Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men
Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F
Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu
Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber
# Bab 1 POV Lilis"Jus apel kemasannya sepuluh, dan buah apelnya lima kilogram, ya. Totalnya seratus lima puluh ribu rupiah. Pulsanya sekalian, Kak?" kata kasir di sebuah mini market."Tidak usah," jawabku sambil memberikan uang dua lembar berwarna merah dan biru."Uangnya pas ya, Kak. Terima kasih. Silahkan datang kemari lagi!"Aku mengangguk dan mengambil bungkusan belanjaan milikku."Sejak kapan kamu suka sama yang berbau apel?" tanya Sindi, sahabatku."Entah." Aku menggedikkan bahu. "Apa aku nggak boleh makan apel?" tanyaku dengan muka sedih. Akhir-akhir ini aku agak sensitif kalau disinggung sedikit.Aku memang tak suka apel. Tapi 'dia' yang suka apel. Makanya aku jadi ingin sekali makan buah apel atau meminum jus apel. Mungkin ini yang disebut ngidam.Aku langsung keluar dari mini market. Sindi berlari mengikutiku di belakang."E-eh. Boleh, kok. Tentu saja boleh," jawab Sindi sambil nyengir. "Tumben aja, gitu. He he."Aku diam saja, tak menanggapi ucapan Sindi. Kami terus berja
# Bab 2POV LilisAku terbangun di sebuah tempat dengan nuansa serba putih. Bau obat-obatan menyengat menusuk hidung.Kepalaku terasa berdenyut. Saat hendak memijat kepalaku, seketika tersadar tanganku sebelah kiri dipasang selang infus. Sudah jelas saat ini aku berada di rumah sakit.Samar aku dengar, seorang wanita dan pria sedang berbicara di balik pintu yang sedikit terbuka."Mungkin karena menyembunyikan kondisinya, sehingga kesehatan tubuhnya dan janin tidak terpantau. Yang dibutuhkan putri bapak saat ini, ialah dukungan moril dari orang terdekatnya. Nanti saya juga akan berikan vitamin untuk menguatkan janinnya. Saya permisi dulu," kata seorang wanita, yang sepertinya seorang dokter."Baik, Dok. Terimakasih." Itu suara Ayah yang menjawab.Aku mengusap perut yang masih rata. Apa iya aku sudah lalai terhadap janin di dalam perutku? Bagaimanapun janin ini tidak berdosa. Aku tidak akan menggugurkannya, karena aku bukan pemb*nuh."Maafkan Ibu ya, Sayang. Ibu janji, akan lebih memper
# Part3 POV Lilis"Lilis!"Ibu tiba-tiba masuk sambil berteriak memanggil namaku dan langsung memeluk.."Kamu kenapa, Sayang? Kenapa bisa sampai dirawat di rumah sakit? Kamu sakit apa?" tanya Ibu beruntun.Kulihat di belakang Ibu, Kak Laras berjalan mengikuti. Sepertinya Kak Laras ke sini bersama Ibu. Ayah langsung merubah raut wajahnya yang tadinya mengeras, menjadi biasa saja."Sudah dibilangin supaya jangan terlalu banyak kegiatan sekolah, masih saja ngeyel," ejek Kak Laras.Untungnya mereka belum tahu mengenai kondisiku. Berarti Ayah belum memberi tahu mereka. Biarlah mereka tahunya aku kecapaian karena banyak kegiatan sekolah. Ini lebih baik."Laras, adeknya lagi sakit, bukannya di perhatiin malah diejek." Ibu menepuk bahu Kak Laras."Iya, Ibu." Kak Laras memutar bola matanya malas. "Kamu sudah makan belum? Obatnya sudah diminum?" tanya Kak Laras padaku.Aku menggelengkan kepalaku."Makanan dari rumah sakit belum datang. Mungkin sebentar lagi. Sekalian dokter akan periksa keada
# Bab4POV Ayah (Pak Arifin)Akhir-akhir ini, aku merasa Lilis, putri bungsuku sedikit aneh. Dia jadi pendiam, murung dan lebih suka menyendiri di kamar. Perasaan ini mengatakan ada yang tidak baik.Dari kecil Lilis paling dekat denganku dari pada ibunya. Tentu saja tahu perubahan sekecil apa pun dari Lilis. Aku harus segera mencari tahu penyebab perubahan dari putri bungsuku ini.Setelah menyelesaikan pekerjaan yang terpaksa dibawa pulang, aku menengok putri bungsuku itu di kamarnya. Saat pintu kamar terbuka, kudapati anakku duduk dengan kepala menelungkup di atas meja belajarnya. Ternyata dia tertidur saat sedang belajar.Aku mengangkat Lilis untuk dipindahkan ke kasur. Tak sengaja menyenggol beberapa buku sampai jatuh. Saat hendak membereskannya, ada benda putih panjang yang menyembul dari salah satu buku. Ternyata dari sebuah buku diary.Aku tarik benda putih itu. Mataku melebar, jantungku tiba-tiba berdebar kencang, pikiranku sudah kemana-mana. Bagaimana bisa Lilis mempunyai bend