Elzaino menanda tangani berkas kerja sama antara perusahaan miliknya dan perusahaan besar yang ada di Dubai. Seharusnya pria bertubuh tinggi dan atletis itu gembira dan merayakan keberhasilan ini. Teringat ketika ia menceritakan harapannya bekerja sama dengan perusahaan raksasa asal Dubai ini pada sang istri. Walaupun waktu itu respon Amanda mengecewakan, tapi wanita itu berharap Elzaino memenangkan kerja sama yang berharga milyaran itu. Hati El kini terasa hampa dan sepi.
"Seharusnya kita merayakannya bersama-sama dengan Arga," lirih El. Matanya menatap jauh ke depan. Menatap pemandangan dari bangunan kantornya yang mencakar langit. Tangannya mengepa saat mengingat Amanda mencampakan dirinya. Saat itu ketika dirinya pulang dari kantor, Elzaino tak menemukan Amanda di rumah. Petugas keamanan yang berjaga berkata jika Amanda pergi dengan alasan bertemu dokter untuk mengecek luka pasca persalinan. Elzaino kemudian menemukan sepucuk surat jika sang wanitanya sudah tak ingin berada di sampingnya. Dalam surat itu Amanda menjelaskan jika tugasnya sudah selesai memberikan Elzaino keturunan. Amanda tidak akan mengambil Arga dari sisi El, asal Elzaino membiarkan Amanda pergi mengejar cinta sejatinya. Hati Elzaino remuk redam, harga dirinya seolah tercabik dengan pengkhianatan dari Amanda. Tak ia sangka jika sang istri masih menaruh asa pada mantan kekasihnya. "Kau menganggap Darren adalah cinta sejatimu, lalu bagaimana dengan Arga? Di tubuhnya mengalir darahmu. Tak pentingkah Arga di matamu?" Lirih El. Matanya berkaca-kaca. Elzaino mengerjapkan matanya. Ia tak ingin lemah dalam situasi sulit seperti ini. Masih ada Arga, ibu dan adiknya yang harus ia lindungi dan harus ia nafkahi. Kini harta yang paling berharga bagi El adalah kehadiran Arga. Elzaino mengusap wajahnya. Lantas ia membereskan kontrak kerja yang masih ada di atas meja. Ia bergegas untuk pulang, tak ingin menikmati kesindiriannya di lantai 60 itu. Dirinya harus memastikan jika Arga di rumah baik-baik saja dan ditangani oleh Alana dengan benar. **** Sementara itu Meri memperhatikan Alana yang baru saja memandikan Arga. Arga memang harus di mandikan dua kali dalam sehari. Alana terlihat telaten dalam membersihkan tubuh mungil putra Elzaino itu. "Awas saja kalau cucuku kenapa-kenapa!!" Meri memberikan ultimatum seraya berdiri di belakang Alana yang tengah memandikan Arga. "I-iya, Nyonya," Alana segera mengeringkan tubuh Arga dengan handuk dan membawanya keluar dari kamar mandi, tentunya Meri masih mengekor di belakangnya. Alana segera memakaikan piyama di tubuh kecil Arga. Wanita itu terlihat riang dan menikmati pekerjaan barunya ini. Menjadi ibu susu Arga seolah sedikit menghapus duka dan lara hatinya yang ditinggalkan oleh sang anak. Arga sendiri hanya menggeliat pelan dengan gerakan lembut yang Alana buat. Kolik yang diderita bayi itu pun seakan langsung sembuh karena ASI yang Alana berikan. "Anak kecil udah ganteng dan harum!!" Alana berkata riang. Meri hanya memutar bola matanya. Tak lama kemudian bayi mungil itu menangis. Alana paham jika Arga menginginkan susu. Segera Alana menggendong Arga dan menyusuinya. Arga langsung menghisap ASI yang diberikan Alana dengan cepat, seolah sedari tadi kehausan. "Dari tadi engga kamu kasih ASI, hah?" Meri membentak. "Kasih kok, Nyonya. Den Arga memang seperti ini menyusunya. Mungkin karena Den Arga laki-laki, jadi menyusunya kuat," Alana menjawab dengan takut. "Mana ada seperti itu? Itu buktinya cucu saya kaya kelaparan gitu!!" Meri masih tak terima. "Saya tidak bohong, Nyonya. Sebelum dimandikan, Den Arga sudah saya susui terlebih dahulu," Alana menjawab lagi. "Halah, palingan ASInya seret. Babu kaya kamu pasti kurang nutrisi, jadi ASInya seret," ucap Meri lagi dengan pedas. "Sudah saya pumping, Nyonya. Hasilnya ASI saya cukup banyak," Alana menyergah. "Lagian ngapain si El nyusuin bayinya ke babu! Ada ada aja!!" Gerutu Meri, lalu meninggalkan kamar Arga dengan wajah senewen. "Astagfirullah!!" Alana beristigfar, menenangkan dirinya. Walau dirinya dulu memang seorang asisten rumah tangga, tapi apakah layak dipanggil dengan sebutan "Babu"? Bukankah jika tidak ada asisten rumah tangga sepertinya mereka akan kerepotan? Alana menghela nafasnya. Ia tidak boleh terbawa suasana. Hatinya harus selalu ceria agar ASInya selalu melimpah. Alana mengalihkan perhatiannya pada Arga yang sedang menyusu padanya. Perasaan sedih yang tadi ia rasakan kini terbang entah ke mana. Alana tersenyum memperhatikan wajah Arga yang lucu. "Ganteng banget kamu, Nak! Masya Allah!" Puji Alana seraya memperhatikan bulu mata Arga yang lentik. "Kamu mirip Papamu ya, Nak?" Alana berujar kembali disertai dengan senyuman hangat. Sesekali tangannya mengusap rambut Arga dengan sayang. untuk mengusir sepi, Alana kemudian melantunkan shalawat yang biasa ia baca. Elzaino yang sudah sampai ke rumah pun segera berjalan ke kamar putranya. Ketika ia akan membuka pintu, hatinya tertegun mendengar shalawatan merdu dari Alana. Ia membuka pintu sedikit dan melihat Alana sedang memunggunginya. Elzaino tahu jika wanita itu kini sedang menyusui putranya. "Minum yang banyak ya, Nak! Tumbuhlah dengan sehat dan kuat," Alana berucap setelah ia melantunkan shalawat. Ia elus kembali kepala Arga dengan penuh kasih. Hati Elzaino menghangat. Ternyata memilih Alana sebagai ibu susu Arga adalah keputusan yang tepat. Beberapa menit kemudian Arga sudah tertidur di pangkuan Alana. Wanita itu segera menutup kancing kemejanya. Elzaino yang memperhatikan pun memutuskan untuk masuk. "Ehem," Elzaino berdehem. Alana terlonjak kaget. Ia langsung menoleh begitu mendengar suara seseorang. "Tu-tuan!" Alana terbata. "Saya hanya ingin melihat keadaan Arga," Elzaino melangkahkan kakinya masuk. "Den Arga sudah tidur, Tuan," Alana pun berdiri seraya memangku Elzaino di pangkuannya. "Saya ingin menimangnya," timpal Elzaino seraya memperhatikan wajah Arga yang tengah terlelap dengan damai. "Boleh, Tuan," Alana mendekatkan tubuhnya, hendak memberikan Arga pada ayahnya. Mata mereka kemudian bertatapan ketika Elzaino menerima bayi mungil itu dari tangan Alana.Sejak kedatangan Amanda, Meri begitu mencemaskan keadaan sang cucu. Meri takut, Amanda akan berbuat nekat untuk mengambil Arga dari sisi keluarganya. Meri berjalan ke arah kamar Arga dan Alana. Wanita modis itu membuka pintu kamar Arga sedikit, ia tersenyum saat melihat Arga sedang berceloteh dan bercanda dengan Alana. Lagi-lagi hatinya menghangat karena Alana. "Alana," Panggil Meri lembut "Iya, Nyonya?" Alana menatap Meri yang sedang berjalan ke arahnya. "Terima kasih, Alana. Karena kamu telah menyayangi cucu saya sepenuh hati kamu," ucap Meri yang membuat Alana seakan tak percaya, karena Meri tak pernah mengatakan terima kasih kepada pekerjanya. "Sama-sama, Nyonya. Sudah kewajiban saya harus menjaga dan menyayangi Den Arga dengan sepenuh hati," Alana tersenyum yang membuat Meri semakin menyukai wanita cantik itu. "Saya akan membawa Arga ke taman, hanya di taman rumah ini. Saya ingin menghabiskan waktu dengan cucu saya," Meri berujar yang mirip sekali dengan meminta izin kepada
Elzaino berencana untuk merayakan pergantian tahun di villa pribadi miliknya yang ada di kota kembang. Villa itu terletak di kawasan asri dan dikelilingi kebun teh yang luas. Elzaino memang sengaja membelinya agar ia bisa membawa keluarganya menjauh sejenak dari hiruk pikuk perkotaan. Elzaino ingin menenangkan pikirannya dari segala masalah yang akhir-akhir ini menderanya."Seriusan Kak kita mau ke villa?" Tanya Mireya dengan mata yang berbinar.Kakak beradik itu kini berada dalam ruangan pribadi milik Elzaino. Mireya sendiri diminta datang ke ruangan pribadi kakaknya untuk menyampaikan hasil rapat tadi siang dengan perusahaan dari Amerika."Seriusan. Tapi semua kerjaan kantor udah beres kan?" Elzaino memastikan. Ia tak ingin pergi berlibur sementara pekerjaan di kantor belum rampung."Kakak ini tidak tahu apa kinerjaku seperti apa?" Mireya mengerucutkan bibirnya.Memang Elzaino begitu mengenali sifat pekerja keras adiknya. Bukan karena Mireya adalah adiknya lantas El menunjuk wanita
Pagi-pagi sekali Alana sudah berjibaku dengan apron warna putihnya. Hari ini, adalah hari pertama Arga MPASI. Wanita itu sangat fokus sekali dengan masakannya, hingga tak menyadari kedatangan Meri dan Mireya yang menghampiri dirinya. "Sedang apa, Sus? Serius sekali!" Mireya yang sedang libur itu bertanya kepada Alana seraya berdiri di samping Alana. Elzaino sudah dua hari ke luar kota, ia pun tak tahu Arga akan mulai MPASI hari ini. "Saya sedang memasak untuk Den Arga. Hari ini hari pertama MPASInya," jawab Alana dengan ceria. Mireya dan Meri merasa terkejut mendengar Arga yang sudah mulai fase MPASI. Mereka sangat sibuk sampai tidak sadar jika Arga sudah genap berusia enam bulan. "Kamu masak apa saja untuk Arga, Alana?" Meri memperhatikan makanan yang ada di dalam panci anti lengket itu. Meri sebenarnya merasa tak yakin dengan Alana, apakah wanita itu tahu gizi yang dibutuhkan oleh seorang bayi? Meri menatap isi panci itu, isinya adalah nasi, daging sapi, brokoli, dan tahu.
Handoko mendapatkan informasi jika sang putri datang ke kediaman Elzaino dengan bermaksud mengambil Arga. Tangan pria itu terkepal erat. Ia tak menyangka anaknya akan setidak tahu malu itu. Sudah mengkhianati sang suami, kini Amanda tak tahu malunya datang untuk mengambil Arga. Entah dari mana sikap tak tahu malunya itu diturunkan. "Pa?" Resti mengusap tangan kekar suaminya. "Hmm!" Handoko bergumam. "Papa sudah tahu kan teror yang menimpa kediaman kita?" Tanya Resti memastikan, ia yakin jika sang suami sudah tahu dengan apa yang diperbuat oleh Darren. "Tentu saja Papa tahu. Jangan hiraukan teror remeh seperti itu!" Handoko menjawab, akan tetapi matanya masih saja memindai pemandangan luar, pemandangan malam dengan terpaan angin sepoi yang membingkai wajahnya. Resti hanya diam tak menjawab. Tentu ia sudah sangat percaya dengan suaminya. Handoko akan selalu memastikan dirinya aman. "Ma, Amanda berusaha merebut Arga dari El. Papa sudah tak tahu di mana wajah Papa saat ini d
Elzaino terus menyeret Amanda ke luar. Bahkan beberapa bodyguard membantu El karena Amanda yang kian memberontak dan menjadi-jadi. Amanda berteriak bak orang kesurupan. Dirinya tengah dikuasai emosi dan ambisi untuk bisa mendapatkan Arga sepenuhnya. "Lepaskan kamu jahat, Mas!" Teriak Amanda lagi diiringi dengan tangisan yang memilukan. Tubuhnya meronta meminta untuk dilepaskan. "Teganya kamu memisahkan ibu dan anaknya! Kamu malah mendekatkan putra kita dengan babu itu ketimbang aku sebagai ibu kandungnya!" Cicit Amanda lagi dengan penuh amarah. Meri dan Mireya yang ikut menyaksikan Amanda di seret hanya menatap wanita itu penuh dengan kebencian. Meri ingin sekali menjambak rambut Amanda lagi, ia belum puas. Para Bodyguard segera mendorong tubuh Amanda di area halaman depan. Tubuh wanita itu basah kuyup karena terkena hujan yang turun dengan lebat. "Pergi kamu, j4lang! Berhenti mengusik kehidupan putraku! Kau bukan bagian dari keluarga kami lagi," suara Meri menggelegar, menamb
Darmi, Dani dan Annida mengalami hari-hari yang sulit di rumah Ratmi, adik dari Dani. Keluarga dari Heri itu hanya mengandalkan makan dari emas yang dijual oleh Darmi. Beruntung ada gelang dan cincin yang menempel di badannya sehingga barang itu tak disita oleh Arman, si bandar judi."Gimana ini Pak, uang kita sebentar lagi habis," ucap Darmi sembari menghitung uang pecahan dua puluh ribu rupiahan. Dani menoleh ke arah uang yang dipegang oleh istrinya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, merasa tak berdaya dengan keadaan sulit yang tengah membelenggu keluarganya. Kemudian netra pria yang sudah senja itu menatap pada putri bungsunya yang tengah rebahan sembari tertawa melihat gadgetnya. Dani kemudian bangkit dan menghampiri sang putri yang sudah lulus sarjana itu. "Nida, apa kamu tidak ingin bekerja membantu perekonomian keluarga kita yang tengah carut marut?" Tanya Dani dengan mata tajam.Seumur hidup Annida memang gadis itu kerap dimanjakan oleh Dani dan Darmi. Annida belum pernah ke