Share

10 :: Orang Aneh ::

Sebelum matahari memperlihatkan kilaunya, kamu harus bangun !

Itu adalah pesan nasehat yang terus Arida ingat dan dia patuhi. Setelah mandi dan menuntaskan kewajibannya, Arinda memiliki waktu tiga puluh menit untuk dia berolahraga.

Sepertinya waktu memang selalu mempertemukan Anton dengan dirinya, karena pagi ini dia bertemu dengan Anton yang juga baru keluar dari kamarnya memakai setelan olahraga.

"Hai Arinda," sapa Anton dan Arinda mengulum senyum karena dia malu bertemu dengan Anton.

"Kamu sudah terima hadiahnya ?"

"Sudah bang Anton. Terima kasih ya. Tapi kado itu untuk apa ?" tanya Arinda karena dia memang masih belum mengerti sepenuhnya kenapa Anton memberikan kado itu.

Anton tidak langsung menjawab pertanyaan Arinda dia malah mengajak Arinda untuk bersama lari pagi dengannya.

Sambil lari Anton masih diam-diam mencuri pandang pada Arinda yang kini sadar ada yang berbeda di hatinya saat Anton menatapnya.

"Mau singgah ke taman kota dulu ?" tanya Anton saat mereka sudah selesai lari pagi dan kini sudah sampai di depan pintu kost.

"Arinda harus buru-buru bang, jadi gak bisa mampir ke sana. Arinda duluan ya bang."

"Arinda tunggu !" Anton menghentikan langkah Arinda dan wanita itu berbalik badan menatapnya. Anton maju untuk bisa lebih dekat dengan Arinda. "Kado dan bunga itu saya berikan untuk kamu, karena saya suka dengan kamu."

Arinda begitu terkejut mendengarnya dan dia tidak tahu harus berkata apa, ini yang pertama kali untuk Arinda berurusan dengan pria dan hal manis seperti ini. Dia hanya diam tidak bisa berkata apapun dan Anton masih menatapnya layaknya dia patung saat ini.

"Sial ! Gue harus berkata apa ini ?"

"Arinda," panggil Anton membuat Arinda akhirnya bernapas lagi. "Maaf kalau membuat kamu bingung dan terkejut, saya tidak minta jawaban apapun dari kamu. Tenang saja, tapi jangan jauhi saya karena apa yang sudah saya utarakan sama kamu ya," kata Anton dengan lembut dan Arinda hanya bisa mengangguk.

Untungnya Nindy keluar dan menegur Arinda. "Eh lo mau kemana pagi-pagi gini ?" tanya Arinda yang sadar jika ini masih terlalu pagi untuk jam berangkat ke kantor.

"Kerja ! Biar bisa foya-foya."

Arinda menggelengkan kepala melihat si Gendis yang sepertinya sedang sangat bekerja keras lalu dia teringat juga harus berangkat ke tempat Ed.

"Astaga ! Bang Anton saya duluan ya," kata Arinda langsung berlari masuk kedalam kost menaiki tangga menuju kamarnya.

Ponsel Arinda bergetar saat dia baru saja menutup pintu kamarnya dan itu pesan dari Anton.

Setelah membaca Arinda tidak langsung membalas pesan itu, dia lebih memilih untuk langsung mandi dan bersiap. Sebelum pergi Arinda tak lupa meminum air putih yang banyak agar perutnya kenyang tanpa perlu sarapan terlebih dahulu.

Sepeda Arinda menemaninya untuk sampai ke gedung apartemen Ed. Sepeda manisnya yang berwarna hitam itu di parkir sejajar dengan sepeda motor disana. Jarak yang Arinda tempuh untuk sampai di apartemen Ed lumayan membuat betis serta pahanya terbakar, keringatnya juga lumayan. Sepertinya besok-besok dia harus menyiapkan kaos cadangan untuk ganti.

Arinda naik melalui lift kemudian tiba di lantai unit Ed. Dia berjalan santai karena dia tidak terlambat bahkan terbilang dia datang lebih awal dari jam kerjanya, Arinda menekan kode unit lalu menempelkan kartu yang dia miliki di kunci pintu itu dan pintu berbunyi tanda terbuka.

Saat Arinda masuk dia terkejut dengan semua pakaian yang berantakan di lantai. Satu kain berwarna ungu menarik perhatian Arinda dia berjalan mendekat dan penasaran dengan kain itu namun sayang, sebelum tangannya menggapai gumpalan kain berwarna ungu itu Ed keluar masih menggunakan boxer dan menginterupsi Arinda.

"Stop ! Jangan sentuh apapun." Arinda menutup matanya karena celana boxer yang Ed gunakan sangat pendek. Pipinya bahkan sudah memerah karena malu, tubuh Arinda juga berdiri tegap dengan kaku. Dia mendengar Ed berdecak juga mengumpat dalam bahasa luar.

"Arinda pergi buatkan saya sarapan sekarang !" perintahnya dan sambil masih menutup mata dengan kedua tangannya Arinda pergi dari hadapan Ed menuju ruangan dapur yang jauh berada dari sana. Arinda membuka mata dan menarik napas, dia memikirkan apa yang sekiranya kain berwarna ungu itu.

Yang berserakan di lantai tadi hanya kemeja celana pria dan kain berwarna ungu itu. Tidak ada pakaian wanita jika memang bos-nya itu melakukan hal dewasa semalam.

"Apa mungkin kain berwarna ungu itu adalah pakaian dalam Ed ?"

Arinda memikirkannya dan dia tersenyum seorang diri disana, bahkan Arinda membayangkan Ed memakai sehingga dia tertawa.

"Kamu kenapa tertawa ?" Ed tiba-tiba sudah menarik kursi meja makan yang ada di dapur itu. Arinda menutup rapat mulutnya langsung dan menggelengkan kepala, dia berbalik badan menuju kulkas raksasa yang ada disana.

Arinda melihat bahan makanan dan dia tidak menemukan apapun untuk dimasak selain pasta.

"Abang bos mau sarapan pasta ?" Ed menggelengkan kepalanya.

"Kalau pagi saya biasa hanya minum susu, jus, dan biasa ada buah sandwich dan kamu tahu yang biasa__," ucap Ed terhenti dan dia menggelengkan kepalanya karena dia yakin Arinda pasti tidak akan mengerti. Masakan Arinda memang enak tapi itu hanya masakan khas di Indonesia, mungkin Arinda tidak tahu masakan luar pikir Ed.

"Tidak ada apapun di lemari es ini selain pasta dan saus-nya." Arinda menatap Ed dengan kesal, pria ini minta masak ini dan itu tapi tidak ada bahan. Apa dia harus membuatkan sandwich dengan spons cuci piring.

"Baiklah kalau begitu kita belanja sekarang !"

"Loh abang bos tidak jadi sarapan ?"

"Tidak perlu, kita bisa sarapan diluar. Lalu kita belanja."

"Abang bos tidak bekerja ?"

"Tidak saya libur khusus buat kamu." Arinda diam dia tidak mengerti dan kembali ingin bertanya "Maksud saya karena ingin membeli beberapa keperluan jadi saya tidak masuk bekerja hari ini."

"Oh...," jawab Arinda sambil masih bertanya dalam hati apa pekerjaan Ed sebenarnya.

"Arinda ayo !" Mendengar ajakan Ed itu Arinda langsung mengambil tas kecilnya untuk dia bawa.

***

Jalanan di Ibu Kota terlihat senggang di jam kerja seperti ini, Ed mengemudikan mobil Mansory Vivere Bugatti Veyron miliknya dengan sangat santai.

Mereka berhenti di sebuah restoran cepat saji yang tidak jauh dari apartemen Ed.

"Kamu mau pesan apa ?" tanya Ed dan Arinda hanya menunjuk es krim.

"Kamu hanya mau ini ?"

"Iya bos !"

Ed akhirnya memesankan apa yang Arinda inginkan. Sementara dia sendiri memesan wafel, selesai urusan sarapan Ed membawa Arinda ke sebuah mall yang sepertinya baru saja buka karena ini masih jam sembilan pagi.

Arinda mengambil troli sementara Ed hanya sibuk menatap ponselnya. "Mau belanja apa nih abang bos ?" tanya Arinda membuat Ed menatapnya sambil tersenyum.

"Ambil saja apa yang mau kamu masak untuk satu minggu ini. Karena minggu depan saya akan ke Santorini," ujar Ed lalu dia melangkahkan kakinya dengan santai.

Kemeja hitam yang dua kancing atas-nya terbuka dipadukan celana berwarna coklat susu membuat penampilan Ed sangat santai dan tampan tentu saja. Banyak karyawati yang menatapnya dengan memuja.

"Abang bos."

"Ya."

"Kalau Abang bos pergi ke luar negri berarti saya kan libur, itu gaji saya di potong ya ?"

"Tidak gaji kamu tidak di potong."

"Alhamdulillah."

"Iya karena kamu juga akan ikut bersama saya."

"Ha !" ujar Arinda terkejut "Tapi saya ngapain disana bos ? Saya juga gak punya paspor."

"Kamu ikut saja, dari pada gaji kamu di potong. Masalah paspor akan di urus oleh Ali, besok kamu akan ikut dia untuk mengurusnya." Arinda masih terkejut dia menghembuskan napas mencoba untuk kembali fokus untuk berbelanja.

Oke dia mulai menentukan untuk memasak apa selama satu minggu ini, jadi dia akan ambil apa saja yang dia inginkan. Hitung-hitung menuruti keinginan terpendamnya selama ini. Arinda mulai memasukkan apa saja yang sekiranya dia butuhkan untuk memasak.

Daging sapi, daging ayam, salmon, udang, sayur, buah, bumbu masak, kentang dan banyak lainnya yang Arinda masukkan ke dalam troli.

Ed melihat sebuah apron yang lucu dan dia mengambilnya langsung diberikan kepada Arinda. "Ini apron buat kamu." Arinda melihatnya dan bergumam.

"Oh...celemek."

Ed tertawa lalu mengacak rambut Arinda. Ada seorang wanita yang melihat Ed ada disana dia langsung saja menghampiri Ed membuat terkejut dengan suara wanita itu.

"Ah.....Eadric aunty tadi sempat gak yakin kami yang aunty lihat. Tapi ternyata benar ini kamu." Ed menggelengkan kepala melihat kelakuan aunty-nya itu.

"Kamu beneran belanja, sama siapa itu Ed ? Sudah aunty bilang kalau kamu gak mau jalani hubungan serius sama wanita jangan mempermainkan wanita Ed. Eh tunggu, aunty pernah lihat wajah wanita ini."

Arinda membungkuk memberikan salam. "Saya Arinda bu, saya tukang masaknya Bos Ed."

"Saya Akira, saya tantenya Eadric." Akira seperti meneliti penampilan Arinda dan Arinda paham itu. Kemudian Akira berbisik kepada Ed "Sejak kapan kamu membutuhkan seorang koki ? Pakai dibawa belanja segala. Jangan macam-macam kamu ya,"

Ed hanya tersenyum kepada aunty-nya itu dan dia mengecup lengan Akira. "Kami pergi dulu ya aunty dah !" Ed langsung menarik lengan Arinda untuk pergi dari sana sebelum Akira membicarakan banyak hal lainnya.

"Ed jangan lupa mampir ke rumah," ujar Akira dan Ed melambaikan tangannya saja.

***

Mereka sudah selesai berbelanja dan lima kantong plastik itu dibawa ke bagasi mobil. Arinda dan Ed bersama membawanya ke bagasi. Klakson mobil membuat Arinda terkejut dan tidak sengaja jatuh ke pelukan Ed yang juga terkejut mendapati Arinda ada di pelukannya saat ini.

Ed tidak bisa lepas menatap mata Arinda, dan hatinya menghangat. Tatapan mereka membuat keduanya merasa sangat nyaman, tangan Ed tanpa dia sadari mengusap lekuk wajah Arinda dengan lembut.

"Mulai saat ini aku percaya ada hal sempurna di Dunia ini, dan itu adalah kamu."

Ponsel Arinda yang bergetar membuat adegan romantis itu terhenti. Arinda langsung berdiri sempurna kemudian mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa si penelpon.

["Arinda."]

Deg

["Arinda bisa kita bertemu nanti malam ?"]

["Arinda kamu dengar saya ?"]

Arinda menelan ludahnya sebelum menjawab, dia melirik Ed yang juga sudah masuk ke dalam mobil dan dia buru-buru juga membuka pintu mobil.

"Iya bisa ! Tapi kalau saya bisa pulang kerja cepat ya."

["Kalau begitu saya tunggu kamu jam delapan malam di depan pintu kos ya. Terima kasih Arinda."]

"Ya, sama-sama." Arinda melirik Ed yang saat ini tengah fokus menatap jalan. Tapi kemudian dia mengalihkan pandangan menatap Arinda sembari tersenyum begitu manis.

"Kalau kamu ada keperluan kamu bisa pulang lebih awal. Lagi pula sore ini saya ada pekerjaan bersama Ali," kata Ed dengan penuh keyakinan ingin memberi kesan perhatian kepada Arinda.

"Jadi saya hanya perlu masak untuk makan siang saja bos ?" Ed mengangguk dan Arinda tersenyum "Terima kasih bos."

Bersambung....

😌 Ed bener-bener jago gombal ya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status