Flashback....
Amanda diantarkan oleh seorang pria berparas tampan dan blansteran. Mereka diantar oleh supir pribadi Amanda. Tak lupa Bi Narti pun ikut serta mengantar Amanda ke rumah sakit terbesar di kota itu. Sesekali Amanda meringis, ia merasakan kontraksi pada perutnya. Bi Narti dan supir yang bernama Mang Tejo pun sudah menghubungi El. Dengan panik, El segera membatalkan kunjungan pentingnya. Ia segera memesan pesawat dengan jam penerbangan saat itu juga. Beruntung El mendapatkan tiket dengan mudah dengan kelas VIP itu. "Sakit sekali, Darren!" Amanda meringis. Wanita itu merasa tak kuat dengan rasa sakit dan mulas yang menderanya. Sesekali ia mencengkram tangan pria bule yang bernama Darren itu, hingga membuat Bi Narti dan Mang Tejo berpandangan. "Cepat! Lebih ngebut lagi!" Darren memerintah dengan tegas, membuat mang Tejo segera tancap gas dan mengendalikan mobil sport berwarna hitam itu dengan ugal-ugalan. Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di rumah sakit. Para perawat segera berlari ke arah Amanda yang sudah tak mampu untuk duduk atau pun berjalan. Darren yang tegap segera menggendong Amanda dan menidurkannya di atas brankar. "Temani aku, aku mohon!" Ratap Amanda pada pria yang ia panggil Darren itu. Darren mengangguk, ia segera mendorong brankar itu bersama beberapa perawat dan membawanya segera ke ruang IGD. Dokter spesialis kandungan segera memeriksa Amanda, masih pembukaan dua. Masih lumayan lama menuju pembukaan sempurna. "Dokter, aku ingin melahirkan secara metode ILA. Cepat segera bertindak sebaik mungkin!" Amanda memerintah dokter spesialis itu dengan nada tinggi. Metode ILA ( intrathecal Labour Analgesia) adalah metode lahiran normal namun tanpa rasa sakit. Metode ini adalah menyuntikan Obat anestesi lokal dengan dosis minimal, lebih kecil dari operasi Caesar. Dosis ini disuntikan ke ruang intrathecal di tulang belakang. Metode ini memang masih awam di tanah air. Namun rumah sakit yang didatangi Amanda adalah rumah sakit internasional. Jadi metode itu pasti sudah tersedia di rumah sakit itu. "Baik," Dokter tadi memerintahkan perawat untuk memindahkan Amanda ke ruang bersalin. Sementara Darren, ia mengurus administrasi untuk keperluan Amanda selama menjalani perawatan dan tindakan di rumah sakit itu. Beberapa jam pembukaan di jalan lahir Amanda sudah lengkap. Amanda memohon kepada Darren untuk menemaninya di ruang operasi. Pria bermata biru itu bersedia, ia pun melewati fase yang sangat menyeramkan di hidupnya. Bagaimana tidak, Amanda tengah mempertaruhkan nyawanya demi sang buah hatinya dengan Elzaino. Suara tangisan bayi memecahkan keheningan, dokter segera mengangkat bayi yang berjenis kelamin laki-laki itu dan diberikannya di dada Amanda. Jika ibu lain tentu akan menangis dan terharu melihat janin yang dikandungnya sembilan bulan telah lahir, berbeda dengan Amanda. Wanita itu memalingkan wajah. Tak ingin menatap bayi yang masih dipenuhi dengan darah itu. "Angkat dia, Dok!" Amanda mengatakannya tanpa beban. Dokter spesialis obygin segera mengangkat bayi itu dan memberikannya pada dokter spesialis anak untuk di observasi. Darren yang sudah menemani Amanda pun segera mundur untuk keluar dari ruangan itu. Amanda menatap Darren dengan sorot penuh permohonan. "Jangan pergi lagi, Darren! Aku mohon!" Amanda menangis berderai air mata, ia sudah tak mempedulikan lagi bayi yang tengah menangis memecahkan kesunyian ruangan bersalin itu. Amanda hanya ingin Darrennya kembali. Darren tak mengindahkan kata Amanda, ia segera pergi dari sana. Darren berjalan menyusuri koridor rumah sakit, ia melihat El yang tengah berjalan dengan terburu-buru. Darren tersenyum getir, ia pun berjalan menjauhi El yang terlihat cepat dan tak menyadari kehadiran dirinya. **** Mata Darren sesekali menatap jalanan rumah sakit, namun tidak dengan pikirannya. pikirannya menerawang sangat jauh saat resepsi pernikahannya bersama Amanda. Ya, Amanda adalah kekasihnya yang dipacarinya selama delapan tahun. Darren adalah teman masa kecil dari Amanda. Pria itupun adalah cinta pertama istri dari Elzaino itu. Bertahun lamanya mereka menjalin hubungan, Darren akhirnya melamar Amanda di sebuah kapal pesiar di kota Paris. Mereka pun memutuskan menikah. Darren yang mempunyai darah berkebangsaan Indonesia-Amerika meminta izin menikah kepada keluarganya yang menetap di negara Paman Sam itu. Tanggal pernikahan pun keluar, berapa bahagianya Amanda dan Darren yang akan segera menikah. Namun keluarganya akan menyusul setelah akad berlangsung. Jadwal penerbangan mereka akan sampai malam harinya dan keluarga Amanda tak mempermasalahkan absennya keluarga Darren. Amanda dan keluarga cukup percaya dengan Darren yang sudah lama mereka kenal. Saat hari H itu tiba, keluarga Darren yang ada di Amerika mengabarkan bahwa ayah Darren menjadi korban perampokan dan penembakan di dekat bandara hingga nyawanya tak tertolong. Darren yang panik pun segera memutar arah mobilnya tanpa mengabari Amanda. Pria itu menuju bandara untuk segera memesan tiket pesawat menuju Amerika. Sampai siang hari, Amanda yang sudah cantik dengan hiasan make-upnya sebagai pengantin merasa tak enak karena Darren tak kunjung hadir di acara pernikahan mereka, membuat semua tamu berbisik-bisik, saling melemparkan praduga dan argumen masing-masing. Situasi semakin membuat keluarga Amanda kalut. Mereka tak mau malu di hadapan para tamu. Amanda sendiri sibuk menelpon Darren, namun nihil. Sampai pukul dua siang, pria itu tak mengangkat teleponnya. Bahkan nomor ponselnya tak bisa dihubungi. Sampai akhirnya Elzaino sebagai sahabat Amanda maju untuk menawarkan diri menjadi pengantin pengganti. Orang tua El sudah bersahabat lama dengan orang tua Amanda. El tak bisa membiarkan keluarga Amanda tercoreng di hadapan para tamu. Selain itu, El sudah lama memendam perasaannya pada Amanda. Hingga pernikahan pun tetap terlaksana dengan pengantin pria yang berbeda dari nama undangan. Darren menutup matanya, peristiwa itu sungguh melukainya. Ia tak mengira jika keluarga Amanda akan mencari pengantin pengganti. Kehilangan sang ayah membuatnya tak terkendali, ia sering mabuk-mabukan di negara berideologi liberal itu. Hingga satu bulan kemudian ia memutuskan untuk kembali ke tanah air dan meminta maaf pada keluarga Amanda. Namun sayang, Darren sudah terlambat. Karena setelah itu ia menerima penolakan dari keluarga Amanda. Keluarga Amanda murka karena Darren pergi begitu saja di hari pernikahannya. Fakta lain yang lebih menyakitkan adalah Amanda sudah menikah dengan pria lain. Darren memilih untuk mundur, namun ia mencoba menjelaskan kejadian sebenarnya kepada Amanda. Awalnya wanita itu histeris saat melihat Darren. Sakit hati karena merasa dicampakan. Namun setelah mendengar penjelasan mantan kekasihnya, Amanda mempercayai Darren. Ia ingin kembali lagi bersama pria bule itu. Darren jelas menolak, akan tetapi Amanda masih berhasrat memiliki pria itu. Darren merasa dilema karena ia masih mencintai mantan kekasihnya. Akan tetapi setelah mengetahui kenyataan Amanda sedang mengandung, Darren benar benar mundur. Namun Amanda bertekad akan kembali mengejar cinta sejatinya setelah ia melahirkan anaknya. Ia akan melepaskan semuanya, karena cintanya hanya untuk Darren. Bukan El.Sejak kedatangan Amanda, Meri begitu mencemaskan keadaan sang cucu. Meri takut, Amanda akan berbuat nekat untuk mengambil Arga dari sisi keluarganya. Meri berjalan ke arah kamar Arga dan Alana. Wanita modis itu membuka pintu kamar Arga sedikit, ia tersenyum saat melihat Arga sedang berceloteh dan bercanda dengan Alana. Lagi-lagi hatinya menghangat karena Alana. "Alana," Panggil Meri lembut "Iya, Nyonya?" Alana menatap Meri yang sedang berjalan ke arahnya. "Terima kasih, Alana. Karena kamu telah menyayangi cucu saya sepenuh hati kamu," ucap Meri yang membuat Alana seakan tak percaya, karena Meri tak pernah mengatakan terima kasih kepada pekerjanya. "Sama-sama, Nyonya. Sudah kewajiban saya harus menjaga dan menyayangi Den Arga dengan sepenuh hati," Alana tersenyum yang membuat Meri semakin menyukai wanita cantik itu. "Saya akan membawa Arga ke taman, hanya di taman rumah ini. Saya ingin menghabiskan waktu dengan cucu saya," Meri berujar yang mirip sekali dengan meminta izin kepada
Elzaino berencana untuk merayakan pergantian tahun di villa pribadi miliknya yang ada di kota kembang. Villa itu terletak di kawasan asri dan dikelilingi kebun teh yang luas. Elzaino memang sengaja membelinya agar ia bisa membawa keluarganya menjauh sejenak dari hiruk pikuk perkotaan. Elzaino ingin menenangkan pikirannya dari segala masalah yang akhir-akhir ini menderanya."Seriusan Kak kita mau ke villa?" Tanya Mireya dengan mata yang berbinar.Kakak beradik itu kini berada dalam ruangan pribadi milik Elzaino. Mireya sendiri diminta datang ke ruangan pribadi kakaknya untuk menyampaikan hasil rapat tadi siang dengan perusahaan dari Amerika."Seriusan. Tapi semua kerjaan kantor udah beres kan?" Elzaino memastikan. Ia tak ingin pergi berlibur sementara pekerjaan di kantor belum rampung."Kakak ini tidak tahu apa kinerjaku seperti apa?" Mireya mengerucutkan bibirnya.Memang Elzaino begitu mengenali sifat pekerja keras adiknya. Bukan karena Mireya adalah adiknya lantas El menunjuk wanita
Pagi-pagi sekali Alana sudah berjibaku dengan apron warna putihnya. Hari ini, adalah hari pertama Arga MPASI. Wanita itu sangat fokus sekali dengan masakannya, hingga tak menyadari kedatangan Meri dan Mireya yang menghampiri dirinya. "Sedang apa, Sus? Serius sekali!" Mireya yang sedang libur itu bertanya kepada Alana seraya berdiri di samping Alana. Elzaino sudah dua hari ke luar kota, ia pun tak tahu Arga akan mulai MPASI hari ini. "Saya sedang memasak untuk Den Arga. Hari ini hari pertama MPASInya," jawab Alana dengan ceria. Mireya dan Meri merasa terkejut mendengar Arga yang sudah mulai fase MPASI. Mereka sangat sibuk sampai tidak sadar jika Arga sudah genap berusia enam bulan. "Kamu masak apa saja untuk Arga, Alana?" Meri memperhatikan makanan yang ada di dalam panci anti lengket itu. Meri sebenarnya merasa tak yakin dengan Alana, apakah wanita itu tahu gizi yang dibutuhkan oleh seorang bayi? Meri menatap isi panci itu, isinya adalah nasi, daging sapi, brokoli, dan tahu.
Handoko mendapatkan informasi jika sang putri datang ke kediaman Elzaino dengan bermaksud mengambil Arga. Tangan pria itu terkepal erat. Ia tak menyangka anaknya akan setidak tahu malu itu. Sudah mengkhianati sang suami, kini Amanda tak tahu malunya datang untuk mengambil Arga. Entah dari mana sikap tak tahu malunya itu diturunkan. "Pa?" Resti mengusap tangan kekar suaminya. "Hmm!" Handoko bergumam. "Papa sudah tahu kan teror yang menimpa kediaman kita?" Tanya Resti memastikan, ia yakin jika sang suami sudah tahu dengan apa yang diperbuat oleh Darren. "Tentu saja Papa tahu. Jangan hiraukan teror remeh seperti itu!" Handoko menjawab, akan tetapi matanya masih saja memindai pemandangan luar, pemandangan malam dengan terpaan angin sepoi yang membingkai wajahnya. Resti hanya diam tak menjawab. Tentu ia sudah sangat percaya dengan suaminya. Handoko akan selalu memastikan dirinya aman. "Ma, Amanda berusaha merebut Arga dari El. Papa sudah tak tahu di mana wajah Papa saat ini d
Elzaino terus menyeret Amanda ke luar. Bahkan beberapa bodyguard membantu El karena Amanda yang kian memberontak dan menjadi-jadi. Amanda berteriak bak orang kesurupan. Dirinya tengah dikuasai emosi dan ambisi untuk bisa mendapatkan Arga sepenuhnya. "Lepaskan kamu jahat, Mas!" Teriak Amanda lagi diiringi dengan tangisan yang memilukan. Tubuhnya meronta meminta untuk dilepaskan. "Teganya kamu memisahkan ibu dan anaknya! Kamu malah mendekatkan putra kita dengan babu itu ketimbang aku sebagai ibu kandungnya!" Cicit Amanda lagi dengan penuh amarah. Meri dan Mireya yang ikut menyaksikan Amanda di seret hanya menatap wanita itu penuh dengan kebencian. Meri ingin sekali menjambak rambut Amanda lagi, ia belum puas. Para Bodyguard segera mendorong tubuh Amanda di area halaman depan. Tubuh wanita itu basah kuyup karena terkena hujan yang turun dengan lebat. "Pergi kamu, j4lang! Berhenti mengusik kehidupan putraku! Kau bukan bagian dari keluarga kami lagi," suara Meri menggelegar, menamb
Darmi, Dani dan Annida mengalami hari-hari yang sulit di rumah Ratmi, adik dari Dani. Keluarga dari Heri itu hanya mengandalkan makan dari emas yang dijual oleh Darmi. Beruntung ada gelang dan cincin yang menempel di badannya sehingga barang itu tak disita oleh Arman, si bandar judi."Gimana ini Pak, uang kita sebentar lagi habis," ucap Darmi sembari menghitung uang pecahan dua puluh ribu rupiahan. Dani menoleh ke arah uang yang dipegang oleh istrinya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, merasa tak berdaya dengan keadaan sulit yang tengah membelenggu keluarganya. Kemudian netra pria yang sudah senja itu menatap pada putri bungsunya yang tengah rebahan sembari tertawa melihat gadgetnya. Dani kemudian bangkit dan menghampiri sang putri yang sudah lulus sarjana itu. "Nida, apa kamu tidak ingin bekerja membantu perekonomian keluarga kita yang tengah carut marut?" Tanya Dani dengan mata tajam.Seumur hidup Annida memang gadis itu kerap dimanjakan oleh Dani dan Darmi. Annida belum pernah ke