Ed duduk gelisah sedari tadi di dalam mobil, jam di tangannya menunjukkan sudah pukul delapan malam. Dia tadinya berniat untuk langsung pulang ke apartemen setelah rapatnya selesai tapi ternyata sepupunya yang tidak terduga datang dan mengajaknya untuk makan bersama.
Ed langsung naik ke unit apartemen dengan buru-buru, dia sudah menelpon Arinda sedari tadi namun sambungan telponnya tidak terhubung.
Saat pintu terbuka dan dia mulai masuk lebih dalam ke unit miliknya itu Ed melihat Arinda yang sedang tertidur di sofa ruang tamu.Ed tersenyum lalu dia berlutut tepat di depan wajah Arinda, lama dia mengabsen setiap bentuk indah yang di ciptakan Tuhan sempurna di wajah Arinda. Tanpa dia sadari dia tersenyum lalu mengusap wajah Arinda perlahan membuat ketenangan tidur Arinda terusik.
Kelopak matanya terbuka perlahan dan saat sudah terbuka sempurna wajah Ed yang tepat berada di hadapannya langsung membuatnya buru-buru duduk. "Abang bos maafkan saya," kata Arinda dan dia sudah sadar kalau dia ketiduran lalu belum memasak. "Saya akan masak makan malam anda sekarang," katanya tapi Ed menahan tangan Arinda untuk tetap duduk.
"Tidak perlu memasak malam ini. Saya minta maaf karena sudah membuat kamu terlalu lelah," ucap Ed dan Arinda masih saja merutuki perbuatannya.
"Saya gak di pecat kan bos ?" Ed tertawa kecil melihat raut wajah Arinda yang ketakutan saat ini kemudian dia menggelengkan kepalanya sambil berdiri.
"Wanita galak ini bisa juga takut." Pikir Ed dalam hatinya.
"Tidak, saya tidak akan memecat kamu. Ini sudah malam kalau kamu mau menginap di sini saya tidak keberatan," kata Ed lagi tapi tentu saja Arinda menolaknya. Meski hidup di Ibu Kota dan jauh dari orang tua dia masih tahu aturan yang wajib dia patuhi.
"Tidak apa-apa saya pulang ke kost saja, besok pagi saya akan kembali." Arinda mengatakannya perlahan sesuai dengan apa yang Ali katakan.
"Kalau kamu tidur di sini kamu tidak perlu bangun terlalu pagi."
"Tidak apa saya pulang saja Abang bos."
"Kamu juga bisa lebih menghemat biaya jika tidur disini." Ed masih saja bersikeras membujuk Arinda agar tidur di apartemen-nya.
"Saya naik sepeda jadi tidak masalah."
"Kita bisa pergi dulu sebentar besok pagi berolahraga bersama dan kalau kamu mau kita bisa main golf besok." Ed mendekati Arinda yang mundur perlahan secara otomatis.
Ed memberikan senyuman tipis dan matanya tidak lepas menatap Arinda yang bingung dengan situasi seperti ini, terlebih wajah yang ada di hadapannya ini teramat tampan membuat detak jantungnya tidak normal.
"Awal saya melihat mu, kamu sangat mempesona. Sekarang saat kita benar-benar bertemu kamu semakin manis saja." Arinda yang mendengar itu menaikkan kedua alisnya.
"Abang bos, boleh saya pulang ?" tanya Arinda dengan senyuman yang dia buat-buat, sehingga wajahnya terlihat lucu oleh Ed.
"Baiklah saya akan minta supir saya mengantarkan kamu dan besok biar kamu juga di jemput."
"Tidak perlu bos, saya besok pergi sendiri saja."
"Tapi_____,"
"Tidak apa-apa bos." Arinda bersikeras dan Ed mengikuti saja apa yang diinginkan wanita ini sementara dia belum mendapatkan Arinda.
Ya Ed memang hanya ingin mendapatkan malamnya dengan Arinda, kedepannya bagaimana dia juga tidak tahu karena yang saat ini jelas dia inginkan adalah mengurung Arinda di bawahnya.***
Arinda pun pergi dari apartemen itu diantarkan oleh supir Ed. Dia melihat ponselnya mati dan jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam.Saat sudah sampai Arinda yang masih sangat mengantuk langsung naik ke lantai atas, suara langkah kakinya ternyata membuat Rena yang berada di sebelah kamarnya melihat Arinda."Lo darimana ?"
"Pulang kerja," jawab Arinda masih dengan raut wajah mengantuk. Lalu Reina tiba-tiba ikut masuk ke dalam kamarnya dengan sebuah buket bunga juga ada kado di tangannya.
"Lo bawa apa ?" tanya Arinda dan Reina menyodorkan dua benda itu kepadanya.
"Itu titipan si Anton. Tadi dia titip sama gue karena lo belum balik-balik." Arinda yang tidak mengerti kenapa Anton memberikannya bunga dan hadiah hanya diam saja lalu menatap Reina lagi.
"Kenapa dia kasih gue ini ya ?"
"Aish, sok kalem, pura-pura enggak tau ... Dia suka sama Lo Samosa!" Reina berdecak lalu berbaring di tempat tidurnya. Mendengar kalimat Reina itu Arinda kembali menatap buket bunga dan kado yang ada di hadapannya saat ini.
"Buka dong Rin kok lo diam aja."
"Besok aja deh gue ngantuk. Sana lo balik kamar lo gih, besok gue mesti bangun pagi. Lagi lo tumben banget pulang cepat malam ini," tanya Arinda sambil mengusir sahabatnya itu.
"Memang lagi gak ada jadwal manggung anak-anak. Jangan alihkan pembicaraan, lo dari mana ? Pergi naik mobil jam segini baru pulang. Jangan macem-macem lo ntar gue bilang sama bokap lo."
Arinda menoyor kepala Reina karena gemas "Heh ! Yang ada elo yang gue laporin bokap lo," kata Arinda dan Reina tertawa miris.
"Gendis udah balik ?" tanya Arinda lagi karena melihat pintu kamar Nindy yang berhadapan dengan kamarnya.
"Gak liat sih tapi kayanya udah. Gue tidur di sini aja deh mager mau balik kamar," ujar Reina dengan memasang senyum lebar.
"Ah kampret lo, tau aja gue baru ganti sprei."
Seperti kebanyakan wanita pada umumnya Reina dan Arinda tidak langsung tidur. Mereka bercerita banyak hal, dari mulai pekerjaan baru yang di dapatkan Arinda sampai akhirnya mereka membuka kado dari Anton yang ternyata isinya adalah dompet branded.
"Gue balikin gak ya ?"
"Kenapa lo balikin ? Pemberian orang itu pamali kalau dikembalikan kecuali kalau lo jijik banget sama yang kasih."
Arinda dalam hati bimbang, dia bahagia ada orang yang begitu baik dan memperlakukannya dengan manis seperti ini. Hal yang tidak pernah Arinda dapatkan sebelumnya namun dia juga bingung harus berbuat apa, malu untuk bertemu Anton kelak tidak bisa dia pungkiri saat ini itulah yang ada dalam benaknya.
"Lo suka gak sama dia ?" tanya Reina dan Arinda tidak tahu jawabannya. Perasaannya sama saja tidak ada yang aneh pikirnya.
"Na waktu lo jatuh cinta rasanya gimana sih ?"
"Ya beda aja, jawabannya hanya bisa lo dapetin nanti saat lo juga merasakannya."
Tidak mendapatkan jawaban yang pasti dari Reina dia melemparkan bantal kearah wanita itu lalu membiarkan Reina mengomel dan dia memejamkan mata.
"Tidur besok gue harus bangun pagi !"
Bersambung....Ada yang menanti kelanjutannya ?
Sebelum matahari memperlihatkan kilaunya, kamu harus bangun ! Itu adalah pesan nasehat yang terus Arida ingat dan dia patuhi. Setelah mandi dan menuntaskan kewajibannya, Arinda memiliki waktu tiga puluh menit untuk dia berolahraga.Sepertinya waktu memang selalu mempertemukan Anton dengan dirinya, karena pagi ini dia bertemu dengan Anton yang juga baru keluar dari kamarnya memakai setelan olahraga. "Hai Arinda," sapa Anton dan Arinda mengulum senyum karena dia malu bertemu dengan Anton."Kamu sudah terima hadiahnya ?""Sudah bang Anton. Terima kasih ya. Tapi kado itu untuk apa ?" tanya Arinda karena dia memang masih belum mengerti sepenuhnya kenapa Anton memberikan kado itu.
Arinda senang bekerja dengan Ed, kerjanya santai dan Ed benar-benar adalah bos yang sangat baik. Siang itu ternyata dia tidak sendiri di apartemen luas milik Ed itu, ada seorang wanita paruh baya yang datang dan saat berkenalan dengan Arinda ibu bernama Surti itu ternyata adalah orang yang bertugas membersihkan apartemen itu setiap harinya.Saat Arinda sudah selesai merapikan semua barang belanjaannya dengan Ed tadi, pria itu datang sudah dengan setelan rapi dan duduk di meja makan yang ada di dapur tersebut."Arinda kamu bisa memasak apa dengan waktu dua puluh menit ?" pertanyaan itu membuat Arinda terkejut."Abang bos m
Ed masih dengan memasang wajah tidak bersemangat duduk bersama para sepupunya yang sangat menyebalkan saat ini, jika biasa club adalah tempat kesukaannya sepertinya tidak untuk malam ini karena nyatanya dia sangat ingin pulang dan ehm... jika bisa melihat wajah Arinda.Tiba-tiba seorang wanita datang dan bergabung bersama meraka. "Ed," panggil wanita itu yang tak lain adalah Samantha."Dari mana tahu aku ada disini ?""Aku menelpon Ali. Kau tidak menjawab panggilan ku sedari kemarin, kau juga tidak datang ke kantor.""Pekerjaan ku tidak hanya di ada disana Sam," ujar Ed lalu menyuruh Samantha untuk duduk. Samantha sempat memberikan senyumannya untuk menghormati dua orang yang memiliki nama besar di sebelah Ed.
Ed terus membuka satu persatu laporan yang diberikan oleh Ali mengenai kemajuan perusahaannya. Bahkan baru-baru ini Ed juga sudah resmi membeli salah satu stasiun televisi yang dulunya menjadi saingannya.Ed tersenyum puas dan tidak sia-sia kerja kerasnya selama ini "Semoga apa yang baru kita mulai di New York dan Los Angeles bisa sama berhasilnya dengan di sini. Aidan sudah menyetujui proses pembukaan kedua stasiun televisi itu dan dia juga meminta kita untuk segera ke Santorini melihat kemajuan perkembangan yang ada di sana."Aidan adalah pemegang seluruh kendali perputaran bisnis keluarga Orlando dan juga Derson, meski perkembangan semua aspek bisnis keluarga mereka di Indonesia diberikan kepada Ed dan juga Ibra tapi tetap Aidan harus tahu seluruh perkembangannya."Oh ya Ali apa sud
Ed benar-benar sudah gila bagi Arinda, karena bos-nya itu membelikan semua brang-barang mewah untuk keperluannya selama di Santorini. Jika kalian merasa Arinda sangat bahagia, nyatanya sama sekali tidak. Arinda yang adalah wanita mandiri serta pekerja keras menjadi berpikir jika Ed benar-benar mengerikan.Seperti saat dia meminta Arinda memilih koper mana yang Arinda inginkan dan ketika Arinda menolak karena beralasan masih memiliki koper yang bagus di kos-nya Ed akan mengancam Arinda dengan memotong gaji jika Arinda tidak membeli koper baru, bukankah sikap Ed benar-benar mengerikan dan sangat labil ?Ali juga dibuat ikut sibuk dalam memilihkan pakaian untuk Arinda, setiap ada baju yang cocok dengan Arinda dan terlihat bagus Ed akan tidak suka dengan alasan terlalu terbuka, terlalu pendek, terlalu ketat membuat Arinda dan Ed menjadi bah
Arinda bangun kesiangan karena memang semalam dia terlalu lelah, setelah pulang dari berbelanja bersama Ed dia tidak langsung tidur karena cucian menumpuk. Alhasil meski lelah dia harus mencuci pakaiannya, dan pagi ini bangun kesiangan.Anton menelpon Arinda beberapa kali juga tidak dia hiraukan, alasannya hanya karena sepuluh menit lagi Ed akan menjemputnya. Dia tidak ingin terlambat lalu membuat kesan buruk, urusan Anton bisa dia kirimkan pesan saja nanti. Benar saja, saat Arinda sedang menyisir rambutnya Ed menelpon. "Ya Bos," jawab Arinda sambil memakai jam tangannya."Saya sudah didepan kos kamu. Perlu saya naik ke kamar kamu ?""Ck, tidak bos ! ini saya turun."Anton kebetulan juga baru ingin melihat Arinda ke
"Abang bos mau apa kesini ?" tanya Arinda sedikit takut, dia juga melihat ada seorang pria lain di belakangnya.Ed menaikkan satu alisnya mendengar panggilan yang di ucapkan oleh Arinda, terlihat sangat menggemaskan. Ed menaikkan telunjuknya mengisyaratkan agar Ali menjelaskan maksud dan tujuannya datang mencari Arinda. Sementara dia terus menatap Arinda dengan intens, namun sayangnya Arinda tidak terlalu memperhatikannya."Maaf nona Arinda," kata Ali dan baru permulaan, tapi sifat galak Arinda keluar begitu saja."Panggil saja Arinda !" Tegasnya dan matanya masih melirik keadaan sekitar lorong di lantai kamarnya."Ehm.... begini Arinda Mr. Eadric Derson menyukai masakan anda dan dia berniat menjadikan anda sebagai koki pribadi di tempatnya. Apakah anda setuju ?" Arinda melirik pria tampan yang terus menatapnya itu dengan aneh lalu kemudian dia menatap lagi Ali."Saya bukan koki. Saya hanya bisa memasak itu saja," kata Arinda dengan jujur."Saya akan makan apapun yang kamu masak, tida
Ed duduk gelisah sedari tadi di dalam mobil, jam di tangannya menunjukkan sudah pukul delapan malam. Dia tadinya berniat untuk langsung pulang ke apartemen setelah rapatnya selesai tapi ternyata sepupunya yang tidak terduga datang dan mengajaknya untuk makan bersama.Ed langsung naik ke unit apartemen dengan buru-buru, dia sudah menelpon Arinda sedari tadi namun sambungan telponnya tidak terhubung. Saat pintu terbuka dan dia mulai masuk lebih dalam ke unit miliknya itu Ed melihat Arinda yang sedang tertidur di sofa ruang tamu.Ed tersenyum lalu dia berlutut tepat di depan wajah Arinda, lama dia mengabsen setiap bentuk indah yang di ciptakan Tuhan sempurna di wajah Arinda. Tanpa dia sadari dia tersenyum lalu mengusap wajah Arinda perlahan membuat ketenangan tidur Arinda terusik.Kelopak matanya terbuka perlahan dan saat sudah terbuka sempurna wajah Ed yang tepat berada di hadapannya langsung membuatnya buru-buru duduk. "Abang bos maafkan saya," kata Arinda, dia sudah sadar kalau dia k