Hari ini, aku janjian dengan Dewi untuk urut perut kami yang mulai rata dan terlihat normal. Meskipun perut kami sudah terlihat normal, tapi ini adalah urut untuk yang terakhir kalinya agar perutku dan Dewi bisa normal seutuhnya."Mbak Naya, ternyata benar suami Mbak Naya itu, memang teman Mas Harun suami aku," ujar Dewi saat kami sedang berada dalam mobil menuju ke rumah tukang urut yang kami tuju."Aku malah gak tahu, Dew. Selama ini, Mas Kenzie jarang banget kenalin aku ke temen-temennya. Lagian, selama ini kami selalu sibuk di toko, jadi jarang main keluar. Paling sesekali aja, itupun kami cuma jalan berdua," kataku sambil tetap fokus menyetir mobil."Iya, Mbak. Kata Mas Harun juga dia jarang ketemu sama Mas Kenzie. Mereka cuma sering chat an lewat WA aja. Dan setelah aku ingat-ingat, ternyata memang benar, aku pernah lihat foto Mas Kenzie di daftar chat WA Mas Harun. Makanya waktu nelpon Mbak Naya waktu itu, aku ngerasa gak asing lihat foto profil Mak Naya ada foto Mas Kenzie," j
Aku mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang setelah mengantar Dewi pulang ke rumahnya. Entah kenapa, hati ini jadi sedikit bimbang setelah mendengarkan saran dari Dewi tadi. Meskipun aku percaya dengan Mas Kenzie sepenuhnya, tapi tiba-tiba ada sedikit keraguan dalam hati.Jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan kiriku kini sudah menunjukkan angka pukul 16.00 sore. Sebenarnya aku ingin segera pulang ke rumah, tapi entah mengapa tiba-tiba aku ingin ke toko grosir milikku dan Mas Kenzie. Akhirnya, aku memutuskan untuk memutar arah mobilku menuju toko.Setelah sampai di toko, aku sedikit terkejut karena ternyata toko grosir kami tutup. Padahal, masih ada sisa satu jam lagi biasanya toko kami akan tutup. Apakah Mas Kenzie sudah pulang? Dengan perasaan gelisah, aku kembali melajukan mobilku untuk pulang ke rumah.Lima belas menit kemudian, aku tiba di rumah. Namun tak ada tanda-tanda Mas Kenzie ada di rumah. Pagar rumah masih terkunci, itu artinya tak ada orang di rumah kami. Jik
Hari ini, aku dan Mas Kenzie sudah mulai menyicil membangun rumah. Kami mulai untuk membuat pondasinya dulu, sesuai saran dari Ibu mertuaku. Kami membuat pondasi rumah tepat di samping rumah orang tua Mas Kenzie yang memang sudah di siapkan untuk kami. Daerah rumah mertuaku memang masih masuk daerah perkampungan. Tapi, akses menuju kota cukup dekat dari sini, apalagi jalan aspal disini juga sudah bagus dan mulus.Di kampung ini, jika ada orang yang akan membangun rumah baru, para tetangga berbondong-bondong datang untuk ikut membantu. Yang pria akan ikut membantu mengerjakan bangunan rumah, sedangkan ibu-ibu membantu memasak di dapur untuk makan siang bersama nanti."Nak Naya, kok sekarang perutnya sudah rata? Bukannya dulu hamil ya, atau sudah melahirkan?" tanya Bu Ningsih tetangga Ibu. Saat ini aku sedang bergabung bersama ibu-ibu mengupas bawang untuk memasak.Aku hanya tersenyum dan memilih untuk tak menjawab pertanyaan dari Bu Ningsih. Jujur saja, sesak hati ini setiap kali orang
Malam ini, setelah pulang dari rumah Ibu, Mas Kenzie langsung tertidur pulas dan sedikit mendengkur. Sepertinya, Mas Kenzie kelelahan setelah ikut bergotong-royong membangun pondasi rumah kami. Aku sendiri masih belum bisa tidur, karena masih kepikiran tentang siapa sosok Anggun yang sebenarnya.Mumpung Mas Kenzie tidur, aku tak ingin melewatkan kesempatan untuk mengecek ponsel milik Mas Kenzie. Aku segera meraih benda pipih milik Mas Kenzie yang tergeletak di atas nakas. Pelan-pelan, aku mulai bergerilya memeriksa daftar nomor kontak telepon milik Mas Kenzie. Dari atas hingga bawah, tak kutemui nama Anggun di daftar kontak ponsel milik Mas Kenzie.Aneh! Jika memang mereka bersaudara, harusnya Mas Kenzie punya nomor Anggun, tapi kenapa tak ada nama Anggun di daftar kontak telepon milik Mas Kenzie? Aku membuka WA, dari daftar chat tak ada yang mencurigakan. Semua chat isinya hanya dari para pelanggan toko kami saja. Dan memang seperti itulah, setiap aku memeriksa ponsel Mas Kenzie, tak
Jantungku tiba-tiba berdebar-debar, aku jadi teringat akan pesan Dewi padaku waktu itu. Dewi menyarankan agar aku tak mempercayai pria sepenuhnya, meskipun ia terlihat manis di depan. Apakah ini adalah jawaban dari saran yang Dewi maksud?Selama ini, aku selalu berpikir positif pada Mas Kenzie. Tak pernah sekalipun aku meragukan cinta dan juga kesetiaan Mas Kenzie. Sikap lembut dan perhatiaan Mas Kenzie selama ini memang selalu bisa membuat hatiku terlena. Tapi hari ini, semua terpatahkan setelah aku menemukan alat kontrasepsi di saku celana Mas Kenzie.Niatku untuk mencuci baju hilang sudah, karena saat ini, pikiranku sudah berkelana jauh. Aku sudah tak bisa lagi untuk selalu berpikir positif pada Mas Kenzie. Alat kontrasepsi ini juga sudah cukup untuk membuktikan, bahwa Mas Kenzie pasti berbuat buruk di belakangku.Tapi, alat kontrasepsi ini tak bisa dijadikan bukti yang akurat. Aku harus bisa mencari bukti lain agar kecurigaanku saat ini benar-benar terbukti adanya. Sepertinya, aku
Tanganku masih bergetar, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhku. Nafasku naik turun karena sudah tak bisa lagi rasanya menahan emosi di dalam dada yang bergemuruh begitu hebat. Andai saja, Mas Kenzie saat ini ada di hadapanku, sudah pasti aku akan melampiaskan kemarahanku padanya.["Haii gaes ... hari ini gue booking cewek baru lagi nih. Lihat gaes, body nya mant*p, Sem*k, boh*y, ngiler gak gaes ... Hahaha,"]Begitulah kata-kata yang Mas Kenzie ucapkan di dalam video berdurasi 2 menit 19 detik itu. Mas Kenzie terlihat seperti sedang berada di sebuah hotel bersama seorang wanita dengan keadaan setengah telanjang. Mas Kenzie sedang bersandar di di dipan ranjang dengan menggunakan selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya.Dalam video itu, Mas Kenzie menyorotkan kamera ponsel ke arah seorang wanita yang sedang berdiri dengan keadaan tel*njang bulat. Wanita dalam video itu tersenyum menggoda, seolah memamerkan keindahan lekuk tubuhnya. Wajah wanita itu tak cantik, hanya menang
Sejujurnya, aku malu jika harus menceritakan semua ini pada Kak Keyla. Apalagi kalau sampai Ayahku tahu, pasti beliau akan sedih dan juga terluka melihat rumah tangga anaknya yang diambang kehancuran ini. Tapi mau bagaimana lagi, tak mungkin bagiku untuk mempertahankan rumah tanggaku dengan Mas Kenzie. Bagiku, tiada maaf untuk seorang pengkhianat._______Brak!"Brengs*k! Kurang aj*r! Bisa-bisanya Kenzie bohongin kamu kayak gini, Nay!" umpat Kak Keyla berapi-api setelah menggebrak meja dengan kuat. Wajah Kak Keyla merah padam, seolah menampakkan kemarahan yang begitu besar.Setelah aku bisa menenangkan diri, aku segera bergegas menuju rumah Kak Keyla untuk mencurahkan segala perasaanku yang sedang tak baik-baik saja saat ini. Raut wajah Kak Keyla berubah merah padam saat aku mulai menceritakan tentang video yang dikirim oleh Dewi. Sedangkan Ayah, beliau hanya diam tak bersuara dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan.Saat ini, hanya ada Kak Keyla, keponakanku Zaidan dan juga Ayah d
"Hah, cerai! Gue gak salah denger, Nay?" Suara Siska langsung meninggi saat aku mengutarakan niatku untuk bercerai dari Mas Kenzie. Aku mengangguk dan tersenyum, mencoba untuk terlihat tegar di depan Siska. Meskipun dengan susah payah aku mencoba untuk menyembunyikan luka hatiku saat ini.Setelah pulang dari rumah Kak Keyla, aku memutuskan untuk mampir sebentar ke rumah Siska. Keadaanku saat ini yang sedang tak baik-baik saja membutuhkan seorang teman untuk berbagi melepas beban di hati."Lo becanda kan, Nay? Lo sama Kenzie kan pasangan serasi, Lo cantik dan Kenzie ganteng. Lagian apa kurangnya Kenzie coba. Bukannya Lo bilang dia suami sempurna?" tanya Siska dengan ekspresi wajah biasa saja, seolah masih tak percaya dengan apa yang aku katakan padanya.Aku tersenyum kecut mendengar perkataan Siska. Dulu, aku memang selalu percaya diri dan bangga selalu menyebut Mas Kenzie suami yang sempurna. Tapi saat ini, kata-kata itu justru terdengar seperti ejekan di telingaku. Aku merasa malu,