Lily berusaha mendudukkan tubuhnya dan ketika duduk bagian inti tubuhnya terasa sangat kebas dan sakit. Namun ia tak menghiraukannya. Ia harus bangkit dan memeriksa apakah Arsen masih ada di apartemen ini atau tidak, jika tidak ada itu akan menguntungkan untuknya.Lily menutupi tubuh polosnya dengan selimut dan dengan perlahan mencoba untuk turun dari atas tempat tidur.Bagian inti tubuhnya benar-benar terasa sangat perih. Lily sedikit meringis kesakitan. Ia mencoba berdiri dan bertumpu pada kakinya. Namun, kakinya terasa sangat lemas, ia hampir saja terjatuh, untungnya dengan cepat ia mampu berpegangan pada sisi tempat tidur.Dengan tertatih-tatih Lily kembali mengenakan pakaian yang diambilnya dari lemari. Dan mulai memasukkan sebagian pakaiannya ke dalam tas ranselnya. Lily tak peduli meskipun ia belum mandi, ia harus segera pergi dari sana.Setelah dirasa semuanya siap, dengan pelan Lily membuka pintu kamarnya dan mulai mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan untuk mencari
Tadi pagi Arsen menghubunginya untuk mengurus apartemen dan seorang gadis yang kini tinggal di apartemen miliknya.Camile cukup kaget, karena ia tak pernah mengetahui jika Tuan muda nya sedang menjalin hubungan dengan seorang gadis.Marissa belum mengetahuinya, karena saat ini Marissa sedang berada di luar negeri, dan Arsen meminta Camile untuk tidak mengatakannya kepada Grandma Marissa.Camile akan berada di apartemen ini selama Arsen tak ada saja untuk mengawasi gadis yang bernama Lylia tersebut. Camile tidak tahu apa hubungan Tuan Mudanya ini dengan gadis itu, tapi selama ini, selama yang ia tahu jika Tuan Muda-nya ini tak pernah dekat dengan seorang wanita manapun.Tapi Camile berharap, jika gadis itu adalah gadis pilihan tuan mudanya, Camile sangat mengetahui masa lalu dan sifat seorang Arsenio Orlando Lazcano seperti apa. Dia sebenarnya pria yang baik, namun ia terlalu pendiam.Hanya dengan melihat wajah gadis itu saja ia bisa menyimpulkan jika ia gadis baik-baik. Semoga saja ga
Sudah malam, dan Lily belum bisa tidur. Ia masih bisa bersantai karena Arsen belum kembali. Dan Camile pamit sore tadi karena ada yang harus ia kerjakan di mansion Marissa. Ia merasa sangat bebas karena kini ia hanya sendirian saja. Tidak ada yang mengawasinya sama sekali.Meski Camile baik, tapi ia tahu jika Camile juga mengawasi setiap gerak-geriknya.Lily tidak menyadari jika seluruh apartemen ini memiliki kamera pengawas yang selalu mengawasinya sepanjang waktu.'Semoga saja ia tak pernah kembali kesini!' serunya dalam hati.Kini Lily berada di beranda apartemen dan menatap keindahan lampu kota yang menyala.Tempat ini adalah tempat favoritnya selama berada di sini. Ia dapat melihat kota dengan jelas dan bintang saat malam. Hanya tempat ini yang membuatnya nyaman. Seakan ia berada di luar apartemen yang mengurungnya ini.Lily berpegangan pada pagar balkon dan memejamkan matanya sejenak dan menghirup udara dalam, dengan angin yang menerpa wajahnya.Semuanya terasa begitu damai dan
Setelah beberapa hari kemudian keadaan di apartemen kembali normal. Dan Lily diperbolehkan untuk keluar kamarnya dan membantu Camile untuk membersihkan apartemen atau sekedar memasak. Itupun, Lily tak boleh jauh-jauh dari Camile.Lily merasa jenuh karena tak ada yang bisa ia lakukan di sana. Sempat terpikir olehnya mengenai kejadian beberapa hari yang lalu. Ada sedikit penyesalan mengapa ia berniat melakukan tindakan bodoh. Tapi saat ini ia juga masih terkurung di tempat ini, dan masih dalam cengkraman Arsen.Jika mengingat apa yang sudah di lakukan Arsen malam itu, masih membuatnya trauma. Sudah tiga hari ini Arsen tak kembali ke apartemen dan hal tersebut membuat Lily bisa kembali bernapas lega. Tidak terbayangkan jika ia harus berhadapan dengan Arsen saat ini. Bagaimana ia mengingat malam itu dan juga terakhir kalinya ia melihat wajah Arsen yang sangat marah saat menariknya dengan kasar dan mendorongnya ke atas tempat tidur."Sepertinya aku harus berbelanja. Bahan makanan sudah hab
Lily terperanjat kaget saat pintu tempatnya terkurung di buka dari luar. Tampak seseorang masuk ke dalam dan mendekatinya. Ia tak bisa melihatnya dengan lebih jelas karena pencahayaan ruangan yang begitu buruk.Di ruangan itu hanya terdapat satu buah lampu bohlam kecil dengan warna kuning yang hampir redup.Namun begitu wanita itu mendekat mata Lily terbelalak dengan sempurna."I-ibu..." lirihnya.Margaret menyeringai, "Jalang cilik! Akhirnya aku mendapatkanmu."Apa?? Ternyata yang menculiknya adalah ibu tirinya, Margaret. Ya, ampun sungguh Lily tak percaya dengan semua ini.Ternyata apa yang diucapkan Arsen mengenai ibu tirinya yang sudah berada di New York benar adanya. Bukan bualan belaka.Kini ia menyesal sempat tidak mempercayai ucapan Arsen. Kini ia kembali tertangkap oleh Margaret.'Aku harus bagaimana?' lirih Lily dalam hati, tanpa terasa air matanya menetes begitu saja. Ia sudah bisa membayangkan apa yang akan ibu tirinya lakukan padanya."Kau tak akan bisa lepas dariku lagi!
Byurrrr….Air dingin itu membasahi tubuh Lily, ia semakin menggigil kedinginan. Perlahan ia membuka matanya, entah berapa lama ia tidak sadarkan diri, pening di kepalanya terasa semakin berat saja."Bersiaplah, malam ini juga aku akan menjualmu jalang cilik!!" pekik Margaret melemparkan sebuah dress tanpa lengan pada Lily.Setelah Lily berganti pakaian, dengan kasar Margaret menyeret paksa Lily dan membawanya menuju mobil, kemudian membawanya entah kemana, Lily tak tahu. Ia hanya bisa diam dan meringis kesakitan. Tanpa bisa melakukan perlawanan. Ia sangat tahu bagaimana sifat ibu tirinya tersebut. Semakin di lawan maka ia akan semakin kejam padanya.Lily kembali diseret dengan paksa keluar dari mobil dan di masukkan ke dalam sebuah kamar di motel. Lily hanya bisa menangis dan terus berdoa dalam hatinya, agar sebuah keajaiban muncul dan menyelamatkannya.Namun harapannya lenyap, saat seorang pria tua, dengan perut yang buncit dan rambut yang hampir botak, memberikan sejumlah uang pada
Setelah mengangkat tubuh Lily, Arsen membawa Lily ke dalam mobil dan membaringkan tubuh Lily di pangkuannya, dan pahanya menjadi sandaran Lily. Walaupun sedikit menjijikkan dengan tubuh Lily yang berlumuran darah Arsen tak membiarkan seorang pun menyentuh Lily, kecuali pengawal wanita yang ikut bersamanya. Bahkan darah di kepala Lily mengotori celana Arsen tak ia pedulikan.'Kau bodoh gadis pembangkang!' seru Arsen dalam hatinya.Jas serta celana yang dikenakannya kini terkena darah Lily. Mobil yang mereka tumpangi membawa mereka menuju rumah sakit besar yang berada di tengah kota."Mom...dad...Lily ikut..." lengguh Lily masih tak sadarkan diri.Arsen menghembuskan napas kasar. Kemudian ia mendekatkan bibirnya pada telinga Lily."Jika kau ikut mati dengan orang tua mu, dengan senang hati aku akan menarikmu dari kematian, membawa serta neraka untukmu," ucapnya pelan namun tajam.Air mata Lily mengalir meskipun matanya terpejam. Arsen menghapusnya dengan saputangan sutra miliknya. "Jang
“Silahkan Nona,” seru pria bernama Albert tersebut mempersilahkan Lily untuk keluar dari dalam lift.“Terima kasih,” seru Lily sedikit takut-takut, Lily hanya di temani oleh pria paruh bernama Albert tersebut, sedangkan wanita yang menatapnya dengan tatapan menelisik dirinya tak mengikuti mereka.“Kamar Nona berada di lantai 3, sedangkan kamar Tuan ada di lantai atas,” jelas Albert seraya mengeluarkan kunci dari saku jasnya, kemudian membuka pintu tersebut.“Silahkan masuk, Nona!” seru Albert dengan sesopan mungkin. Lily mengangguk, kemudian mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar yang dikatakan sebagai tempatnya kini.Begitu Lily memasukinya, tampak kamar tersebut cukup luas dan terlihat sangat mewah dengan warna dominan putih, coklat muda serta gold, dengan single bed yang berukuran besar. Terdapat pula satu set sofa di dekat jendela besar dengan pemandangan pepohonan hijau yang terlihat sangat rimbun. Namun, terlihat jelas keraguan dalam wajah Lily.“Hmm, Paman, apa kau tid
Setelah menyelesaikan meeting dengan client di sebuah hotel, Arsen berencana kembali ke mansion.Di dalam mobil, Arsen tiba-tiba teringat perkataan Yuri beberapa hari yang lalu. Arsen sempat mendiskusikan hal ini dengan Lily.Mike sangat menghargai Arsen dan memperlakukannya dengan hormat, Arsen sangat memahami dedikasi, kontribusi dan kesetiaan Mike padanya.Arsen sangat mengerti, pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran Mike untuk Black Nostra bukan semata-mata karena mengejar materi dan status. Meskipun Mike banyak dikenal sebagai ketua oleh dunia hitam, Mike tidak pernah congkak menepuk dada di luar sana.Mike selalu tunduk dan memperlakukan Arsen dengan hormat sejak kecil meskipun David dan Marissa selalu mengatakan bahwa Mike sudah dianggap seperti cucu kandungnya, sama seperti Arsen. Arsen tahu bahwa Mike sangat menyayanginya dan selalu siap pasang badan untuk melindungi Arsen.Arsen menyadari bahwa perkataan Yuri itu benar adanya. Sasha adalah anak angkat Yuri dan otomatis akan m
"Selesai sarapan, kita berangkat ke hutan, Theo" seru Arsen di tengah sarapannya."Benarkah, Dad?" Tanya Theo dengan wajah berbinar dan penuh antusias.Arsen mengunyah makanannya sambil menganggukkan kepala. Theo tampak sangat gembira dan bersemangat.Lily tersenyum melihat Theo yang sangat antusias belajar banyak hal pada ayahnya. Theo benar-benar mirip sekali dengan Arsen."Aku ikut mengantar kalian sampai tempat berkuda," kata Lily."Mom tidak ikut?" Tanya Theo."Tidak bisa Theo. Ada adikmu di perut Mommy. Berbahaya," sahut Lily dengan lembut seraya mengusap perutnya.Theo mengangguk-anggukkan kepalanya, seakan mengerti dengan penjelasan dari ibunya tersebut.Theo dan Arsen memakai pakaian dan sepatu boots untuk berkuda di hutan. Arsen juga membawa sebuah helm kecil untuk Theo.Mereka bertiga berjalan keluar mansion menuju ke tempat penyimpanan kuda. Pelayan yang mengurus kuda segera menghampiri Tuan dan segera menyiapkan kuda yang akan di gunakan oleh Tuannya."Dad, apa aku boleh
Hari ini adalah ulang tahun pernikahan Arsen dan Lily yang ke 4. Lily meminta pada Arsen untuk merayakannya secara sederhana. Hanya makan bersama dan beramah tamah bersama keluarga inti Black Nostra, dengan mengundang anak istri masing-masing dan Arsen menyetujuinya.Lily sedang membantu Arsen memasang dasi. Arsen merangkul pinggang Lily dan menatapnya dengan mesra."Kau tetap cantik seperti dulu. Bahkan lebih cantik dibanding awal saat kita bertemu. Dress putih yang kau pakai ini membuatku teringat saat menggandengmu sebagai pengantinku 4 tahun yang lalu." Bisik Arsen dengan mesra.Lily mengenakan dress panjang sutra berwarna broken white model off shoulder bertaburan bunga-bunga emas dan perak di dada. Lily menjepit rambut indahnya di atas kedua telinganya dengan jepitan emas lalu menggerai rambutnya ke kanan dan ke kiri untuk menutupi sebagian kulit bahunya yang putih mulus.Perutnya sudah terlihat sedikit membuncit.Lily tersenyum manis mendengar pujian suaminya dan menjinjitkan k
Arsen, Lily, Mike, Sasha dan Yuri segera mengambil tempat untuk duduk sambil berbincang ringan dan memperhatikan Theo, Michael dan Misha yang sedang bermain bersama.Misha sedang berjalan cepat mengitari sofa sambil tertawa-tawa. Sesekali Theo datang di hadapan Misha untuk mengejutkan dan mencegat langkah Misha lalu Misha menjerit kemudian segera membalikkan badannya untuk menghindari Theo dan kembali berjalan cepat lagi namun di ujung sana, Misha dicegat oleh Michael. Misha kembali berjalan cepat ke arah lain yang diikuti oleh Theo dan Michael.Yuri tertawa gembira melihat kedua cucunya bermain dengan riang bersama Theo."Tingkah Misha benar-benar menggemaskan, persis seperti ibunya. Periang dan aktif. Lihat itu, Misha dikeroyok oleh Michael dan Theo." Seru Yuri dengan sumringah."Benar. Misha memang seperti aku. Aktif sekali," seru Sasha dengan bangga.Tiba-tiba Misha berjalan cepat ke arah Mike dan berseru dengan suara cadelnya "Handsome, tolong... handsome.."Mike segera berdiri,
2.5 tahun kemudian.."Yuri sedang berada di Atlanta, Handsome," kata Sasha pada Mike di sela sarapannya di meja makan."Benarkah?" Tanya Mike balik. Sasha menganggukkan kepalanya."Aku lupa bercerita kalau kemarin Yuri tiba di sana dan siang ini ia menghadiri undangan perkawinan anak dari salah satu relasi dekatnya," jawab Sasha."Apakah Yuri akan kemari?" Tanya Mike.Sasha kembali menganggukkan kepalanya sambil mengunyah suapan makanan terakhirnya."Aku memintanya untuk singgah beberapa hari kemari. Sore ini ia akan terbang ke New York." Kata Sasha sambil tersenyum."Kita harus menjemputnya." Jawab Mike seraya menutup sendok di atas piringnya."Ya, aku juga berpikir begitu, Handsome. Sekitar jam 18.30 ia sampai di New York, " sahut Sasha kemudian."Baiklah. Aku akan menjemputnya sepulang dari markas. Kau tunggu di mansion saja dan menjaga anak-anak," kata Mike.Sasha tersenyum dan menganggukkan kepalanya.Sore menjelang malam hari pun tiba..."Yuri..." seru Sasha saat melihat Yuri mu
"Lampu hias itu dulu tidak ada.. Di situlah aku dulu pertama kali di tampar dan dipukul oleh ibuku," kata Arsen dengan bibir bergetar.Lily segera merangkul pinggang Arsen dan mengusap punggungnya dengan lembut untuk menenangkannya."Semua sudah berlalu. Biarkan kenangan pahit itu tertinggal di sana. Kau sudah menang atas tragedi kehidupan. Bukankah ibumu pun sangat menyesali karena sudah menyakitimu?" Lirih Lily.Arsen mengangguk perlahan dan memutar tubuhnya menatap dinding."Di situ dulu ada connecting door yang menghubungkan kamarku dan kamar orang tuaku. Ternyata itu pun telah dihilangkan oleh Grandpa," tunjuk Arsen."Grandpa dan Grandma benar-benar sangat menyayangimu," kata Lily dengan lembut, dan Arsen menganggukkan kepalanya.Arsen berjalan melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi dan membukanya."Kamar mandi ini tidak berubah. Hanya diganti bentuk kacanya saja," kata Arsen.Setelah beberapa saat berada di kamar masa kecilnya, Arsen merangkul Lily untuk berjalan ke lantai 2.L
Menjelang sore tadi, Lily, Theo, Arsen dan rombongannya melakukan penerbangan kembali ke New YorkMaria dan Roza menyambut kedatangan mereka dan mengambil alih Theo dan barang bawaan mereka, sementara Camilio dan Charlotte berpamitan untuk pulang ke rumahnya dan berkumpul bersama anak-anaknya.Setelah membereskan semua barang, makan malam, kini mereka bersiap untuk tidur. Theo bahkan sudah terlelap di kamarnya sebelum pukul 9 dan Lily menyuruh Roza untuk beristirahat.Lily tak mampu menggambarkan kebahagiaan nya saat ini. Ia sudah mendatangi makam kedua orang tuanya setelah sekian lama. Kemudian mengunjungi rumah lamanya yang menyimpan berbagai macam kenangan bersama mereka. Bahkan kenangan pahit bersama Margaret.Namun, yang membuatnya semakin bahagia adalah Arsen yang akan memperbaiki rumah tersebut. Arsen mengatakan padanya akan membuat mansion atau vila di sana dan berjanji akan mengajak dirinya dan Theo setiap tahun ke sana.Lily sempat menolak, jika akan membangun mansion atau v
"Handsome.." panggil Sasha untuk kedua kalinya sambil menggerakkan perlahan lengan Mike."Hmm.. apa?" gumam Mike sambil membuka separuh matanya dengan malas. Ia sebenarnya sudah tidur dengan lelap, namun guncangan Sasha membuatnya terbangun. Meski masih merasa mengantuk Mike tetap membuka matanya."Aku lapar. Aku ingin makan," kata Sasha dalam posisi duduk sambil memasang wajah memelasnya.Mike menolehkan pandangannya pada jam di dinding."Ini masih jam 1 malam," jawab Mike dengan suara seraknya."Iya. Tadi aku sudah ke dapur sendiri. Tidak ada makanan yang enak. Cuma ada kue, buah dan pudding. Aku tidak suka dan tidak mau itu," jawab Sasha."Kau ingin makan apa?" Tanya Mike mulai membuka matanya dengan lebar kali ini."Aku kemarin lihat referensi kuliner di internet. Aku tertarik pada masakan Indonesia. Nasi goreng. Lagi pula dengan keadaanku saat ini pasti rencanamu mengajakku ke Lombok diundur seperti berburu ke hutan." jawab Sasha dengan sedikit cemberut.Mata Mike membulat menden
"Kau tidak lelah?" Tanya Camilio seraya merangkul bahu Charlotte dengan lembut."Ahh.. kau mengagetkanku, Cam!" seru Charlotte"Apa yang sedang kau lihat dan lamunkan, hmm?" Tanya Camilio sambil mencoba menelisik apa yan tadi Charlotte lihat dari jendela kamar hotel mereka."Aku tidak melamun," jawab Charlotte."Aku menyapamu pelan dan tidak bermaksud mengejutkanmu tapi kau terkejut. Itu artinya ada yang sedang yang sedang mencuri perhatian dan pikiranmu." Jawab Camilio setelah melihat tidak ada apapun di luar jendela sana selain pemandangan kota Austin menjelang malam hari saja.Charlotte menarik napasnya panjang lalu menundukkan kepalanya."Suami istri harus saling terbuka dan bisa berbagi cerita. Jangan suka disimpan sendiri, yang ada nanti malah akan menjadi ganjalan dan suatu kebiasaan. Selelah apapun, jangan segan-segan untuk berbagi denganku. Memang aku belum tentu bisa langsung memberikan solusi tapi setidaknya akan meringankan pikiranmu," kata Camilio sambil memegang bahu ist