Home / Fantasi / Aduh Tak Tahan, Prof! / 48 | Jangan Menasehati Orang Yang Jatuh Cinta

Share

48 | Jangan Menasehati Orang Yang Jatuh Cinta

Author: Strawberry
last update Last Updated: 2025-10-11 20:12:09

Ceklek!

Hanna menoleh kaget ketika pintu kamarnya terbuka tanpa ketukan.

“Mama?”

Lily melangkah masuk, lalu duduk di pinggir ranjang, tepat di sebelah Hanna.

“Hanna, kamu harus meninggalkan Liam,” ucapnya to the point, tanpa basa-basi.

“Aku gak ngerti maksud Mama,” sahut Hanna pelan sambil pura-pura membaca tablet di tangannya.

“Gak usah pura-pura lagi!” potong Lily tajam, lalu menarik selimut dari pangkuan Hanna.

“Ma!”

“Hanna! Lingerie itu?” suara Lily meninggi, matanya bergetar antara marah dan kecewa. “Tadi malam... kamu dengan dia!”

“Dia siapa? Aku gak ngerti!” elak Hanna cepat.

“Liam sudah mengakuinya, dan kamu masih pura-pura?” nada Lily semakin keras.

“Mama… aku mencintai Profesor Liam,” ucap Hanna akhirnya, pelan tapi tegas.

“Bodoh!” Lily hampir berteriak. “Kamu pikir sesimple itu? Dia tidak percaya cinta, Hanna!”

“Aku tahu,” balas Hanna, menatap ibunya dengan mata berkaca. “Tapi aku yakin… yang dia rasakan padaku itu cinta. Dia hanya belum bisa mengakuinya.”

Lily memejamka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   99 | Licik

    Ketika kereta mulai bergerak, Hanna menyandarkan kepala di jendela. Getaran halus dari rel membuat matanya hampir terpejam. Ia hanya ingin tenang, untuk sekali ini saja.Namun dari dalam tasnya, seberkas cahaya biru memantul di sisi logam. Kilatan itu samar, tapi cukup untuk membuatnya menoleh.Perlahan, Hanna membuka resleting tas. Smartwatch-nya—yang tadi sudah ia matikan sendiri, tiba-tiba menyala kembali. Layar kecil itu memancarkan cahaya dingin, berkedip cepat seperti sedang memproses sesuatu.Hanna menatapnya lama, perasaan miris menelusup tanpa bisa ditahan. Ryan selalu bicara soal keamanan, soal melindungi dirinya. Tapi justru di bawah kendali pria itulah, Hanna tak pernah benar-benar merasa aman.Ia mengangkat jam itu hati-hati. Di layar, muncul pola aneh: barisan simbol dan angka berderet cepat, seperti kode yang menyalin dirinya sendiri.“Tidak mungkin...” bisiknya pelan. Ia menekan tombol samping berulang kali, tapi tak ada respons.Cahaya di layar semakin kuat, lalu beru

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   98 | Bohong

    Hanna menatap layar jam sekali lagi, napasnya masih bergetar.Tanpa banyak berpikir, ia melepaskan Smartwatch itu dari pergelangan. Di dalam gerbong yang remang, ia membuka penutup casing dengan gerakan terburu-buru namun rapi — sama sekali bukan orang yang ceroboh soal perangkat. Ia memberikan smart watch-nya ke Liam dan professor itu menyingkap komponen satu per satu, menelusuri papan sirkuit, antena, modul GPS, dan chip komunikasi.“Tidak ada,” gumamnya, suaranya tipis namun tegas. “Tidak ada pelacak fisik di sini.”Liam mencondong, matanya menyapu bagian-bagian yang terbuka. Ia mengerutkan dahi, lalu menggeleng pelan. “Dia menipumu,” katanya keras. “Tidak ada pelacak. Dia tidak tahu kamu di sini.”Hanna menatap Liam panjang, masih menahan panik di dalamnya. “Tapi dia tahu aku tidak di kampus,” katanya, dan suaranya menahan nada heran sekaligus khawatir saat mengambil kembali sepatu boot yang tadi tercecer.Liam menatapnya, lalu menanyakan dengan tenang, “Agendamu hari ini ke man

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   97 | Gairah Dalam Gerbong Kereta

    Lampu senter itu diam memancar, menyoroti sepatu boot kulit hitam Hanna yang tergeletak miring di lantai. Jantung Hanna berhenti berdetak. Nafasnya tertahan di tenggorokan, tubuhnya kaku dalam pelukan Liam.Liam bereaksi dengan cepat. Dengan gerakan halus namun pasti, dia menarik Hanna lebih dalam ke sudut gelap di balik tumpukan koper tua, menjauh dari garis pandang langsung di bawah pintu. Tubuh mereka masih menyatu, dan gerakan ini membuat Hanna mendesah pelan, yang langsung ditutup Liam dengan telapak tangannya yang hangat."Tolong jangan ada yang masuk," bisik Hanna dalam hati, matanya membelalak dalam kegelapan, menatap bayangan mereka yang samar di dinding gerbong.Dari balik pintu, suara siulan petugas itu terdengar. "Kosong," teriaknya kepada rekannya yang tidak terlihat. "Mungkin cuma sepatu penumpang yang ketinggalan."Langkah kaki itu bergeming untuk sesaat. Sorot senter masih bermain-main di sepatu Hanna, seolah-olah si petugas ragu-ragu.Liam menunduk, bibirnya melekat d

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   96 | Batas Yang Ditabrak

    Sementara itu, di sebuah trem jarak pendek menuju Distrik Utara,Hanna duduk di dekat jendela, menatap kota yang perlahan menjauh.Udara pagi masih dingin, tapi ia bisa merasakan degup jantungnya sendiri lebih cepat dari biasanya.Trem ini memiliki trayek yang menghubungkan distrik Utara dan Selatan, dengan satu titik temu—tempat kereta dari arah Timur dan Barat saling bersilangan.Itulah tujuan Hanna: kereta penghubung di titik pertemuan itu.Di pergelangan tangannya, jam pintar itu kini tampak seperti perangkat biasa.Semua menu dan tampilan sudah kembali normal—hanya saja, di bawah layar, titik biru kecil masih berkedip perlahan.Ia menyentuhnya sebentar, dan seolah menjawab, jam itu bergetar pelan.Tak ada tulisan kali ini.Hanya denyut cahaya lembut yang muncul sebentar di permukaan layar,dan entah kenapa, Hanna tahu—itu tanda dari Liam.Ia menatap keluar jendela lagi, bibirnya menekan, menahan sesuatu antara lega dan takut.Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa t

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   95 | Break the Signal

    Liam menatap terminal utamanya.Layar memantulkan cahaya biru ke wajahnya yang tegang, mata tajamnya menelusuri deretan kode dan protokol keamanan yang ia kenal luar kepala.Kelly Domain bukan sistem sembarangan, domain itu terhubung langsung ke jaringan keluarga inti Valthera, dengan pengawasan berlapis dan sensor pelacak setiap kali ada upaya pembobolan.Tapi Liam adalah seorang jenius yang mampu mengobrak-abrik sistem serumit apapun, dia paham jika dia melakukan ini, Ryan pasti langsung menoleh padanya, karena sejauh ini belum ada yang mampu menandingi kejeniusan Liam.Ia tahu di mana “lubang” kecilnya.Ia yang menulis sebagian dari algoritmanya, dulu, sebelum semuanya berubah.Tangannya bergerak cepat di atas papan holografik.Beberapa jendela sistem terbuka: Root directory, bypass log, decoy traffic routes.Ia menanamkan serangkaian perintah kecil—tidak besar, tapi cukup untuk menutupi jejak sinyalnya seolah berasal dari server maintenance di distrik 8.Semua langkah dilakukan de

  • Aduh Tak Tahan, Prof!   94 | Penjara Megah

    Tatapan Hanna membara — bukan takut, tapi marah.Saat pintu terbuka dan Ryan kembali masuk ke kamar, napasnya langsung tertahan. Ryan menatapnya dengan bingung.“Hanna, kamu terlihat tidak baik-baik saja?”Tangan Hanna mencengkeram tepi ranjang erat-erat.Jari-jarinya kaku, pucat, seolah itu satu-satunya hal yang bisa ia kendalikan.Ryan segera berlutut di hadapannya, satu lutut menempel di lantai.Tangannya meraih jemari Hanna yang dingin dan tegang.“Hanna, kenapa?”Tatapan Ryan mengikuti arah pandangan Hanna — ke meja, tempat jam pintar itu tergeletak.Wajahnya berubah lembut, seolah mengerti.“Aku melakukannya karena aku gak mau ada yang mengusikmu… yang bisa membahayakanmu.”Hanna menatapnya lama.Suara pelan tapi tajam keluar dari bibirnya,“Tapi sekarang aku justru merasa hidupku yang terancam, Ryan.”Keheningan menggantung di udara.Ryan perlahan bangkit, duduk di samping Hanna.Ia melingkarkan lengannya di pinggangnya, lembut tapi menekan.“Jangan bicara begitu,” katanya liri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status