Home / Urban / AWAN - THE NEXT SANJAYA / 2. HINAAN TERUS BERLANJUT

Share

2. HINAAN TERUS BERLANJUT

Author: sutan sati
last update Last Updated: 2023-09-10 20:33:21

Melihat banyak orang sedang membicarakannya, Awan tidak terima masalah pribadinya menjadi konsumsi publik. Apalagi mereka membuat penilaian yang terkesan sangat merendahkan dan menghakimi kehidupan pribadinya.

Jika satu atau dua orang saja, ia mungkin bisa membuat perhitungan dengan mereka. 

Tapi, sekarang yang membicarakannya hampir seluruh siswa di sekolahnya?

Apa ia harus menghajar mereka semua untuk melampiaskan kemarahannya? 

Tidak! Awan cukup sadar diri dengan posisinya.

"Nak, ibu ingin melihatmu meraih impianmu di masa depan."

"Apapun cita-citamu, ibu ingin melihatmu menjadi orang yang sukses dan bahagia!"

Ucapan ibunya masih terngiang di dalam kepalanya dan terasa masih hangat. Seolah, ibunya baru mengucapkan kalimat itu beberapa hari yang lalu.

Karena mengingat pesan ibunya, Awan terpaksa harus menahan semua kemarahannya.

Untuk itu, Awan menarik napas beberapa kali untuk meredam emosinya. Ia meyakinkan dirinya, bahwa orang-orang ini tidak layak untuk membuatnya emosi. Bagaimanapun, mereka hanya mengetahui kehidupan pribadinya secara sepihak dan membuat penilaian sesuai dengan imajinasi liar mereka sendiri.

Jika seandainya seluruh dunia pun tahu tentang kehidupan pribadinya, terus kenapa? Mereka semua hanya bisa menilai. Tidak ada yang benar-benar tahu tentang kehidupannya selain dirinya sendiri.

Meski begitu, Awan sangat penasaran, siapa orang yang telah menyebarkan gosip tentang kehidupan pribadinya pada semua orang? 

Apa sahabatnya, Kirana dan Karina?

Keduanya adalah teman Awan sedari sekolah dasar hingga sekarang. Namun, Awan sangat mengenal keduanya, tidak mungkin mereka akan menyebar gosip yang akan menjatuhkan citra Awan, seperti sekarang ini.

Atau Clara, adik tirinya? Meski Clara adalah anak ibu tirinya, ia memiliki karakter yang sangat berbeda dengan ibunya. Jadi, tidak mungkin Clara pelakunya.

Awan memikirkan beberapa nama dalam kepalanya. Tidak banyak orang yang mengetahui tentang kehidupan pribadinya dan Awan tidak bisa memikirkan siapa yang paling memungkinkan untuk menjadi biang gosip negatif tentang dirinya.

Akhirnya, Awan pun memutuskan untuk menyerah karena tidak menemukan satu pun nama yang mungkin menjadi 'musuh' tersembunyinya.

Karena itu, Awan memutuskan untuk lebih cuek dan mengabaikan semua orang yang sedang menggosipkan dirinya.

Awan terus berjalan ke ruang kelasnya. Namun, baru saja ia membuka pintu, hawa panas langsung menerpa wajahnya. Hal itu disebabkan oleh semua siswa sedang menatapnya dengan tatapan penuh hinaan.

Rupanya, sebelum Awan datang, semua orang di kelasnya sedang membahas dirinya dan mereka juga mendapat informasi tentang latar belakang Awan.

Isu tentang kehidupan pribadi Awan dengan cepat menyebar, seperti api yang membakar hutan.

Gosip ini semakin diperparah oleh mereka yang memang tidak menyukai Awan.

Siapa lagi kalau bukan dua orang peringkat dua dan tiga di kelasnya, Rania dan Farhan.

Mereka telah tiga semester sekelas dengan Awan dan selama itu pula, keduanya selalu menjadi langganan peringkat dua dan tiga. Bagi mereka, Awan adalah satu-satunya siswa yang menghambat mereka untuk meraih peringkat satu. 

Dengan adanya isu tentang latar belakang Awan, membuat keduanya memiliki senjata untuk menyerang personal Awan dan merendahkan citranya.

"Lihat, orang yang dibicarakannya sudah datang!" Ujar Farhan dengan nada sarkas sambil melirik Awan dengan senyuman licik di wajahnya.

Seketika, semua orang di kelas memperhatikan Awan.

Selama ini, selain peringkat juaranya, tidak satupun dari Awan yang bisa menarik orang lain untuk memperhatikan dirinya.

Itu karena Awan begitu cuek dengan penampilannya dan selain itu, ia terkenal sebagai tukang tidur di kelas yang membuat orang lain malas untuk memperhatikan dirinya.

"Jadi, ini ceritanya anak haram yang terbuang! Hahaha."

Seorang cowok tiba-tiba semakin memanaskan suasana dan membuat sesisi kelas kompak menertawakan Awan.

Tanpa mempedulikan perasaan Awan, mereka terus membicarakan Awan dengan nada yang begitu merendahkan.

"Jadi, siapa ayahmu sebenarnya, Awan?"

"Anak tidak jelas."

Saat suasana semakin panas, seorang anak cowok lainnya mengambil kesempatan tersebut untuk menanyakan sesuatu yang begitu sensitif. Ekspresinya terlihat begitu bangga bisa mempermalukan Awan di depan teman-temannya.

"Yah, siapa yang tahu jika ibunya hanya berbuat dengan satu pria? Siapa tahu ibunya telah berbuat dengan lebih dari satu pria, hahaha."

"Hahaha."

Kalimat demi kaimat yang dilontarkan mereka sudah semakin keterlaluan dan Awan hampir tidak bisa menahan emosinya. Bagi Awan, ibunya adalah batas kesabarannya. Tidak masalah jika ada orang yang merendahkan dirinya. Tapi, jika mereka juga merendahkan ibunya, Awan siap untuk membuat mereka membayar mahal atas penghinaan yang mereka lakukan.

"Kalian sudah benar-benar keterlaluan!"

Tepat di saat Awan akan bersuara dan mengambil tindakan, seorang cewek sudah terlebih dahulu bersuara untuknya.

'Indah?' Sudut mata Awan melirik Indah yang bersuara lantang dan menegur keras, mereka yang telah menghina Awan.

"Kalian menjudge Awan seolah hidup kalian sudah paling benar?" 

"Lagian, bukan pilihan Awan lahir dari rahim siapa dan keluarga mana."

"Perlu kalian ingat, cowok yang kalian hina sebagai anak haram dan tidak jelas ini adalah juara kelas kita dan juara umum sekolah."

"Tidak satupun dari kalian yang bisa menyamainya."

"Farhan, kamu bahkan hanya bisa mengekor Awan selama tiga semester ini. Lalu, apa yang membuatmu merasa lebih baik dari Awan?"

"Kamu?" Farhan yang ditodong pertanyaan seperti itu dari Indah, tidak bisa membela diri. Karena kenyataannya memang demikian. Ia bahkan tidak bisa mengalahkan Rania. Tapi, meski begitu, ia masih bisa menerima dikalahkan oleh Rania, karena Rania adalah pacarnya.

Tapi, siapa Awan? Dia bukan siapa-siapa. Tapi, meski begitu, selama tiga semeter ini, ia dan Rania tidak bisa melewati rangking Awan. Tidak hanya itu, Awan adalah juara umum di sekolah mereka.

Apalagi, setelah tahu latar belakang Awan, membuat kecemburuannya terhadap Awan semakin memuncak. Terungkapnya latar belakang Awan, ingin dijadikan Farhan sebagai senjata untuk menyerang personal Awan.

Namun, kalimat tajam dari Indah barusan, membuat Farhan terdiam dan tidak bisa berkata-kata. Semua ucapan Indah adalah kenyataan yang sebenarnya. Sehingga, Farhan hanya bisa duduk di bangkunya dengan menahan kesal.

Begitupun dengan siswa-siswa lainnya. Begitu Indah bersuara, mereka tampak enggan untuk melanjutkan penghinaan mereka terhadap Awan. Seolah, Awan sudah mendapatkan pendukung yang lumayan kuat sebagai pembelanya.

Siapa Indah? Dia hanyalah teman semeja Awan. Tidak memiliki prestasi yang menonjol selain kecantikan dan tubuhnya yang montok. Di kelas mereka, Indah termasuk salah satu cewek tercantik bersama Rania dan dua orang lainnya.

Di sisi lain, ketika melihat semua orang diam, Awan pun memilih untuk menahan diri.

Hanya saja, ia tidak berniat untuk berterimakasih pada Indah karena telah membelanya.

Awan dengan ekspresi datar melangkah ke bangkunya. Hanya saja, kejutan lain sudah menunggunya. Di atas meja dan bangkunya, terdapat banyak coretan yang sebagian besar adalah kalimat hinaan terhadap dirinya.

Anak haram!

Anak zina!

Anak buangan!

Anak tidak jelas!

Awan menatap seluruh orang di kelas untuk mencari tahu siapa pelaku yang telah merusak meja dan bangkunya. Hanya saja, semua orang terlihat seolah tidak peduli pada dirinya. 

Indah yang berada di sebelah mejanya, hanya berkata, "Maaf ya, Awan! Aku benar-benar gak tahu siapa yang menulis semua ini."

"Kalau kamu mau, aku akan melaporkannya pada pihak sekolah. Biar sekolah mengusut dan menghukum pelakunya!" Ujar Indah dengan ekspresi tampak prihatin.

"Huft!"

Awan menghela napas beberapa kali untuk menahan amarahnya. 

"Sudah, biarkan saja!" 

"Tapi..." Indah tampak seolah tidak rela.

Tapi, ketika melihat bahwa Awan tidak berniat untuk melanjutkan masalah ini, Indah pun tidak bisa berbuat banyak.

"Beneran, kamu gak mau melaporkan hal ini, Awan? Bagaimanapun, ini sudah termasuk pembulian. Kamu..."

"Sudah. Aku tidak ingin membahasnya." Ujar Awan datar. 

Awan memutuskannya untuk menyudahinya dan menganggap semua coretan itu tidak ada. Sekarang, ia tidak bisa mempercayai siapapun, termasuk Indah.

Dibanding mengusut siapa yang menulis coretan penuh hinaan seperti ini, Awan lebih marah pada pelaku yang telah menyebarkan kehidupan pribadinya dan menyebabkan kegaduhan seperti sekarang.

Melihat Awan hanya diam, Indah pun menjadi canggung dan tidak tahu bagaimana harus menghibur Awan saat itu.  

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Cinta Terlarang
sabar itu lebih baik
goodnovel comment avatar
Resta Qu
Keren awan yg pemalu dan merasa rendah diri
goodnovel comment avatar
ichakue
Lari nya kejauhan ga sih Thor ceritanya lanjutkan Thor!!!! jangan lupa SALAM RENDANG nya!!!??
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   211. PENUMPANG RASA PACAR

    “Wow, Z1000 Special Edition? Gaji kapten polisi sekarang gede juga, ya?”Awan mengangkat alisnya tinggi, nada suaranya campuran antara kagum dan menggoda.Motor sport besar berwarna hijau hitam itu berdiri gagah di bawah cahaya lampu jalan. Knalpotnya masih beruap, suara mesin yang baru dimatikan terdengar seperti dengusan hewan buas yang belum sepenuhnya jinak. Di atasnya, berdiri seorang wanita berambut hitam yang diikat tinggi, mengenakan jaket kulit dan celana jeans ketat. Dian Saka, selalu dengan gaya tangguhnya.Sejujurnya, Awan cukup terkejut melihat Dian mengedarai motor sport tersebut. Waktu pertama kali datang ke kota Samarda, ia cuma pernah lihat model motor itu di iklan. Belum sempat rilis, tapi di depan matanya sekarang, sudah ada satu dan itupun dikendarai oleh seorang wanita.Dian hanya tersenyum tipis, tidak bangga, tidak pula pamer. Ia menepuk sadel belakang motornya,“Bukan dari gaji polisi. Ini hadiah ulang tahun dari ayahku. Aku bahkan sempat nolak, tapi ya... mere

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   210. SATU PENGIKUT BARU

    Langit malam tampak berat. Awan pekat menutupi rembulan, dan hanya sesekali kilat menyambar di kejauhan, menerangi reruntuhan bangunan tempat dua sosok itu berdiri saling berhadapan. Bau darah samar masih tercium di udara, sisa dari pertempuran yang baru saja berakhir.Awan menatap lelaki berpakaian serba hitam di depannya, seorang pria berusia 40an dan tubuhnya setengah berlutut, nafasnya terengah, tapi matanya masih menyimpan perlawanan. Lelaki itu, dikenal di dunia bawah tanah dengan nama 'Spectre', salah satu pembunuh bayaran paling berbahaya yang pernah dikirim untuk menumbangkan siapa pun yang menjadi targetnya. Tapi malam ini, dia gagal.Bukan karena ia lebih lemah dari lawannya, tapi karena lawannya sudah mengetahui semua jurus andalannya dan bahkan lebih baik darinya.Dan lebih dari sekadar gagal, dia terpukul oleh sesuatu yang tidak mampu ia jelaskan dengan logika manusia biasa.“Sekarang, kamu bisa jelaskan darimana kamu mempelajari teknik itu?” tanya Awan pelan, suaranya da

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   209. PERTARUNGAN DALAM SENYAP

    “Berhenti di sini, Pak.”“Hah? Di sini, Mas? Beneran?” sopir taksi itu menatap lewat kaca spion dengan dahi berkerut. Jalan yang mereka lalui sudah sepi sejak sepuluh menit lalu, hanya ada deru angin malam dan bayangan pepohonan di pinggir jalan. Tak ada rumah, tak ada lampu jalan. Tempat ini benar-benar gelap dan sunyi.Awan hanya tersenyum tipis, “Iya, berhenti di sini saja, pak.”Nada suaranya datar tapi mantap. Tak memberi ruang untuk ditawar.Sopir itu masih ragu, “Tapi, Mas... di sini bahkan nggak ada rumah. Mas yakin ini tempatnya?”Sopir taksi sempat mengira jika Awan sedang bercanda dan bertanya untuk memastikan.“Saya yakin.”Awan menatap keluar jendela. Hanya ada jalan kecil yang bercabang menuju gang sempit. Dari kejauhan, tampak seperti jalur mati. Tapi di mata Awan, tempat itu ideal. Tak ada kamera, tak ada saksi, tak ada suara selain jangkrik dan desir dedaunan. Tempat sempurna untuk untuk sebuah pertarungan, dan yang terpenting, tidak membahayakan keselamatan orang lain

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   208. DIUSIR DARI RUMAH SENDIRI

    Selepas kepergian Dian dan yang lainnya, malam itu kantor terasa begitu sunyi. Hanya ada suara ketikan keyboard, dengungan pendingin ruangan, dan aroma kopi yang sudah dingin di atas meja. Awan dan Nadya masih di sana, bekerja dalam diam. Wajah mereka sama-sama lelah, tapi tidak ada yang mau menyerah. Meski sekarang hanya ada mereka berdua, tapi tidak ada kesempatan untuk mengulang momen romantis seperti siang tadi. Keduanya larut dalam pekerjaan. Tumpukan dokumen di meja Nadya belum juga berkurang. Puluhan karyawan yang mengundurkan diri bersama Tomi sebelumnya dan ditambah tekanan dari berbagai pihak, membuat beban kerja Nadya naik berkali lipat. Karena tidak tega membiarkan Nadya bekerja seorang diri memeriksa banyak dokumen dan membuat banyak pengaturan, mau tidak mau Awan akhirnya ikut lembur bersama Nadya. Meski perannya hanya sebagai pendukung karena semua pekerjaan utama sudah bisa dihandel dengan baik oleh Nadya.“Sudah jam sebelas lewat, Nad. Kita pulang, yuk!” ucap Awan pe

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   207. ANCAMAN KELUARGA PURNAMA

    Suara langkah sepatu hak tinggi bergema di lorong panjang kantor utama. Nadya yang baru saja menatap Awan dengan mata setengah terpejam refleks menegakkan tubuhnya. Aura keintiman yang baru saja terbangun seketika menguap begitu pintu ruangannya terbuka keras.Kali ini, bukan Lona yang datang. Sosok yang muncul di ambang pintu adalah, Dian Saka, gadis dingin, berwajah tegas, dan pernah menjadi rekan ekspedisi Awan sebulan yang lalu. Di belakangnya tampak Lona dengan senyum jail, serta Erika Harsya, putri sulung keluarga Harsya, yang menatap ruangan dengan ekspresi hati-hati namun berwibawa.Awan mendengus dalam hati. Ia tahu, kalau Lona ikut di belakang, pasti tidak akan ada kabar baik. Dan benar saja, melihat wajah puas gadis itu, Awan langsung tahu kalau Lona sedang menikmati perannya sebagai pengganggu waktu romantisnya bersama Nadya. Sial, lagi-lagi gagal di momen terakhir. Satu centimeter lagi. Lona memiringkan kepala, menatap Awan dengan gaya usil. "Aduh, maaf ya! Gak ganggu,

  • AWAN - THE NEXT SANJAYA   206. MERATAPI SATU SENTIMETER

    Di saat Tomi dan kelompoknya baru saja selesai diperiksa di ruang security, Awan duduk di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah jendela besar. Tapi pikirannya tidak ke mana-mana. Ia tersangkut di satu hal yang sangat menyakitkan bagi harga diri pria sepertinya.‘Jir, tinggal satu senti lagi!’ gumamnya dalam hati. Kalau saja ia bukan pria sejati, ia mungkin sudah menangis bombai sekarang.Ya, hanya satu sentimeter yang memisahkannya dari momen paling berharga bersama Nadya. Sebuah momen yang jarang bisa mereka dapatkan. Apalagi, ia sudah menghilang cukup lama dan sudah sewajarnya bagi sepasang kekasih melepas rindu satu sama lain.Satu sentimeter yang gagal ia taklukkan, gara-gara seseorang datang tanpa diundang, siapa lagi kalau bukan gara sepupu Nadya, Lona.Sekarang gadis itu duduk di depan meja, menangis pelan sambil bercerita panjang lebar. Sudah hampir setengah jam Lona curhat tanpa henti dengan Nadya yang duduk disampingnya sambil menenangkannya, sementara Awan hanya menatap kos

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status