Pintu kamar terdengar terbuka, aku yakin itu Anisa. Nafasku sudah kembang kempis rasanya karena tak sabar ingin mencakar mukanya, namun setelah mempertimbangkan lagi dampak yang akan terjadi, aku mencoba untuk menahan diri. Aku hanya ingin tahu sejauh mana mereka berhubungan di belakangku selama ini. Baru setelahnya aku bisa mengambil keputusan.
"Kalau kamu menuruti Mas untuk pergi ke hotel saja tadi pagi, Mas enggak akan repot-repot buat Ola tidur seperti ini!"
Apa? Jadi ternyata Mas Dani tadi pagi menyusul Anisa, bukan karena ada meeting di kantornya seperti yang ia katakan padaku?
Dasar pembohong!
"Aku kurang bergairah kalau di hotel, Mas. Tiap denger desah*n dan er*nganmu di samping Mbak Ola itu memberi kepuasan sendiri buat aku!"
Ya Tuhan, dadaku rasanya sesak sekali mendengar ucapan adik tiriku. Apa yang membuat wanita itu sangat membenciku, padahal selama ini aku sudah memperlakukannya dengan sangat baik. Pada kesempatan tertentu aku memang sering tak bisa mengontrol emosi ketika aku merasa terusik. Namun kemarahanku hanya sekejap, setelah emosiku mereda aku akan menyesali omongan kasarku dan meminta maaf.
"Padahal kalau di hotel kamu lebih bebas mendes*h dengan suara keras bukan takut-takut ketahuan seperti di kamar ini!"
Aku meremas selimut di bawahku saking tak tahannya mendengar ucapan suamiku yang terdengar sangat menjijikan itu. Aku sudah tak peduli seandainya mereka sampai memergokiku yang ternyata hanya berpura-pura tidur saja.
"Pokoknya aku enggak mau di hotel. Enggak seru kalau kita ngelakuin enggak di sebelah Mbak Ola!"
"Ya udah, Mas turuti perintah kamu. Sekarang ayo puasin Mas. Kemarin kamu sudah banyak ngabisin duit Mas, loh!" ucap suamiku.
"Eits, tunggu dulu, Mas. Kamu harus janji dulu gajian nanti kamu harus kasih uang aku lebih banyak dari Mbak Ola. Aku yang sudah puasin kamu, aku enggak terima kamu kasih uang Mbak Ola melebihiku. Kalau bisa enggak usah kasih uang sekalian dia biar dia tahu rasa!"
Sepertinya tujuan pelakor kecil ini mau melayani suamiku bukan hanya karena uangnya saja. Tapi karena kebenciannya padaku. Dari awal dia masuk ke kamar ini, dia tak berhenti menjelekanku. Jujur aku sangat penasaran kenapa bisa dia sebenci ini padaku.
"Sayang, kalau Mas enggak kasih Ola uang dia pasti ngamuk. Kamu mau lihat Mas berantem lagi sama dia?"
Aku masih setia menyimak obrolan dua manusia jahat ini, meski aku sangat marah aku terus mencoba menahan diri untuk tidak meledakannya sekarang.
"Mas kenapa kamu takut banget sama Mbak Ola, sih. Bukannya kamu bilang enggak cinta sama dia selama ini. Kamu cuma bertahan karena Elsa."
Sekali lagi aku di buat terkejut dengan ucapan Anisa, jadi cinta dan kebaikan Mas Dani yang ia tunjukan padaku selama ini hanya palsu? Kalau dia tak mencintaiku jadi kenapa dia menikahiku?
Tak ada jawaban dari suamiku, padahal aku ingin sekali mendengar jawaban dari mulutnya sekarang juga.
"Kenapa kamu enggak jawab Mas? Apa bener dugaanku, kalau sebenarnya alasan kamu bilang enggak cinta sama Mbak Ola cuma karena ingin ambil hatiku saja. Dasar pembong!" bentak Anisa.
"Mas enggak bohong kok, sayang. Mas sama sekali engak cinta sama Mbakmu. Kalau Mas cinta dia kenapa juga Mas tega khianati dia seperti ini!"
Tak terasa air mataku menetes begitu saja mendengar ucapan Mas Dani. Tega kamu bilang seperti itu Mas. Kalau kamu memang tak cinta sama aku, harusnya kamu bilang langsung saja padaku. Aku siap mundur daripada sakit hati mendapat pengkhianatanmu di belakangku.
Kali ini Anisa tak bersuara, mungkin dia belum yakin seratus persen dengan ucapan Mas Dani barusan.
"Kok masih ngambek? Mas kan sudah bicara sejujur-jujurnya sama kamu."
Mas Dani terderngar menghela nafas panjang kemudian melanjutkan ucapannya.
"Besok gajian Mas akan belikan kamu cincin tunangan. Lalu setelah kamu lulus sekolah baru kita akan nikah. Gimana, kamu masih mau ngambek sama Mas?" bujuk Mas Dani. Aku yakin wanita itu makin besar kepala mendengar Mas Dani seolah mengemis maaf darinya seperti itu.
"Aku enggak mau di jadikan istri kedua Mas. Mending aku cari lelaki kaya lainnya kalau cuma mau dijadikan istri kedua sama kamu!"
"Sssttt....Kamu enggak boleh ngomong gitu. Siapa yang bilang Mas akan jadikan kamu yang ke dua. Mas akan ceraikan kakakmu kok saat akan nikahin kamu !"
Airmataku makin deras mengalir, sebisa mungkin aku mencoba agar tidak mengeluarkan suara.
"Bener Mas, kalau gitu aku udah enggak akan pernah ragu lagi buat puasin kamu. Sini buka handukmu sekarang!"
Tak ada obrolan lagi diantara mereka. Hanya suara desah*n dan er*ngan yang bersahutan diantara keduanya. Malam ini aku menjadi saksi kebej*dan suamiku beserta adik tiriku di samping tubuhku sendiri.
"Aaarrggghhh...Anisa...Kamu nikmat sekali!"
Desah*n panjang keluar dari mulut Mas Dani. Terdengar sangat menjijikan. Sungguh sangat menjijikan!
"Brengs*k kamu Mas, kamu selalu saja mendes*h di sebelah istrimu seperti ini. Sumpah aku makin berga*rah melayanimu!"
Kali ini aku sudah kehilangan kesabaran. Persetan dengan harta suamiku, perset*n juga dengan kehidupan susahku setelah bercerai dengannya. Pengkhianatan ini harus segera ku akhiri.
"Brengs*k kalian berdua!" teriakku sembari melempar bantal pada dua orang yang sedang melakukan penyat*an itu. Saking terkejutnya karena teriakanku, tubuh kedua orang itu sampai terjatuh dari ranjang.
"Ola, ini semua tidak seperti yang ada dalam pikiranmu!'
Benar-benar biad*b, aku sudah memergoki kebiad*ban perbuatan mereka pun masih bisa Mas Dani mencoba membela dirinya.
"Ola, ini semua tidak seperti yang ada dalam pikiranmu!" ucap Mas Dani setelah ia bangkit. Terlihat Anisa bersembunyi dengan tangan gemetar di belakang tubuhnya. Entah kemana keberaniannya menghilang padahal saat aku pura-pura tidur tadi dia sangat menikmati caciannya yang tak henti ia lontarkan padaku."Enggak seperti yang aku pikirkan gimana? Dari awal kalian bicara aku sudah mendengarnya. Gila kamu Mas, tega-teganya kamu melakukan ini di belakangku!""Mas cuma--""Cuma apa? Nafsu? Dasar memang kamu doyan sama pelakor kecil ini!" teriakku kemudian melemparkan lagi semua barang yang ada di sekitarku. Mas Dani melindungi gund*knya dari seranganku menggunakan tubuhnya. Sebegitu takutnya dia kalau seranganku akan membuat gund*k kecilnya terluka."Hentikan Ola, kamu jangan kaya orang kesetanan gini!" ucap suamiku. Aku tak peduli dengan ucapannya hingga pada akhirnya saat aku meraih vas bunga yang lumayan besar, Mas Dani berlari kearahku dan menggagalkan seranganku.Plak!Sebuah tamparan
"Enggak ada gunanya menangis, ayo kita bawa Elsa ke rumah sakit sekarang juga!" ucap suamiku sambil mengambil alih Elsa dari pangkuanku. Tak ku pedulikan darah Elsa yang ikut mengotori bajuku. Kami harus sampai ke rumah sakit secepatnya agar putri kecilku segera mendapatkan pertolongan."Mas, aku ikut!"Anisa merengek ikut layaknya anak kecil yang tak mau ditinggal Ayahnya pergi tanpa peduli keadaan sedang sangat genting seperti ini. Benar-benar tak tahu malu."Kamu jaga rumah saja, Mas buru-buru!" ucap suamiku sambil meletakan Elsa dalam pangkuanku di jok mobil belakang."Mas, aku enggak mau di tinggal sendiri di rumah. Aku maunya selalu sama kamu! Pleace, aku ikut ya!" rengeknya sekali lagi sembari menahan tubuh suamiku agar tidak masuk dalam mobil.Rasanya ingin sekali mencakar wajah adik tiriku sekali lagi. Elsa sedang bertaruh nyawa di pangkaunku tapi wanita itu seolah sengaja mengulur waktu agar kami terlambat ke rumah sakit."Kamu enggak mikir ya kalau sekarang keadaan Elsa lag
Pov Anisa"Nis, layar ponsel kamu sudah retak gitu. Enggak mau ganti ponsel?" tanya temanku yang bernama Bening."Iya, Nis. Masa dari kelas satu aku lihat ponsel kamu enggak pernah ganti. Enggak bosen apa pakai ponsel buruk kamu itu terus!" temanku Intan menimpali. Aku sangat malu mendengar ejekan mereka, akhirnya aku jawab sekenanya saja."Minggu depan aku ganti kok ponselnya. Kata kakakku, minggu depan suaminya baru gajian jadi harus sabar dulu sementara ini!""Kakakmu orang kaya, masa mau belikan ponsel kamu saja nunggu suaminya gajian sih!" Aku menunduk malu mendengar ucapan Intan."Mbak Ola kan dari dulu orangnya pelit. Aku tahu juga dari kakakku yang kebetulan dulu satu sekolah sama dia!" Dalam hatiku membenarkan ucapan Bening barusan, Mbak Ola memang sangat pelit, jangankan ponsel. Uang sakuku saja selalu dia kasih pas saja. Aku harus selalu gigit jari melihat temen-temenku yang selalu shoping sepulang sekolah karena uang saku mereka yang banyak."Kakakmu kaya tapi pelit, masa
Pov AnisaPlak!Sekali lagi Ibu Mas Dani menamparku dengan sangat kuat, rasanya sama perihnya dengan tamparan yang pertama."Dasar wanita enggak tahu terima kasih. Di kasih tumpangan di sini malah godain suami kakak sendiri!"Sial, jadi aku gagal mencuci otak ibu mertua Mbak Ola. Malah sekarang jadi senjata makan tuan buatku."Maaf, ya, jeng. Jangan salahin anak saya saja, anak situ kalau enggak kegatelan sama anak saya, semua ini enggak mungkin terjadi!"Tatapan ibu Mas Dani beralih ke ibuku, dia maju beberapa langkah sembari mencekeram kerah baju ibuku."Aku yakin kamu dalang di balik semua perbuatan bej*d mereka berdua kan?"Sebenarnya ucapan Ibu Mas Dani benar, ibuku yang awalnya menyuruhku untuk memakai baju seksi sehingga Mas Dani tergoda dengan kemolekan tubuhku. Tapi kenapa ya, meski ucapannya benar aku tetep enggak terima dengan tuduhannya."Ya ampun, jeng. Jangan fitnah sembarangan, ya. Saya saja terkejut mendengar kabar ini. Seharusnya yang marah itu saya. Saya pihak dari p
Pov Anisa"Mas, kamu jadi suami kok bod*h banget. Katanya enggak cinta sama Mbak Ola, nyatanya semua uang tabunganmu kamu percayakan sama wanita itu. Gimana, sih!"Jujur, aku sangat kecewa pada Mas Dani. Setahuku Mbak Ola cuma di kasih setengah gajinya saja, tapi di luar dugaan lelaki itu juga mempercayakan uang tabungannya pada Mbak Ola. Kalau ceritanya begini, aku tidak akan sudi mau tidur dengannya. Rugi dong, kalau aku tak sampai dapat apa-apa.Memang sih beberapa hari ini sudah tumbuh benih-benih cinta untuk lelaki itu, tapi makan cinta saja aku enggak mungkin bisa kenyang. Aku butuh uang dan kemewahan agar teman-temanku tidak pernah lagi memandangku sebelah mata."Ola orangnya hemat, makanya Mas percayakan uang Mas pada dia. Lagian dia enggak pernah banyak bertanya kalau Mas sewaktu-waktu mau ambil uang buat kebutuhan mendesak ataupun buat kebutuhan Nayla.""Terus tiap bulan Mas cuma dapet capenya saja kalau semua uang Mas percayakan pada Mbak Ola?" tanyaku semakin geram."Ya en
Pov Dani"Mas, kok sampai gebrak meja gitu. Memangnya enggak takut apa kalau sakit jantung ibuku kumat?" bentak Anisa sambil melotot marah kearahku. Menurutku lebih baik ibu Anisa terkena serangan jantung dan mati saja dari pada hidup pun percuma tiap hari kerjaannya cuma mempengaruhi Anisa untuk memeras uangku.Belum seminggu aku dan Anisa menjalin hubungan, uang tabungan pribadiku hampir habis. Untung di rekening Ola uangku masih banyak, jadi aku enggak terlalu down.Terus terang, aku banyak mengarang cerita demi mendapatkan hati Anisa. Aku memang sempat berbohong padanya kalau aku tidak mencintai Ola. Nyatanya selama pernikahanku, hatiku tidak pernah berpaling ke wanita lain sebelum Anisa muncul dalam rumah tanggaku dan Ola.Antara cinta dan nafsu, aku tak tahu yang mana yang lebih mendominasi perasaanku untuk Anisa. Setiap kali aku berhubungan badan dengannya, aku selalu merasa dipuaskan."Gimana Mas enggak marah, kamu ambil uang Mas tanpa izin. Itu uang baru Mas ambil dari ATM bu
Pov Ola"La, ibu pulang, ya. Ibu mau masakin sarapan buat kamu dulu. Setelah selesai, nanti ibu baru kesini lagi." pamit Ibu mertuaku pagi ini. Dalam hatiku yang paling dalam, jujur aku tak tega meninggalkan dia. Tapi jika aku terus berada disini, aku dan Elsa akan makin tersakiti karena secara terang-terangan melihat perselingkuhan Mas Dani dan Anisa.Meninggalkan Mas Dani adalah pilihan tersulit yang mau tak mau aku ambil. Delapan tahun ini dia sangat baik, hingga pada akhirnya dia berubah setelah menjalin hubungan dengan adikku Anisa.Memang tak ikhlas melepaskan Mas Dani begitu saja untuk Anisa. Tapi setelah kupikir lagi, buat apa mempertahankan si pengkhianat, bukankah aku malah akan makin tersakiti jika pada akhirnya lelaki yang aku pertahankan justru lebih memilih si pelakor daripada aku istri sahnya.Setelah kepergian ibu mertua, aku menemui Dokter Eric. Dia adalah Dokter yang menangani Elsa untuk sekarang ini.Aku mengetuk pintu ruangannya, setelah di izinkan masuk baru aku b
Pov Dani"Dan, kamu enggak mau cari kerja apa? Sampai kapan kamu nganggur gini terus, bosan ibu di kasih makan sayur kangkung sama sayur ubi terus sama kamu." tanya ibu Anisa saat aku asik-asiknya main game online. Dulu sebelum aku di pecat kerja, dia selalu menyebutku dengan sebutan 'Nak'. Namun setelah aku tidak bisa menghasilkan uang banyak lagi, dia langsung memanggil namaku seperti tadi."Nanti kalau aku kerja, ibu masukan lelaki ke dalam rumah ini lagi. Aku sudah kehilangan semuanya demi Anisa, jadi aku tak mau ibu menjual Anisa gara-gara aku sudah jatuh miskin." Aku pernah memergoki ada seorang lelaki keluar dari rumah ini ketika aku baru pulang kerja. Ibu dan Anisa bilang dia datang cuma untuk memperbaiki keran di kamar mandi yang rusak. Tapi melihat penampilan lelaki itu begitu rapih, aku sama sekali tak percaya ucapan mereka. Terlebih saat itu aku melihat Anisa dan ibunya mulai belanja gila-gilaan padahal aku tak memberi mereka uang banyak."Kamu ini orangnya curigaan terus