Adik Ipar Malang

Adik Ipar Malang

By:  Nefertari  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
120Chapters
5.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Hidup Lilis yang semula normal seperti remaja SMA pada umumnya berubah setelah rumah tangga kakaknya mengalami masalah. Kakak iparnya melampiaskan semuanya kepada Lilis di saat orang rumah sedang pergi. Hingga sebulan kemudian ayahnya menemukan testpack dengan dua garis di dalam kamarnya. "Evan boleh menikahi Lilis, tapi hanya secara sirih saja. Setelah anak itu lahir, kalian harus bercerai. Hak asuh anak akan jatuh padaku dan Evan. Ini akan menjadi rahasia selamanya. Bagaimana?" "Aku tak sudi! Lebih baik aku pergi mengasingkan diri dan membesarkan anakku seorang diri." Kakak kandungnya menolak memberikan sang suami kepada adiknya. Padahal semakin lama kandungan Lilis akan semakin besar. Sedang kakak iparnya menginginkan Lilis beserta anak di dalam kandungannya. Namun, dia juga enggan untuk bercerai dari istrinya. Bagaimana keputusan Lilis dalam menghadapi semua ini?

View More
Adik Ipar Malang Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Ayu Jarian Se
Nice story...boleh percaya tapi jangan lengah Pak Arifin...ditunggu kak kelanjutannya, semangat .........
2022-06-09 21:29:04
1
120 Chapters
bab 1 Ketahuan Hamil
# Bab 1 POV Lilis"Jus apel kemasannya sepuluh, dan buah apelnya lima kilogram, ya. Totalnya seratus lima puluh ribu rupiah. Pulsanya sekalian, Kak?" kata kasir di sebuah mini market."Tidak usah," jawabku sambil memberikan uang dua lembar berwarna merah dan biru."Uangnya pas ya, Kak. Terima kasih. Silahkan datang kemari lagi!"Aku mengangguk dan mengambil bungkusan belanjaan milikku."Sejak kapan kamu suka sama yang berbau apel?" tanya Sindi, sahabatku."Entah." Aku menggedikkan bahu. "Apa aku nggak boleh makan apel?" tanyaku dengan muka sedih. Akhir-akhir ini aku agak sensitif kalau disinggung sedikit.Aku memang tak suka apel. Tapi 'dia' yang suka apel. Makanya aku jadi ingin sekali makan buah apel atau meminum jus apel. Mungkin ini yang disebut ngidam.Aku langsung keluar dari mini market. Sindi berlari mengikutiku di belakang."E-eh. Boleh, kok. Tentu saja boleh," jawab Sindi sambil nyengir. "Tumben aja, gitu. He he."Aku diam saja, tak menanggapi ucapan Sindi. Kami terus berja
Read more
bab 2 Dirawat di Rumah Sakit
# Bab 2POV LilisAku terbangun di sebuah tempat dengan nuansa serba putih. Bau obat-obatan menyengat menusuk hidung.Kepalaku terasa berdenyut. Saat hendak memijat kepalaku, seketika tersadar tanganku sebelah kiri dipasang selang infus. Sudah jelas saat ini aku berada di rumah sakit.Samar aku dengar, seorang wanita dan pria sedang berbicara di balik pintu yang sedikit terbuka."Mungkin karena menyembunyikan kondisinya, sehingga kesehatan tubuhnya dan janin tidak terpantau. Yang dibutuhkan putri bapak saat ini, ialah dukungan moril dari orang terdekatnya. Nanti saya juga akan berikan vitamin untuk menguatkan janinnya. Saya permisi dulu," kata seorang wanita, yang sepertinya seorang dokter."Baik, Dok. Terimakasih." Itu suara Ayah yang menjawab.Aku mengusap perut yang masih rata. Apa iya aku sudah lalai terhadap janin di dalam perutku? Bagaimanapun janin ini tidak berdosa. Aku tidak akan menggugurkannya, karena aku bukan pemb*nuh."Maafkan Ibu ya, Sayang. Ibu janji, akan lebih memper
Read more
bab 3 Devan Mahendra Putra
# Part3 POV Lilis"Lilis!"Ibu tiba-tiba masuk sambil berteriak memanggil namaku dan langsung memeluk.."Kamu kenapa, Sayang? Kenapa bisa sampai dirawat di rumah sakit? Kamu sakit apa?" tanya Ibu beruntun.Kulihat di belakang Ibu, Kak Laras berjalan mengikuti. Sepertinya Kak Laras ke sini bersama Ibu. Ayah langsung merubah raut wajahnya yang tadinya mengeras, menjadi biasa saja."Sudah dibilangin supaya jangan terlalu banyak kegiatan sekolah, masih saja ngeyel," ejek Kak Laras.Untungnya mereka belum tahu mengenai kondisiku. Berarti Ayah belum memberi tahu mereka. Biarlah mereka tahunya aku kecapaian karena banyak kegiatan sekolah. Ini lebih baik."Laras, adeknya lagi sakit, bukannya di perhatiin malah diejek." Ibu menepuk bahu Kak Laras."Iya, Ibu." Kak Laras memutar bola matanya malas. "Kamu sudah makan belum? Obatnya sudah diminum?" tanya Kak Laras padaku.Aku menggelengkan kepalaku."Makanan dari rumah sakit belum datang. Mungkin sebentar lagi. Sekalian dokter akan periksa keada
Read more
bab 4 Pelaku Sebenarnya
# Bab4POV Ayah (Pak Arifin)Akhir-akhir ini, aku merasa Lilis, putri bungsuku sedikit aneh. Dia jadi pendiam, murung dan lebih suka menyendiri di kamar. Perasaan ini mengatakan ada yang tidak baik.Dari kecil Lilis paling dekat denganku dari pada ibunya. Tentu saja tahu perubahan sekecil apa pun dari Lilis. Aku harus segera mencari tahu penyebab perubahan dari putri bungsuku ini.Setelah menyelesaikan pekerjaan yang terpaksa dibawa pulang, aku menengok putri bungsuku itu di kamarnya. Saat pintu kamar terbuka, kudapati anakku duduk dengan kepala menelungkup di atas meja belajarnya. Ternyata dia tertidur saat sedang belajar.Aku mengangkat Lilis untuk dipindahkan ke kasur. Tak sengaja menyenggol beberapa buku sampai jatuh. Saat hendak membereskannya, ada benda putih panjang yang menyembul dari salah satu buku. Ternyata dari sebuah buku diary.Aku tarik benda putih itu. Mataku melebar, jantungku tiba-tiba berdebar kencang, pikiranku sudah kemana-mana. Bagaimana bisa Lilis mempunyai bend
Read more
bab 5 Undangan Makan Malam
bab 5 POV LilisPagi ini aku bersiap untuk sarapan, supaya bisa fokus mengikuti pelajaran di sekolah. Sudah ada Ibu dan Ayah di ruang makan. Ayah masih membaca koran, belum memulai sarapannya. Sedang Ibu, menyiapkan sarapan di atas meja.Terlihat Kak Devan berjalan mendekat. Aku baru ingat kalau rumah ini kedatangan anggota baru. Pipiku merona melihat pemandangan segar di pagi hari. Kak Devan mengenakan kemeja baby blue yang dimasukkan dalam celana hitam formal pas badan, dan rambut hitam yang disisir ke belakang rapi, menambah kesan maskulin dan dewasa.Wajahku berubah terkejut dan menegang melihat siapa yang berada di belakang Kak Devan, Kak Laras dan suaminya. Mereka ikut sarapan di sini. Tumben sekali. Aku langsung menunduk enggan untuk menatap, melirik pun tak sanggup.Ayah yang mengetahui gerak-gerikku, mencairkan suasana dengan berdehem. "Cepat duduk dan sarapan! Ada yang ingin Ayah sampaikan pada Laras dan Evan setelah sarapan."Ketiga orang tersebut langsung duduk. Ayah dudu
Read more
bab 6 Jamuan Makan Malam 2
bab 6 (Jamuan Makan Malam 2)POV Lilis"Lilis!"Deg!Suara bariton rendah ini ... kenapa dia ada di sini? Badan ini membeku, tapi kaki gemetar. Ingin rasanya lari, namun seakan ada paku di kaki yang menancap ke bumi. Aku tak tau kalau bisa se-trauma ini dengan dia."Berhenti di sana!" teriakku sambil mengangkat tangan.Dia langsung berhenti dengan mata terbelalak. Sekarang kami berjarak tiga meter. Aku menatap sekeliling dan ternyata ada beberapa siswa yang sedang menatap kami, kemudian berlalu pergi. Langsung saja aku mengubah ekspresi di wajah ini, agar tak ada yang kepo."Lis, aku ..." katanya dengan lirih.Aku masih memerhatikan apa yang akan dia lakukan, meskipun masih merasa takut. Kemudian dia membuka tas kerjanya, mengeluarkan sebuah kotak bekal berwarna kuning polos dan menyodorkannya padaku."Ini ... terimalah." Aku masih diam saja.Saat dia hendak melangkah, aku langsung mengangkat tangan lagi, agar dia berhenti melangkah. "Tetap di sana!" desisku."Lis, ini bekal dari Ibu,
Read more
bab 7 Baru Awalan
bab7 (Awal)POV LilisSuasana langsung hening dan senyap. Wajah Kak Evan tegang dan pucat. Kak Laras memicingkan matanya menatap Kak Evan. Om Rifan dan Tante Maya saling berpandangan. Ibu memandang Ayah dengan tatapan seolah bertanya. Sedang Kak Devan, memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan.Bagaimana denganku? Jangan tanyakan lagi. Tentu saja keringat dingin sudah mengalir di dahi dan di telapak tangan. Dudukku sudah gelisah tak menentu.Tiba-tiba Ayah terkekeh sambil duduk di kursi yang sebelumnya ditempati. Semua orang memandang Ayah dengan heran, termasuk aku."Aku hanya bercanda. Lilis memang tak suka buah apel. Tak suka buah apel, bukan berarti alergi, bukan? Boleh saja, kan, kalau Lilis makan buah apel untuk kesehatan 'dia'?" ucap Ayah dengan menekankan kata 'dia'. Pernyataan Ayah barusan membuat beberapa orang di ruangan ini memasang raut wajah lega."Pak Arif ini, bercandanya ada-ada saja. Tentu saja boleh, dong. Malah itu bagus juga untuk kulit," ucap Tante Maya
Read more
bab 8 Pengakuan
POV Lilis"Milik siapa testpack itu? Apa itu punya kamu, Laras?" tanya Tante Maya dengan mata berbinar. Mungkin melihat dua buah garis di testpack itu. Semua tahu kalau Tante Maya sangat menunggu kehadiran cucu pertamanya."Bukan. Itu bukan punyaku," jawab Kak Laras dengan lesu."Oh." Wajah Tante Maya langsung berubah kecut. Mungkin sangat berharap benda pipih bergaris dua itu milik menantunya.Kasihan sekali Kak Laras. Apa setelah janin ini lahir, aku berikan saja pada kakak kandungku? Tapi, apa Kak Laras bersedia merawat dengan senang hati? Sedang dia saja bukan wanita mandul. Hanya belum saja dititipi anak oleh Allah.Astaghfirullah. Bagaimana bisa aku berpikiran seperti itu? Ini anakku sendiri, mana mungkin diberikan seenaknya pada orang lain. Menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran yang bukan-bukan."Lalu ini punya siapa?" tanya Ibu sambil mengacungkan testpack yang lebih ditujukan ke Ayah. "Apa ada anggota keluarga kita yang sedang ha-""Itu milik Lilis." Perkataan Ibu langs
Read more
bab 9 Bertanggung Jawab
Bab 9 (Bertanggung Jawab)POV LilisMeski wajahnya tetap datar, tapi dari matanya memancarkan penyesalan. Aku menangis dengan perasaan antara lega dan bersalah. Lega, karena dia telah mengakui perbuatannya dan merasa bersalah, kepada Kak Laras.Ibu dan Tante Maya mendadak lemas. Ibu dipapah oleh Kak Devan, sedang Tante Maya dibantu oleh Om Rifan untuk kembali duduk.Kak Laras berteriak dengan histeris dan kalap, tak terima dengan pernyataan suaminya. "Tega kamu, Evan. Kamu tega hianati aku!" Wajahnya yang cantik dengan polesan make up, kini bercampur dengan air mata. "Kamu pasti dijebak oleh Lilis, kan, Evan? Cepat bilang saja!" Sungguh bucinnya Kak Laras, sudah jelas suaminya salah, masih menyalahkan orang lain."Apa benar sepeti itu, kalau kamu dirayu atau dijebak oleh Lilis?" tanya Ayah memastikan."Aku melakukan itu karena kekhilafanku sendiri. Lilis sama sekali tak menggoda atau merayuku. Aku ... memang menginginkan tubuh Lilis saat itu."Tubuhku bergetar mendengar pengakuannya.
Read more
bab 10 Keputusan Lilis
Bab 10 (keputusan Lilis)POV LilisApa dia pikir aku ini pencetak anak untuknya? Seenaknya berkata tanpa disaring dulu. Cukup sudah aku membiarkan dia menjelek-jelekkanku dari tadi."Aku tidak mau! Cukup, Kak! Dari tadi kamu menghinaku. Mengatakan kalau aku menggoda dan merayu suamimu, menyuruh untuk meng*g*rkan kandunganku, mengatakan aku aib keluarga. Kakak pikir aib ini ulah siapa? Ulah suamimu yang tak bermoral. Andai suamimu bisa menahan n*fsunya pada adik iparnya sendiri, aib ini nggak akan ada. Sekarang, kamu ingin aku menikah dengan suamimu, kemudian setelah anak dalam kandunganku lahir, aku harus bercerai dan memberikan anakku pada kalian? Aku tak sudi. Lebih baik aku diasingkan, membesarkan anakku sendiri, tanpa campur tangan kalian." Aku mengatakan dengan berapi-api. Hancur hatiku ketika mereka ingin mengatur hidupku."Sebaiknya pikir-pikir lagi, Lis. Kalau mau mengikuti saran Kakak, kamu masih bisa melanjutkan sekolah, kuliah, dan meraih cita-cita yang diimpikan. Banyak ha
Read more
DMCA.com Protection Status