Vanesha Angelina, sampai di sebuah rumah sakit yang selama ini ia mimpikan. Rumah Sakit Kota merupakan rumah sakit besar dengan fasilitas lengkap di tambah para dokter yang terkenal dan kompeten di bidangnya. Menjadi perawat di rumah sakit tersebut sangatlah sulit dan harus berasal dari akademi perawat di rumah sakit tersebut.
“Hai, aku Jane!” Seorang gadis berambut pirang dengan poni dan kuncir kudanya mengulurkan tangan pada Vanesha. “Hai, aku Vanesha." Gadis itu menjawab uluran tangan tersebut. “Kau baru datang, ya? Apa kau sudah mengisi buku absensi?” tanya Jane. “Belum, terima kasih sudah mengingatkan.” Vanesha bergegas menuju tempat pengisian absen. Para murid yang diterima menjadi calon perawat di rumah sakit tersebut saling mengenal dan diberi pengarahan mengenai program pendidikan yang akan mereka pelajari selama disana. Kebetulan Vanesha dan Jane berada di satu kamar dalam asrama yang letaknya sekitar lima seratus meter di belakang rumah sakit. “Senang sekali saat aku tahu kalau kita sekamar," ucap Jane sambil merebahkan dirinya di atas kasur asrama yang jauh lebih kecil dari kasur rumahnya. “Iya aku juga," ucap Vanesha sambil merapikan pakaiannya ke dalam sebuah lemari yang terletak di samping kasurnya. “Kau berasal dari mana?” tanya Jane. “Aku dari Panti Asuhan Pelangi di Desa Blue Beach," sahut Vanesha. “Wah, jauh sekali aku pernah kesana bersama ayah dan ibuku saat pergi mengunjungi pantai indahnya. Kalau rumahku sih masih di kota ini hanya setengah jam perjalanan dengan mobil di komplek Mawar, kau tahu kan komplek perumahan Mawar?” tanya Jane. Vanesha mengangguk, ia tahu berita tentang perumahan elit yang gadis itu sebutkan. Pantas saja Jane memakai pakaian dan tas bermerk. Tubuh kurus dan tinggi bak model di tambah kulit bersih dan mulus makin meyakinkan kalau ia seorang anak dari keluarga berada. “Lalu, kenapa kau ingin menjadi perawat?” tanya Vanesha. “Aku ingin mengejar Kak Nathan, dia dokter tampan yang bekerja di rumah sakit ini, dan kudengar dia tuh salah satu pengajar di sekolah perawat ini, jadi kalau aku bergabung di sekolah perawat ini nantinya akan sering bertemu dengan Kak Nathan," ucap Jane dengan wajah sumringah. “Ah, kupikir kau tulus ingin menjadi perawat taunya .…” “Habis kucoba berkali-kali untuk menjadi pasien dan bertemu dengannya tapi gagal terus. Asal kau tahu ya, dia itu orang yang sulit didekati. Dan ini adalah cara terakhirku mendekatinya. Eh, awas kau ya Vanesha kalau bertemu kak Nathan terus ikut jatuh cinta padanya," ancam Jane. “Hahaha … aku tak akan semudah itu jatuh cinta," sahut Vanesha lalu terlelap di atas ranjang asramanya. “Wah, cepat sekali dia tertidur.” Jane gantian memasukkan pakaiannya ke lemari dan merapikan barang bawaannya. *** Suara alarm weker di atas meja samping ranjang Vanesha membangunkannya tepat pukul lima pagi. Gadis itubbergegas mandi lalu mengenakan pakaian seragam yang sudah diterimanya kemarin saat pendaftaran absen. Gadis itu lalu membangunkan Jane yang masih terlelap dan terbuai mimpinya. “Jane, bangun … ayolah nanti kita terlambat!" Guncangan di bahu gadis itu tak juga dapat membuatnya tersadar. “Lima menit lagi, Mom," sahut Jane menggeliat dan kembali terlelap. Vanesha makin mengguncang gadis muda tersebut akan tetapi jane tak juga terbangun. “Ah, aku ada ide, maaf ya Jane aku terpaksa melakukan ini.” Vanesha menyiram Jane dengan setengah gelas air putih ke wajah gadis itu. “Hujan! Hujan! Duh, ayo kak Nathan lekas kita kembali ke mobil," ucap Jane langsung tersadar kalau barusan ia bermimpi berkencan dengan Nathan. Jane menatap ke arah Vanesha dengan tatapan yang kesal. “Kau tahu, barusan itu Kak Nathan akan menciumku, kami sedang berkencan di atas bukit sambil melihat bintang, tiba-tiba hujan datang dan–" “Dan menyadarkanmu dari mimpi, mau kutambah hujan buatan lagi?” Vanesha bersiap mengisi air dalam gelas kembali, jika Jane tak beranjak juga dari tempat tidurnya. “Okay, aku bangun, aku bangun.” *** Pagi itu Vanesha berlari menuju kelas karena harus menunggu Jane yang terlalu lama memakan waktu saat ia berdandan. “Kalian anak baru, ayo jalan jongkok keliling kelas!" seru seorang kakak kelas yang bernama Donna. “Tuh kan, kita kena hukuman.” Jane menggerutu, berbisik pada Vanesha “Lho, ini kan salahmu, coba kalau tadi kau tak lama saat mandi, belum lagi sibuk merapikan rambutmu, huh.” Bisik Vanes yang ikut kesal juga. “Hei hei hei, sudah jangan bergosip di sana! Ayo, cepat jalan jongkok!” perintah Donna. Hari itu sangat melelahkan untuk Vanesha, akan tetapi ketika ia melihat foto ibunya, semangatnya kembali muncul. “Apa kau lelah?” tanya seorang pria tampan berambut hitam dengan tambahan gel yang rapi. Senyum manisnya semakin membuat lesung pipinya terlihat. “Kalau aku bilang tidak, berarti terlihat sekali ya kalau aku bohong. Sedangkan keringatku saja sudah membasahi wajahku," sahut Vanesha seraya menelisik pria itu. “Ini, minumlah!” Pria itu memberikan botol berisi air mineral pada Vanesha. “Kak Nathan!" Jane berteriak dari kejauhan lalu berlari menghampiri pria itu. Vanesha memandang sosok pria di sampingnya itu. “Apa kau yang bernama Nathan?” tanya gadis dan diberi jawaban anggukan kepala oleh Nathan. Oh jadi ini pria yang bernama Nathan yang diceritakan Jane tadi. Pantas saja gadis itu tergila-gila padanya, tampangnya saja lumayan, cukup membuat jantung para gadis berdegup kencang dan berontak dari rongga dada. Nathan menjentikkan jarinya di hadapan wajah Vanesha dan menyadarkan gadis itu dari lamunan. “Kak Nathan, kenapa belum mengajar di kelas?” tanya Jane dengan tatapan manja menggoda pria itu. “Lho, kan memang belum jadwal saya untuk mengajar. Sudah, nikmati saja dulu masa pengenalannya nanti kalau perlakuan mereka terlalu keras, laporkan pada saya, ya!" ucap Nathan lalu berlalu pergi menuju ruangannya. *Hari demi hari Vanesha menjalani proses belajar menjadi perawat dengan baik bahkan dia selalu menjadi murid terpintar di angkatannya. Nilai-nilainya selalu sempurna dan tak pernah mengecewakan. Jane makin dekat dengan gadis itu karena dengan bantuan gadis tersebut, Jane juga mampu melewati ulangan-ulangan harian yang diselenggarakan oleh sekolah perawat itu. Sebagai imbalannya, gadis kaya itu selalu memberikan tiga puluh persen uang sakunya. Jumlah tiga puluh persen uang saku Jane saja setara dengan uang saku yang Vanesha dapat ketika menjadi perawat magang di rumah sakit tersebut. Jane benar-benar dimabuk cinta, padahal dengan mudahnya ia mendapatkan uang, tetapi ia rela bersusah payah bekerja menjadi perawat magang hanya ingin melihat Nathan setiap hari. Setiap bulan Vanesha juga tak pernah lupa untuk pulang berkunjung ke Panti Asuhan Pelangi melepas rindunya dengan Ibu Rose dan anak-anak panti. Gadis tersebut juga selalu memberikan sejumlah uang untuk Ibu Rose demi membelikan anak-anak makanan. Vanesha tak akan pernah lupa kebaikan yang ibu Rose berikan padanya. Walaupun sedikit tapi ia berusaha untuk membantu keuangan panti demi membalas jasa-jasa Ibu Rose padanya.*****To be continued.Di sebuah rumah besar di Negara Flower, dua orang pria tampan sedang berbincang-bincang di sebuah kamar luas nan mewah.“Wah, kau keren sekali, Jae!” puji Tae pada kakak sepupunya itu.Pria tinggi 180 cm, bertubuh tegap, kulit kuning langsat, ditambah paras rupawan itu mengenakan pakaian tentara dengan gagahnya. Hari itu, dia memutuskan untuk mengabdi pada negaranya, setelah ia menjalani wajib militer selama dua tahun di negara ayahnya yang juga kakak dari ayahnya Tae.“Iya dong, aku memang selalu keren, kan? Eh, katanya kau mau mendaftar untuk wajib militer juga, apa ibumu sudah tahu?” tanya Jae sambil memandangi tubuhnya di cermin seraya merapikan pakaiannya.“Sssttt ... jangan keras-keras! Aku belum berani bilang pada ibu, tetapi aku sudah menyerahkan formulir pendaftarannya minggu lalu," sahut Tae Min dengan nada suara pelan.“Kau ini aneh, banyak lho yang ingin sepertimu menjadi CEO muda. Tapi, kau malah memilih ikut wajib militer.” Jae terlihat bersungut-sungut. “Daripada saat
Vanesha tak sengaja memergoki Sandra di sebuah tenda kamar seorang prajurit bernama Kim Taemin. Tadinya gadis itu hendak menuju tempat penyimpanan obat-obatan. Namun, dia sempat melihat pakaian kemeja putih yang tergeletak di dekat tirai masuk tenda. Gadis itu menghentikan langkahnya dan memilih untuk bersembunyi sejenak karena penasaran. Sandra terlihat sedang melingkarkan tangannya di leher kekar milik seorang prajurit yang dia kenal saat dia sedang mengintip."Apa-apaan mereka itu, bisa-bisanya mereka mau melakukan tindakan tak terpuji itu," gumam Vanesha yang menatap jijik, dan hampir saja dia pergi saat Tae berbicara dengan nada yang berseru. Gadis itu kembali menoleh."Maaf, lepaskan aku Sandra!" pinta Tae."Kenapa sih susah sekali menggodamu?" Sandra lantas melepaskan tangannya dari tubuh pria itu. Dia meraih pakaiannya yang tercecer karena tadi sempat dia lepaskan sembarangan di lantai untuk menggoda Tae. "Yakin, kau tak mau tidur denganku? Banyak loh prajurit di luar sana y
Beberapa hari berlalu setelah kejadian Vanesha melihat Sandra yang menghilangkan nyawa pasien bersama Dokter Tommy. Namun, wanita itu tahu kalau rekannya itu melihat perbuatannya."Vanesha, aku tahu kau melihatku melakukan hal itu," ucap Sandra."Hal apa?" tanya Vanesh."Kau melihatku dengan Dokter Tommy, kan saat ke tenda Tuan Adhock?" tanya Sandra penuh telisik."Ummm … aku tak tahu apa yang kau katakan," terang Vanesha yang hendak berlalu meninggalkan wanita itu.Sandra kemudian menarik tubuh Vanesha yang mungil sama dia berdiri di depannya. Vanesha hanya bisa menatap wajah wanita di hadapannya itu tanpa bisa mengucap sepatah kata pun."Aku dan Dokter Tommy mempunyai kebiasaan yang diharuskan oleh atasan kami. Kebiasaan yang kami lakukan di tenda kemarin," ucap Sandra."Aku tak tahu maksudmu, Suster Sandra." Vanesha memilih untuk menundukkan wajahnya. "Kami hanya membunuh orang tertentu saja. Hanya orang sekarang yang kami bunuh agar mereka bisa terbebas dari penderitaan di dunia.
Dokter Tommy berdehem lalu berkata, "biasanya kondisi para korban dan mungkin dia juga diperparah dengan kepanikan, bisa bahaya juga jika tensi darah naik,” ungkap Dokter Tommy yang mendekat.Robin memang mengalami luka ringan yang dialami biasanya karena benturan ringan seperti terbentur dinding atau panik saat berupaya keluar rumah sehingga membentur sesuatu.“Kalau sekadar luka ringan seperti memar benjol biasa atau lecet bisa ditangani di posko-posko atau rumah warga lain yang lebih aman. Karena itu hanya luka di kulit dan otot,” kata Dokter Tommy.Namun, dia kembali memeriksa kondisi Tae Min yang ternyata mengalami patah tulang pada bagian kaki. Ketika korban tertimpa reruntuhan puing akibat gempa, tentu resiko patah tulang bisa terjadi. Apalagi jika sudah terjadi perubahan bentuk tulang. Vanesha tampak khawatir pada pasien itu.“Patah tulang ini tidak bisa ditangani di sini. Dia harus segera dilarikan ke rumah sakit. Apa ada ambulans yang bisa kita gunakan?" tanya Tommy ketika m
Vanesha mengunjungi Tae Min di rumah sakit. Di dalam ruang perawatan itu dia mengamati pria di hadapannya dengan saksama. Tubuh tinggi tegap dibalut dengan pakaian pasien rumah sakit bermotif garis vertikal yang senada dengan celana kulot yang dikenakan itu malah membuat pria itu terlihat sangat tampan. Pria itu benar-benar menggemaskan untuk dilihat. Dipandangnya sosok Tae Min dari ujung kaki sampai ujung rambut rambut sambil berdecak kagum di dalam hati. "Wah, dia tampan juga ya?" gumam gadis itu saat mendekatkan diri ke wajah Ta Min.“Kenapa melihatku seperti itu? Aku tampan, ya?” Sosok Tae Min tiba-tiba terbangun dan membuka kedua matanya.Gadis itu tersentak dari lamunannya dan tak sadar berkata, “iya.”“Hahaha … kau lucu sekali. Jangan lakukan hal itu pada pria manapun,” ucap Tae Min yang tak sengaja mengintip dua bukit kembar milik Vanesha dari belahan kaus V neck yang gadis itu kenakan saat gadis itu membungkuk menatapnya. Vanesha langsung tersadar dan menutupi bagian tubuh
Bab 8 AIL GN"Iya, ini milik Tae Min. Sebentar saya panggilkan," ucap Vanesha lalu bergegas memanggil Tae Min."Tae, ada telepon!" seru Vanesha."Angkat saja, Sayangku!" seru Tae Min dari dalam kamar mandi."Apa-apaan itu masa sudah panggil-panggil aku sayang," gumam Vanesha yang menyentuh icon hijau bergambar gagang telepon. Di layar ponsel milik Tae Min tertera nama "Jaehyung My Bro" di layar ponselnya."Halo!" Sapa Vanesha."Halo, bukankah ini ponsel milik Tae Min? Kau tidak sedang mencuri ponsel miliknya, kan?" tanya pria bernama Jaehyung dari seberang sana."Sembarangan saja kau bilang aku pencuri. Namaku Vanesha, aku temannya Tae Min," ucap Vanesha."Van apa? Siapa tadi namamu?Van apa katamu?" tanya Jae.Vanesha tak menjawab. Dia hanya mendengus kesal. Tae Min sudah keluar dari kamar mandi dan mendekati Vanesha. Gadis itu langsung membantu pria tersebut untuk berbaring. Dia menyerahkan ponsel milik pria itu seraya menggerutu."Ada apa denganmu?" tanya Tae Min."Dia menuduh ku me
Terdengar para penumpang yang mulai tenang. Tae Min tampak menolehkan kepala untuk membalas tatapan Vanessa yang telah terarah lurus padanya. Dia tak menyangka kalau dua orang itu dipertemukan dalam situasi tak terduga beberapa waktu lalu. Keduanya masih saling bertatapan dengan jarak yang cukup dekat. Vanessa menggantung tawa di sudut bibirnya karena merasa terhibur."Bagaimana kau dengan mudah sekali mengumbar janji, terutama untuk aku yang telah mendengar kata-kata yang sama untuk beberapa hari belakangan ini?" tanya Vanesha.Gadis itu berkata tanpa berniat memprovokasi pria itu."Ayolah, Vanesha … apa kau masih tak percaya ke padaku?""Hmmm, sudah berapa janji ya yang kau berikan padaku sejak sebulan lalu?" tanya gadis itu.Si pria itu padahal selalu bersungguh-sungguh dan serius terhadap setiap perkataan. Apalagi keinginannya untuk menikahi Vanesha. Sebab memang seperti itulah yang terjadi karena semenjak pertama kali mereka ber
Salah satu penjaga rumah yang baru sebulan bekerja di kediaman Tuan Kim Tae Yoon menyapa Vanesha dengan mengejutkannya."Hayo, Nona mau cari siapa ke sini?" tanya penjaga tersebut."Woah, silau sekali Anda," ucap Vanesha yang berusaha menahan tawanya ketika gigi besar milik penjaga itu lebih maju dari bibirnya saat tersenyum."Saya diajak Tuan Tae Min ke sini untuk menemui ayah dan ibunya," jawab Vanesha yang masih berusaha menahan tawanya."Tuan Tae Min? Siapa itu? Apa jangan-jangan Anda mau melamar pekerjaan menjadi asisten rumah tangga di sini? Wah, Anda terlalu cantik untuk jadi pembantu di rumah ini. Sebaiknya Anda menjadi istri saya saja," ucap pria penjaga rumah itu dengan penuh percaya diri."Apa? Saya menjadi istri Anda? Apa tidak salah?" tanya Vanesha yang perlahan mundur beberapa langkah.Sementara dari belakang tubuh Vanesha, tampak Tae Min tengah berlari kecil ke arah gadisnya."Maaf sayang, aku membuatmu lama menunggu. Ternyata anak gadis ku sudah memiliki anak yang lucu