"HAPPY BIRTHDAY ECHA!!!"
Suasana tengah malam ini begitu riuh di dalam kamarnya. Helsa yang memang belum tidur dibuat terkejut dengan kedatangan kelima sahabatnya, dan juga orang tuanya. Kedatangan Yuda dan Renata tidak diketahuinya.
Helsa tertawa sembari menangis melihat kejutan yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Masalahnya dengan Akmal yang sudah tidak bertemu selama lima hari ini membuatnya sampai lupa bahwa hari ini ia berulang tahun.
05 Agustus. Hari kelahirannya, hari ini gadis itu memasuki usia ke tujuh belas tahun. Kedatangan mereka membuat Helsa merasa lebih baik.
"Kok nangis anak Papa? Ayo dong kasih permohonan dan tiup lilinnya," ujar Yuda menyemangati peri kecilnya yang sudah beranjak remaja.
Mengusa
"Nanti malam aku ke rumah," ujar Akmal. Tangannya mengusap lembut pipi Helsa, "masih sakit, hm?" tanya Akmal. Helsa tersenyum, meraih tangan kekar itu dari pipinya, "udah mendingan kok. Kamu habis dari sini mau kemana?" tayanya. "Ke rumah tante Dilah lagi. Urusan sprei di kamar tadi belum kelar," jawab Akmal. "Kenapa tadi pas mandi nggak sekalian sih, kan harus kamu sendiri." "Tidak masalah, sayang. " "Ya udah, aku langsung masuk," kata Helsa. Sebelum melepas Helsa masuk ke rumah, cowok itu menyempatkan diri mengecup kening gadisnya. Hal itu membuat keduanya mendapat tatapan kagum dari beberapa orang yang lewat di jalanan komplek perumahan. Sangat romantis.
"Hai, Helsa." Gadis bersurai panjang itu tersentak saat mendapati Dito dihadapannya. Ia selalu khawatir saat mantan pacarnya itu menyapa. "Mau ke kantin? Bareng gue kalau gitu," ujar Dito. Koridor lantai dua sedang ramai, karena memang jam istirahat pertama baru saja dimulai. Sebenarnya Helsa tidak sendiri, masih ada Ranaya dan lainnya sudah menunggunya di kantin. Gadis-gadis genit itu memang selalu meninggalkannya sendiri. "Gue udah ditunggu sama teman," balas Helsa. Dito menyerngit, "lo masih marah kejadian di perpustakaan waktu itu? Gue kan udah minta maaf, Sa." Helsa diam, ia terus berjalan menuruni anak tangga.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Helsa segera turun ke bawah untuk makan bersama orang tuanya. Setelah satu bulan gak ketemu, malam ini bisa ngumpul lagi."Mama, Helsa boleh gak minta dibikinin puding?""Boleh dong sayang. Habis makan, mama cuss ke dapur. Tapi, ada syarat," kata Renata."Bantuin mama di dapur," pungkas ibu dan anak itu bersamaan.Helsa selalu tahu jika Mamanya selalu memintanya untuk bantu di dapur, apalagi untuk makanan yang dimintanya."Papa selalu terbuang ya, kalau soal masakan." Raut wajah pria setengah baya itu mendadak cemberut , Helsa dan mamanya tertawa."Papa habis makan siram tanaman aja," ujar mamanya."Gabut banget papa siram tanaman jam segini," seru papa Helsa."Papanya Helsa milenial banget, bisa pakai kata gabut," tutu Helsa."Ini kan papanya Helsa," ucap pria itu dengan bangganya."Udah, ayo makan! Keburu dingin," ajak Renata menutupi percakapan ayah dan anak tersebut.Suasana tampak hening di meja makan
Helsa menangis sesegukan di balik bantal gulingnya. Gadis itu dikunci di kamarnya. Pintu balkon kamarnya dikunci juga. Mamanya benar-benar tidak mengikhlaskan Helsa bersama dengan Akmal. Setelah perdebatan hebat yang terjadi di ruangan tamu tadi, Renata berhasil menarik paksa anak gadisnya dari pelukan Akmal. "Biarkan saja anak itu tumbuh tanpa ayah, aku gak ikhlas harus melepaskan Helsa untuk dia," jerit Renata dari bawah lantai satu. Suara keributan papa dan mamanya membuat Helsa terluka, begitu pun dengan Akmal yang masih tetap di halaman rumahnya. Pemuda itu begitu frustasi ketika Renata menentang hubungan mereka, dan mengusirnya dari rumah. Alasan Renata tidak menyetujui hubungan mereka adalah karena menurut Renata, Akmal itu berandalan, dan dia tidak
"Berasa jadi supir gue," sarkas Arjun.Mobil Ayla berwarna merah membela jalanan kota Jakarta, dikemudi oleh sang empunya. Akmal berhasil membawa pergi kekasihnya. Tidak ada kendala ketika keduanya mengendap keluar rumah. Sebegitu niatnya Helsa ingin ikut bersama Akmal.Helsa terkekeh dengan Arjun yang tak hentinya mengoceh, pemuda itu berasa jadi nyamuk sekarang atau bahkan berpikir sebagai setan."Jun, diam! Mau gue buang pisau daging emak lo?" ancam Akmal."Bisa berabe kalau sampai lo buang. Siniin, entar lo lupa," gerutu Arjun.Akmal hendak mengambil pisau itu, tapi tidak ada dimana-mana. Sepertinya pisau itu ketinggalan di kamar Helsa.
Rania dan Deolora berjalan sepanjang lorong kelas dua belas. Tujuannya adalah kelasnya Akmal. Sejak pagi tadi, Akmal tidak nampak di parkiran. Rania pikir dia harus mengunjungi kelas lelaki yang benar-benar sudah memikatnya. Oh ralat, laki-laki pujaan sepupu sialannya itu.Sesampainya di sana, Reno dan teman-temannya tampak sedang duduk di sudut kelas, seperti sedang serius membahas sesuatu.Kedua gadis itu langsung masuk ke kelas tersebut."Lagi apa, sih? Serius banget," sebut Rania, "kok calon pacar gue nggak kelihatan? Akmal sakit, ya?" "Lo nggak tahu atau lagi pura-pura nggak tahu untuk menutupi luka?" David terkekeh.Wajah Rania menjadi kesal, "maksud lo apa, Dav?""Iya, maksud lo apa?" sambung Deolora. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksud David."Akmal bawa kabur ceweknya," sambung Reno, "dia juga dibantu temannya." "Sial banget tuh cewek," pungkas Rania kesal. "Namanya juga cinta. Emangnya elu," celetuk Dimas. "Kriminal juga si A
Sinar mentari pagi menyeruak masuk ke kamar penginapan, penampakkan laut pagi ini sangat tenang. Ini hari kedua Akmal dan Helsa di Labuan Bajo. Sesuai janji Akmal, hari ini mereka mulai melakukan trip. Helsa begitu antusias, pagi-pagi sekali gadis itu sudah menggedor pintu kamar kekasihnya."Katanya harus siap pagi banget, dianya nggak ada tanda-tanda buka pintu," gerutu Helsa, kesal."AKMALL," teriak Helsa sekali lagi.Lalu pintu terbuka menampilkan Akmal yang hanya memakai handuk sebatas pinggang. Helsa tidak peduli, sekalipun handuknya jatuh pun bodoh amat."Nggak usah teriak-teriak, sayang," ujar Akmal.Gadis itu lalu masuk ke kamar tersebut, disusul Akmal setelah menutup pintu."Ini kamar atau kapal pecah?" Helsa memandang kamar kekasihnya, sungguh ini memang layaknya kapal pecah. Ranjang berantakan, pakaian dari koper berserakan."Ya udah sih, entar aja beresinnya," seru Akmal. Ia menghampiri Helsa, lalu memeluk gadis itu."Emang ke kapalny
Labuan Bajo mungkin akan menjadi tempat favorit Helsa. Seharian ini tidak hentinya gadis itu berkeliling ke sekitar hotel. Bermain di dermaga sekitar, dan menikmati makanan khas daerah tersebut.Setelah makan malam sekitar pukul tujuh, Akmal mengajak Helsa duduk di balkon kamarnya. Dinginnya udara malam membuat dua insan itu saling berpelukan. Seharusnya mereka sudah check out sore tadi untuk menginap di kapal, tapi ada beberapa kendala disana."Besok kita check out nya pagi, kan?" tanya Helsa pada Akmal."Iya, makanya nggak usah dibongkar packingan kamu," jawab Akmal.Helsa mengangguk. Lalu diangkatnya tangan kirinya, menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Itu cincin pemberian Akmal saat ia berulang tahun kemarin."Akmal, kira-kira mereka punya usaha apa ya, nyari kita?""Nggak tahu! Dan nggak mau tahu," pungkas Akmal."Arjun apa kabar, ya?" tanya Helsa, lagi."Mungkin dia udah ditemuin. Dia nggak mungkin nggak pulang ke rumah. Arjun ng