap pantat seperti yang dilakukan Arjuna tadi. Suasana pulang sholat subuh jadi hangat.
Lana tertawa kemudian berlindung di belakang bang Banyu.
"Hai." suara itu samar. Aji berhenti sejenak kemudian menoleh kesana kemari. Bang Banyu masih bercengkrama dengan Papi dan Mama bersama Lana dibelakangnya. Ali dan Kak Juna sedang bertengkar ditambah Mas Abim dan Setiyaki yang memprovokasi. Aji menghela napas. Kemudian memilih berjalan lebih pelan agar jauh dari saudara dan orang tuanya.
"Hai? Gue tau lo bisa liat gue." suara samar itu terdengar lagi. Kini Aji sempurna berhenti lantas mengusap tengkuknya yang merinding.
"Please. Gue tau lo bisa lihat gue. Bantu gue, yah. Tolong, bantuin gue." suara itu memohon. Menganggu Aji yang sekuat tenaga mengabaikan. "Please, please, please."
Aji berhenti kemudian berlari cepat menyusul bang Banyu yang sudah bersiap menutup gerbang. Mengabaikan suara yang ternyata masih mengikutinya.
***
"Kak Juna udah sehat?" tanya Aji kala mendapati kakaknya sudah rapi dan wangi.
"Udah. Kenapa emang?"
"Tumben rapi, biasanya kucel."
Kak Juna melempar handuk basah ke arah Aji kemudian dengan enteng memberi titah. "Aduk kakak bawa ke atas, dek."
"KAK JUNA. BERHENTI MENJADIKAN AJI BABU DALAM HAL KEMALASAN!" Aji tegas berucap kemudian melempar handuk kembali ke arah Arjuna.
"Halah, kamu sendiri lebih parah dari kakak."
"Makanya Aji nggak mau."
Kak Juna pada akhirnya keluar sendiri. Membawa serta baju kotor untuk dibawa ke tempat cuci baju di lantai tiga. Selepas kak Juna pergi sosok perempuan berseragam muncul di depan Aji secara tiba tiba.
"Anjir, kaget! Lo mentang-mentang setan kalo muncul nggak pake perkiraan, ya?" Aji sudah berurat saat marah.
"Tuh, kan. Lo bisa lihat gue. Nama lo Aji, kan? Gue pernah lihat lo di sekolah."
"Iya, gue Aji. Terus kenapa?"
"Gue minta tolong, dong. Please."
"Gue bukan babu. Di dunia manusia atau dunia hantu." Aji melenggang melewati sosok perempuan tadi. Kemudian duduk di meja belajarnya untuk merapikan beberapa buku yang akan dia bawa ke sekolah. "Nggak kak Juna, nggak setan, nyuruh aja kerjaannya."
"Gue nggak nyuruh. Gue minta tolong." suara itu kembali terdengar.
"Nggak. Lo nggak bisa bayar, jadi gue nggak mau."
"Ngomong sama siapa, dek?" tanya kak Juna tiba-tiba. Aji yang gelagapan hanya menjawab seadanya. Bahwa dia sedang bermonolog karena kesal dengan guru matematika. "Yaudah turun sana. Ditunggu sama Mama."
******Hari ini Arjuna akan tancap gas langsung ke tempat Saka. Untuk menjemput Raina dan menculik cewek itu seharian penuh. Bodo amat soal Raina mau atau tidak. Karena saat ini Arjuna sangat butuh Raina.Pucuk dicinta Raina dan segelas kopi sudah nampak di depan kos Saka."Wassap!" sapa Arjuna pada Raina yang lebih terdengar seperti makian sebenarnya. Tapi tidak apa-apa. Arjuna tahu Raina paham tentang perangainya yang satu ini."Masih pagi, Jun." ucap Raina kemudian."Gue udah kangen berat sama lo.""Halah. Kangen cuma kalo butuh. Gue hari ini ada kuis, nggak bisa skip kelas.""Tau aja kalo gue mau ngajakin skip kelas." Arjuna menjawil lengan Raina. Sedangkan cewek itu malah melotot, mungkin geli dengan kelakuan Juna yang kadang primitif."Nggak bisa, Jancuk. Nggak ada waktu gue.""Rai. Jangan gitu, dong. Gue butuh lo demi kelangsungan hubungan gue sama Lia.""Hubungan lo s
***Julia anaknya anggun dan asik parah. Pertama Juna kenal Lia saat kenaikan kelas dua SMA. Lia cewek pindahan dari Kanada dan katanya akan menetap lama di Indonesia. Kata Raina, Lia ini anaknya lucu, lugu dan manis banget. Raina yang cewek aja nilai Lia begitu bagaimana Arjuna yang notabene masih cowok normal.Seperti yang kebanyakan orang tau, Arjuna adalah bajingan kelas kakap dalam urusan wanita. Kalo kata Setiyaki, Arjuna adalah Jancuk terbajingan yang pernah ada bahkan anak anak berniat mengadakan tumpengan untuk mengganti namanya menjadi Arjuna Jancuk Nayaka Badas Prihatmoko. Tapi Papi belum setuju jadi dia belum berniat mengganti kk mereka.Kenapa nama Arjuna bisa se aesthetic itu? Karena kelakuannya yang kalo kata Mas Abim naudubilah banget.Berawal dari kelas satu SMA. Arjuna pernah kenal dengan seorang cewek namanya Tamara. Dia cantik parah. Anak blasteran Indo-Jerman yang lebih lokal dari kebanyakan blasteran. Singkatnya cew
***Di mobil biasanya anak anak pada debat tentang banyak hal. Seperti Setiyaki dan Lana yang berdebat pasal apakah betulan ada reinkarnasi. Dan jika reinkarnasi itu ada maka Lana ingin berubah menjadi choker nya Via Vallen biar tau kalo dia itu aneh pake begituan. Tapi Ali yang seorang Vianisti sejati tentu tidak terima. Perdebatan akan semakin panas jika Setiyaki membela salah satu diantara mereka.Namun hari ini Aji sedang tidak ingin berdebat. Dilihat dari rear-view-mirror sosok yang mengganggu Aji sejak subuh tadi masih terlihat. Dia duduk di belakang bersama Ali. Jika Ali tau dia sedang bersebelahan dengan makhluk tak kasat mata sepertinya cowok itu akan pinsan. Beruntungnya sosok cewek itu tidak jahil seperti sosok lain yang sering menampakan diri meski tampilannya juga tidak terlihat baik.Akan Aji deskripsikan. Dia cewek. Sepertinya seumuran dengan Aji bahkan seragamnya juga seragam yang sama dengan sekokah Aji. Rambutnya panja
***Setelah nasihat panjang lebar dari Raina sore itu Arjuna masih belum tau mau bertindak seperti apa. Lia sudah dia hubungi berkali-kali tapi selalu di tolak. Setiap sosial media Arjuna bahkan diblokir oleh cewek itu. Juna sudah minta bantuan dari Ecan dan Saka namun keduanya bilang tidak bisa membantu. Itu titah Lia katanya.Dan malam ini langit jakarta sangat suram. Bukan suram karena mendung namun polusi dan suasana hati Juna yang sedang kacau."Teh? Teteh?" teriak Arjuna dari pintu depan. Yang dipanggil muncul beberapa menit setelahnya."Apa?" jawab sang empunya rumah. Namun tanpa dipersilahkan Arjuna melenggang masuk begitu saja. Kalo sudah di apartement Teh Aya, Juna tuh kadang lupa sama sopan santun."Teh, mau curhat.""Kenapa lagi sama Lia?""Dia minta break. Aku harus gimana?" jawab Arjuna sambil nyomot toples keripik tempe. Teh Aya duduk disebelahnya, mengambil toples beris
***Sudah lebih dari satu minggu dan setan itu terus mengikuti Aji kemanapun ia pergi. Walaupun sosok itu tidak sejahil sosok lainnya namun tetap saja ia merasa ngeri. Sosok itu selalu muncul tiba tiba. Dan setiap kali muncul tak pernah dalam keadaan bersih. Selalu ada darah."Akhh, please. Jangan ganggu gue, dong.""Lo selama ini diajarin buat nolong orang nggak, sih?" sosok itu melipat kedua tangan di dada. Mencegat Aji yang hendak ke kamar mandi."Diajarin.""Berarti lo harusnya bisa nolong gue." Sosok itu bedecak sembari menghentakkan kakinya. Aji ikutan berdecih."Kakak-kakak gue ngajarin buat nolong sesama manusia. Gue tegasin, MANUSIA!" Aji sengaja menekan kata terakhir sebelum kembali menyusuri lorong sekolah menuju kamar mandi."Gue kan pernah jadi manusia! Aji! AAJIII!!"Aji tak peduli. Itu bukan urusannya. Didalam kamar mandi ada sosok lain yang sedang berdiri dengan gamang.
***Mama Juna sudah menyambut dengan celemek coklat di badannya. Tanpa ragu cewek berkaos biru itu melepas tas ransel kecilnya dan melenggang untuk menyapa Mama Juna."Mama," ucap Raina sambil memeluk Mama Juna dari belakang."Udah dateng?""Udah dari tadi, tapi berhenti di Indimaret dulu makan jajan," jawab Raina."Eh, tadi langsung kesini aja. Mama, kan, masak banyak. Bikin camilan juga.""Beli keripik tempe buat Ali." Raina berkata ringan. Tidak, sebetulnya bukan untuk alasan itu Raina mampir ke Indimaret. Hanya ingin duduk menikmati lalu-lalang jalanan yang ramai.Semalam Raina bertengkar hebat dengan Mamanya. Pasal Raina yang sudah lelah dengan sikap menyebalkan kedua orang tuanya. Raina tahu sejak lama bahwa Mamanya main belakang. Membawa pulang laki-laki lain setiap kali Papa sedang dinas keluar kota. Dan kemarin malam, lagi lagi Mama membawa laki-laki yang berumur setengah abad. Raina muak d
***Aji pamit ke Ali untuk pulang terlambat. Dia bilang akan ketemu dengan Setiaji untuk membicarakan sesuatu. Padahal itu hanya alibi karena Aji akan keluar bersama Zahra.Sore itu langit barat sedang cerah. Ada cahaya oranye yang memenuhi separuh langit meski matahari belum sepenuhnya tumbang."Kak Lino, hari ini Aji mau bilang suka ke Zahra. Bilangin ke Tuhan biar semua lancar, ya?" batin Aji ditengah ramai antrian bus. Entah ramai manusia atau ramai dengan sosok aneh, intinya sore itu sangat ramai.Zahra minta ketemuan di sebuah kafe yang tak terlalu jauh dari sekolah. Kafe yang selalu mereka datangi hanya untuk ngobrol atau mengerjakan tugas bersama kawan kawan lain. Kafe itu milik kakaknya Setiaji, jadi sekalian menjadi pengelaris.Macet jakarta selalu menjadi teman paling setia di sore hari. Bersamaan dengan pulang anak sekolahan dan pekerja kantoran. Membuat seluruh kota padat akan kendaraan atau manusi
***Raina memang sudah terbiasa dengan keluarga pak Prihatmoko. Cewek itu bahkan sudah sangat bisa diajak adu mulut dengan Mas Abim, gelud dengan Ali dan Lana atau bersekongkol dengan Setiyaki untuk membuat Sonnie ngambek. Akrabnya Raina dengan keluarga Pak Prihatmoko dimulai belum lama. Namun cara Raina mendekatkan diri dengan keluarganya terlampaui hangat. Bahkan Papi dan Mama sempat ingin mengadopsi Raina. Tapi ya masa iya. Raina bukan kucing.Seperti malam ini. Raina ikutan pusing dengan Aji yang tidak memberi kabar hingga larut malam."Tenang aja, Mah. Paling Aji kejebak di kafenya Bang Jeno sama Setiaji. Nggak akan kenapa-napa." Ali berkata santai. Masih ngunyah keripik tempe yang tadi sempat dipending karena makan malam dan main uno."Iya, kali, mah. Mamah tidur aja. Pasti capek. Biar kita yang nunggu dia pulang." Setiyaki menimbuhi. Setiyaki memang pintar memprovokasi. Entah itu untuk sisi positif atau sisi negatif. Dan Mam