Share

Panik

Author: Zinnia Azalea
last update Last Updated: 2024-11-23 22:36:52

Pagi ini Alana sudah berpakaian dengan rapi, sejak menjadi ibu susu Arga, wanita itu tampil lebih cantik dan terawat. Jika sebelumnya ia selalu memakai daster lusuh, kini tidak lagi. El memberikannya baju-baju yang layak dan bersih agar Arga memiliki ibu susu yang sehat dan steril.

Seperti hari ini, Alana memakai dress di bawah lutut. Ia mengucir rambut panjangnya agar tak mengganggu Arga saat menyusu kepadanya. Jika penampilan rapi, Alana sangat cantik. Bahkan terlihat seperti kakak dari Arga, bukan ibu susu.

Hari ini Arga dijadwalkan untuk imunisasi ke Rumah Sakit Ibu dan Anak. El sudah berangkat dari pagi untuk bekerja. Mireya pun sudah resmi bergabung menjadi wakil direktur, Wakil dari El. Memang Mireya mempunyai kemampuan hampir menyamai kakaknya. Sementara di rumah hanya ada Meri dan beberapa pelayan. Meri memperhatikan Alana, dalam hati ia memuji paras Alana yang sangat cantik. Fisik Alana seperti kelas sosialita jika di dandani seperti sekarang. Padahal Alana tak memakai make up, ia hanya memakai pelembab dan lipstik sekedarnya.

"Apa-apaan aku ini? Mengapa aku memuji babu itu sih? Dia memang cantik, tapi bebet bibit bobotnya tak jelas. Dia tak akan pernah bisa menjadi pengganti Amanda. Sebaiknya aku harus mencari wanita yang sepadan untuk dikenalkan pada El, agar dia bisa move on dari Amanda," batin Meri, sesekali ekor matanya melirik pada Alana yang tengah bersiap-siap untuk pergi ke Rumah Sakit.

Elzaino sudah menugaskan Mang Tejo untuk mengantar Alana ke Rumah Sakit. Tak hanya itu, El memberikan mobil yang besar untuk Alana. agar wanita itu bisa leluasa menyusui Arga di dalam perjalanan. El benar-benar memberikan Alana fasilitas yang terbaik, semua itu ia lakukan hanya karena Arga, buah hatinya.

"Nyonya, saya berangkat dulu," Alana menghampiri Meri. Tangannya ia ulurkan untuk mencium tangan majikannya. Alana menggendong Arga dengan gendongan M-shape. Bayi itu sangat nyaman sekali ketika tertidur di dada sang ibu susu.

"Iya, pergi saja. Hati-hati dengan cucuku! Kau harus bisa menjaganya, awas jangan ada lecet sedikit pun!" Peringat Meri dengan judes. Bahkan uluran tangan Alana tak di balasnya, Meri merasa Alana sedang mencuri perhatian darinya.

"Iya, Nyonya. Kalau begitu saya pamit," Alana pun undur diri. Ia berusaha tak ambil hati atas peringai Meri barusan.

Meri melihat punggung Alana yang semakin mengecil. Jujur saja, tingkah Alana yang akan menyalaminya itu membuat ia rindu pada Mireya. Sebelum berangkat ke Amerika, Mireya sangat santun padanya. Ia tak pernah lupa mencium tangannya saat akan bepergian ke mana pun. Namun, setelah kepulangannya dari negara Paman Sam itu Mireya berubah seratus delapan puluh derajat. Mireya tak pernah mencium lengannya lagi, bahkan terkadang Mireya pergi tanpa pamit. Mireya pun selalu mengeyel jika dinasehati. Meri benar-benar merindukan Mireya yang dulu.

Di tempat yang berbeda, Alana baru saja sampai di parkiran Rumah Sakit. Mang Tejo terburu-buru membukakan pintu mobil untuk Alana.

"Mang, Jangan berlebihan begitu! Aku bisa buka sendiri," Alana tampak tak enak hati melihat sikap Mang Tejo yang memperlakukannya bak majikan.

"Eh, gak apa-apa, Neng geulis. Mang takut neng jatuh. Kalau Den Arga kenapa-kenapa kumaha?" Sahut Mang Tejo dengan logat Sunda yang sangat kental.

"Kalau begitu terima kasih, Mang," Alana tersenyum , ia pun berpamitan kepada mang Tejo dan berjalan menuju area rumah sakit.

"Dilihat lihat Neng Alana teh cocok jadi pengganti Nyonya Amanda. Di doain atuh ya neng, semoga Neng berjodoh sama si Agan El!" Kata Mang Tejo seraya menatap punggung Alana yang mengecil.

Alana memasuki poli anak, El memang sudah melakukan reservasi sebelumnya. Arga di timbang dan diukur panjangnya. Alana tersenyum senang saat kenaikan badan Arga naik signifikan. Bayi itu terlihat anteung ketika di timbang oleh asisten dokter.

"Bagus sekali ya, Bu! Berat badannya naiknya sangat besar. Terus pertahankan kualitas ASI nya ya, Bu? Banyak makan bergizi dan mengelola stres dengan baik!" Pesan Asisten dokter dengan ramah.

"Iya, Sus. Terima kasih."

Alana langsung saja dipanggil untuk memasuki kamar pemeriksaan. El tadinya menginginkan dokter saja yang datang ke rumahnya. Namun, Alana memberikan masukan jika di rumah sakit alatnya lebih lengkap. Pasti sangat ribet jika nanti dokter membawa timbangan berat badan dan pengukur panjang badan ke rumahnya. Akhirnya El menyetujui saran dari Alana. Arga di ditidurkan di ranjang pemeriksaan. Dokter kemudian menyuntiknya di tangan kiri Arga. Bayi gendut itu menangis sebentar, setelahnya Alana bisa menenangkannya.

"Mom, nanti anaknya kalau demam jangan panik, ya! Mom harus sedia obat demam, khawatirnya panasnya tinggi dan kejang," Dokter Anak menjelaskan dengan ramah.

"Semalam Tuan El meminta saya untuk menyuntikan imunisasi yang anti panas. Tapi kebetulan stoknya sedang kosong. Jadi kami berikan yang ada. Ingat, pesan saya ya! Jika nanti Arga demam, pakaikan baju dan selimut yang tipis. Berikan ASI lebih sering, Jangan lupa obat demamnya harus sedia!" Dokter berparas cantik itu kembali mengingatkan.

"Baik, Dok. Apa akan yakin demam, Dok?" Alana menatap Arga dengan khawatir.

Alana memang sangat panik jika berkaitan dengan demam. Dahulu, saudaranya ada yang meninggal karena demam lalu kejang berulang. Dari sana Alana takut dirinya dan orang terdekatnya terserang demam.

"Tidak selalu, bagaimana respon kekebalan tubuh Arga saja. Hanya saja yang saya sampaikan tadi untuk berjaga-jaga"

Alana mengangguk, ia segera berpamitan kepada Dokter spesialis anak itu. Wanita cantik itu berjalan menyusuri lorong-lorong, beberapa mata nakal meliriknya, memuji kecantikannya dalam hati.

*****

Malam menjelang, El telah tiba di rumah. Sejak kelahiran Arga, El selalu berusaha untuk pulang ke rumah. Ia selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dengan sang buah hati setiap hari. Hatinya selalu saja rindu pada Arga. El segera membersihkan dirinya, ia lalu berjalan ke kamar Arga. Di sana sudah terdengar suara Arga yang tengah menangis.

"Alana, ada apa dengan anak saya?" Raut wajah El terlihat sangat cemas. Terlihat di sana Alana sedang menggendong Arga dengan wajah tak kalah cemasnya.

"Den Arga demam, Tuan. Sepertinya efek imunisasi," jawab Alana, ia tak melihat wajah El karena dirinya harus fokus memperhatikan Arga yang tengah menangis di gendongannya.

"Bukankah imunisasinya anti panas?" Dahi El mengernyit bingung.

"Kata dokter imunisasi anti panas sedang habis stoknya, jadi tadi disuntikan imunisasi yang biasa."

"Apa? Mengapa tak ada konfirmasi dulu pada saya? Harusnya tadi kamu tolak, lalu pergi ke rumah sakit lain!" Suara El meninggi, ia tak terima jika Alana menerima begitu saja hingga membuat putranya demam dan rewel.

"Maafkan saya! Saya tidak tahu, Tuan!" Alana merasa sangat bersalah. Tatapannya sendu menatap putra majikannya itu.

"Sudahlah, tak ada artinya lagi kamu meminta maaf!" Dengus El kesal.

El mengambil Arga dari gendongan Alana. Bukannya diam, bayi itu malah semakin menangis histeris. Alana segera mengambil air hangat dan menuangkannya di atas baskom, menyimpannya di samping box bayi milik Arga.

"Permisi, tuan. Saya ambil dulu Arga. Dia harus di kompres," Alana mendekati El, ia pun mengambil Arga dengan canggung. Sesekali tangan mereka bersentuhan, memberikan rasa yang tak nyaman di keduanya.

Alana membaringkan Arga di box bayi. Dengan telaten, ia mengkompres dahi Arga, lipatan ketiak, dan lipatan paha. Alana tak langsung memberikan obat pada bayi itu, rencananya jika demam belum turun juga baru Alana akan memberikan obatnya.

Alana dan El begadang di ruangan itu. Meskipun Alana sudah meminta El untuk tidur saja, nyatanya pria tampan itu tak mengindahkan permintaan Alana. Dengan setia El menemani Alana begadang. Alana mengecek termometer di tubuh Arga, ia mengucap syukur saat suhu Arga turun dan berangsur normal.

"Alhamdulillah, Tuan. Panasnya sudah turun!" Riang Alana, senyumnya semakin membentuk bulan sabit saat melihat Arga yang tak rewel lagi.

Alana pun menyusui Arga, tentu saja El melihat ke arah lain. Bagaimana pun ia tak mau menganggu privasi Alana. Alana kini berbaring di ranjang tempat dia biasa tertidur. Tak lupa Alana pun menidurkan Arga di sampingnya. Setelah itu Alana tak mengingat apa-apa lagi. Ia ikut tertidur bersama sang bayi.

El memperhatikan Alana yang tengah tidur, pun Arga yang sedang ada di dalam dekapannya. Entah mengapa hatinya menghangat, seolah ada rasa lega yang tak bisa dijelaskan. Apalagi El baru menyadari jika wajah Alana sangat cantik dan manis.

"Aku bersyukur menemukan ibu susu yang tepat!" Gumam El, lalu keluar dari kamar putranya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Eko wati
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Umi Fatimah Savitri Dewi
Alhamdulilah endingnya belum
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • ASI Untuk Putra Sang CEO   Tak Ingin Alana Sakit

    Sejak kedatangan Amanda, Meri begitu mencemaskan keadaan sang cucu. Meri takut, Amanda akan berbuat nekat untuk mengambil Arga dari sisi keluarganya. Meri berjalan ke arah kamar Arga dan Alana. Wanita modis itu membuka pintu kamar Arga sedikit, ia tersenyum saat melihat Arga sedang berceloteh dan bercanda dengan Alana. Lagi-lagi hatinya menghangat karena Alana. "Alana," Panggil Meri lembut "Iya, Nyonya?" Alana menatap Meri yang sedang berjalan ke arahnya. "Terima kasih, Alana. Karena kamu telah menyayangi cucu saya sepenuh hati kamu," ucap Meri yang membuat Alana seakan tak percaya, karena Meri tak pernah mengatakan terima kasih kepada pekerjanya. "Sama-sama, Nyonya. Sudah kewajiban saya harus menjaga dan menyayangi Den Arga dengan sepenuh hati," Alana tersenyum yang membuat Meri semakin menyukai wanita cantik itu. "Saya akan membawa Arga ke taman, hanya di taman rumah ini. Saya ingin menghabiskan waktu dengan cucu saya," Meri berujar yang mirip sekali dengan meminta izin kepada

  • ASI Untuk Putra Sang CEO   Rencana Pergantian Tahun

    Elzaino berencana untuk merayakan pergantian tahun di villa pribadi miliknya yang ada di kota kembang. Villa itu terletak di kawasan asri dan dikelilingi kebun teh yang luas. Elzaino memang sengaja membelinya agar ia bisa membawa keluarganya menjauh sejenak dari hiruk pikuk perkotaan. Elzaino ingin menenangkan pikirannya dari segala masalah yang akhir-akhir ini menderanya."Seriusan Kak kita mau ke villa?" Tanya Mireya dengan mata yang berbinar.Kakak beradik itu kini berada dalam ruangan pribadi milik Elzaino. Mireya sendiri diminta datang ke ruangan pribadi kakaknya untuk menyampaikan hasil rapat tadi siang dengan perusahaan dari Amerika."Seriusan. Tapi semua kerjaan kantor udah beres kan?" Elzaino memastikan. Ia tak ingin pergi berlibur sementara pekerjaan di kantor belum rampung."Kakak ini tidak tahu apa kinerjaku seperti apa?" Mireya mengerucutkan bibirnya.Memang Elzaino begitu mengenali sifat pekerja keras adiknya. Bukan karena Mireya adalah adiknya lantas El menunjuk wanita

  • ASI Untuk Putra Sang CEO   Hari Pertama MPASI

    Pagi-pagi sekali Alana sudah berjibaku dengan apron warna putihnya. Hari ini, adalah hari pertama Arga MPASI. Wanita itu sangat fokus sekali dengan masakannya, hingga tak menyadari kedatangan Meri dan Mireya yang menghampiri dirinya. "Sedang apa, Sus? Serius sekali!" Mireya yang sedang libur itu bertanya kepada Alana seraya berdiri di samping Alana. Elzaino sudah dua hari ke luar kota, ia pun tak tahu Arga akan mulai MPASI hari ini. "Saya sedang memasak untuk Den Arga. Hari ini hari pertama MPASInya," jawab Alana dengan ceria. Mireya dan Meri merasa terkejut mendengar Arga yang sudah mulai fase MPASI. Mereka sangat sibuk sampai tidak sadar jika Arga sudah genap berusia enam bulan. "Kamu masak apa saja untuk Arga, Alana?" Meri memperhatikan makanan yang ada di dalam panci anti lengket itu. Meri sebenarnya merasa tak yakin dengan Alana, apakah wanita itu tahu gizi yang dibutuhkan oleh seorang bayi? Meri menatap isi panci itu, isinya adalah nasi, daging sapi, brokoli, dan tahu.

  • ASI Untuk Putra Sang CEO   Berusaha Memasuki Rumah Kenangan

    Handoko mendapatkan informasi jika sang putri datang ke kediaman Elzaino dengan bermaksud mengambil Arga. Tangan pria itu terkepal erat. Ia tak menyangka anaknya akan setidak tahu malu itu. Sudah mengkhianati sang suami, kini Amanda tak tahu malunya datang untuk mengambil Arga. Entah dari mana sikap tak tahu malunya itu diturunkan. "Pa?" Resti mengusap tangan kekar suaminya. "Hmm!" Handoko bergumam. "Papa sudah tahu kan teror yang menimpa kediaman kita?" Tanya Resti memastikan, ia yakin jika sang suami sudah tahu dengan apa yang diperbuat oleh Darren. "Tentu saja Papa tahu. Jangan hiraukan teror remeh seperti itu!" Handoko menjawab, akan tetapi matanya masih saja memindai pemandangan luar, pemandangan malam dengan terpaan angin sepoi yang membingkai wajahnya. Resti hanya diam tak menjawab. Tentu ia sudah sangat percaya dengan suaminya. Handoko akan selalu memastikan dirinya aman. "Ma, Amanda berusaha merebut Arga dari El. Papa sudah tak tahu di mana wajah Papa saat ini d

  • ASI Untuk Putra Sang CEO   Perasaan Bersalah

    Elzaino terus menyeret Amanda ke luar. Bahkan beberapa bodyguard membantu El karena Amanda yang kian memberontak dan menjadi-jadi. Amanda berteriak bak orang kesurupan. Dirinya tengah dikuasai emosi dan ambisi untuk bisa mendapatkan Arga sepenuhnya. "Lepaskan kamu jahat, Mas!" Teriak Amanda lagi diiringi dengan tangisan yang memilukan. Tubuhnya meronta meminta untuk dilepaskan. "Teganya kamu memisahkan ibu dan anaknya! Kamu malah mendekatkan putra kita dengan babu itu ketimbang aku sebagai ibu kandungnya!" Cicit Amanda lagi dengan penuh amarah. Meri dan Mireya yang ikut menyaksikan Amanda di seret hanya menatap wanita itu penuh dengan kebencian. Meri ingin sekali menjambak rambut Amanda lagi, ia belum puas. Para Bodyguard segera mendorong tubuh Amanda di area halaman depan. Tubuh wanita itu basah kuyup karena terkena hujan yang turun dengan lebat. "Pergi kamu, j4lang! Berhenti mengusik kehidupan putraku! Kau bukan bagian dari keluarga kami lagi," suara Meri menggelegar, menamb

  • ASI Untuk Putra Sang CEO   Roda Yang Berputar

    Darmi, Dani dan Annida mengalami hari-hari yang sulit di rumah Ratmi, adik dari Dani. Keluarga dari Heri itu hanya mengandalkan makan dari emas yang dijual oleh Darmi. Beruntung ada gelang dan cincin yang menempel di badannya sehingga barang itu tak disita oleh Arman, si bandar judi."Gimana ini Pak, uang kita sebentar lagi habis," ucap Darmi sembari menghitung uang pecahan dua puluh ribu rupiahan. Dani menoleh ke arah uang yang dipegang oleh istrinya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, merasa tak berdaya dengan keadaan sulit yang tengah membelenggu keluarganya. Kemudian netra pria yang sudah senja itu menatap pada putri bungsunya yang tengah rebahan sembari tertawa melihat gadgetnya. Dani kemudian bangkit dan menghampiri sang putri yang sudah lulus sarjana itu. "Nida, apa kamu tidak ingin bekerja membantu perekonomian keluarga kita yang tengah carut marut?" Tanya Dani dengan mata tajam.Seumur hidup Annida memang gadis itu kerap dimanjakan oleh Dani dan Darmi. Annida belum pernah ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status