LOGINLampu senter itu diam memancar, menyoroti sepatu boot kulit hitam Hanna yang tergeletak miring di lantai. Jantung Hanna berhenti berdetak. Nafasnya tertahan di tenggorokan, tubuhnya kaku dalam pelukan Liam.Liam bereaksi dengan cepat. Dengan gerakan halus namun pasti, dia menarik Hanna lebih dalam ke sudut gelap di balik tumpukan koper tua, menjauh dari garis pandang langsung di bawah pintu. Tubuh mereka masih menyatu, dan gerakan ini membuat Hanna mendesah pelan, yang langsung ditutup Liam dengan telapak tangannya yang hangat."Tolong jangan ada yang masuk," bisik Hanna dalam hati, matanya membelalak dalam kegelapan, menatap bayangan mereka yang samar di dinding gerbong.Dari balik pintu, suara siulan petugas itu terdengar. "Kosong," teriaknya kepada rekannya yang tidak terlihat. "Mungkin cuma sepatu penumpang yang ketinggalan."Langkah kaki itu bergeming untuk sesaat. Sorot senter masih bermain-main di sepatu Hanna, seolah-olah si petugas ragu-ragu.Liam menunduk, bibirnya melekat d
Sementara itu, di sebuah trem jarak pendek menuju Distrik Utara,Hanna duduk di dekat jendela, menatap kota yang perlahan menjauh.Udara pagi masih dingin, tapi ia bisa merasakan degup jantungnya sendiri lebih cepat dari biasanya.Trem ini memiliki trayek yang menghubungkan distrik Utara dan Selatan, dengan satu titik temu—tempat kereta dari arah Timur dan Barat saling bersilangan.Itulah tujuan Hanna: kereta penghubung di titik pertemuan itu.Di pergelangan tangannya, jam pintar itu kini tampak seperti perangkat biasa.Semua menu dan tampilan sudah kembali normal—hanya saja, di bawah layar, titik biru kecil masih berkedip perlahan.Ia menyentuhnya sebentar, dan seolah menjawab, jam itu bergetar pelan.Tak ada tulisan kali ini.Hanya denyut cahaya lembut yang muncul sebentar di permukaan layar,dan entah kenapa, Hanna tahu—itu tanda dari Liam.Ia menatap keluar jendela lagi, bibirnya menekan, menahan sesuatu antara lega dan takut.Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa t
Liam menatap terminal utamanya.Layar memantulkan cahaya biru ke wajahnya yang tegang, mata tajamnya menelusuri deretan kode dan protokol keamanan yang ia kenal luar kepala.Kelly Domain bukan sistem sembarangan, domain itu terhubung langsung ke jaringan keluarga inti Valthera, dengan pengawasan berlapis dan sensor pelacak setiap kali ada upaya pembobolan.Tapi Liam adalah seorang jenius yang mampu mengobrak-abrik sistem serumit apapun, dia paham jika dia melakukan ini, Ryan pasti langsung menoleh padanya, karena sejauh ini belum ada yang mampu menandingi kejeniusan Liam.Ia tahu di mana “lubang” kecilnya.Ia yang menulis sebagian dari algoritmanya, dulu, sebelum semuanya berubah.Tangannya bergerak cepat di atas papan holografik.Beberapa jendela sistem terbuka: Root directory, bypass log, decoy traffic routes.Ia menanamkan serangkaian perintah kecil—tidak besar, tapi cukup untuk menutupi jejak sinyalnya seolah berasal dari server maintenance di distrik 8.Semua langkah dilakukan de
Tatapan Hanna membara — bukan takut, tapi marah.Saat pintu terbuka dan Ryan kembali masuk ke kamar, napasnya langsung tertahan. Ryan menatapnya dengan bingung.“Hanna, kamu terlihat tidak baik-baik saja?”Tangan Hanna mencengkeram tepi ranjang erat-erat.Jari-jarinya kaku, pucat, seolah itu satu-satunya hal yang bisa ia kendalikan.Ryan segera berlutut di hadapannya, satu lutut menempel di lantai.Tangannya meraih jemari Hanna yang dingin dan tegang.“Hanna, kenapa?”Tatapan Ryan mengikuti arah pandangan Hanna — ke meja, tempat jam pintar itu tergeletak.Wajahnya berubah lembut, seolah mengerti.“Aku melakukannya karena aku gak mau ada yang mengusikmu… yang bisa membahayakanmu.”Hanna menatapnya lama.Suara pelan tapi tajam keluar dari bibirnya,“Tapi sekarang aku justru merasa hidupku yang terancam, Ryan.”Keheningan menggantung di udara.Ryan perlahan bangkit, duduk di samping Hanna.Ia melingkarkan lengannya di pinggangnya, lembut tapi menekan.“Jangan bicara begitu,” katanya liri
Hanna tahu, Liam pasti sedang kesal padanya saat ini.Sejak di mobil tadi, ia terus saja memancing keributan. Seharusnya ia lebih sabar. Karena dengan sedikit saja kesalahan, Ryan bisa berubah — dan itu yang paling ia takutkan.Di Valthera, keluarga konglomerat seperti Kelly memiliki sistem penyimpanan data pribadi sendiri.Segalanya terhubung, identitas, catatan medis, hingga kode DNA.Dan sekarang, seluruh datanya sudah menjadi bagian dari sistem milik keluarga Kelly.Artinya, jika Ryan mau, ia bisa mengubah apapun dalam hidup Hanna — bahkan menghancurkannya, hanya dengan satu perintah.Pikiran itu membuat napas Hanna terasa berat.Dulu, berada di samping Ryan membuatnya merasa aman, terlindungi dari dunia luar.Tapi kini, rasa itu berganti.Perlindungan berubah menjadi pengawasan.Kehangatan bergeser menjadi ancaman halus yang membelit tanpa suara.Ryan bukan lagi sosok yang menenangkan.Ia sekarang tampak seperti kekuasaan itu sendiri, sangat kuat, menakutkan, dan berbahaya bila d
Tak lama setelah perjalanan yang penuh ketegangan itu, akhirnya mereka tiba di kediaman keluarga Kelly, sebuah tempat yang lebih pantas disebut istana daripada rumah.Bangunannya megah, menjulang dengan arsitektur klasik yang tegas, sangat berbeda dengan bangunan-bangunan pada umumnya di era ini yang hampir semua hanya mirip sebuah box kaca. Dari gerbang depan saja, Hanna sudah merasa kecil.Terlalu besar untuk disebut tempat tinggal, bahkan, kalau ia tidak salah menebak, puluhan atau mungkin seratus orang bisa hidup di sini tanpa saling bertemu.Entah kenapa, hal itu membuat dada Hanna terasa berat.Ada sesuatu yang tidak nyaman di balik kemegahan itu, mungkin perasaan bahwa ia akan tersesat di dalamnya, terperangkap dalam ruang-ruang yang dingin dan asing.Rumah ini bukanlah tempatnya untuk pulang.Begitu mereka melangkah masuk, aroma bunga segar dan kayu mahal langsung menyambut. Seorang perempuan elegan dengan rambut keperakan menyapa mereka dengan senyum ramah — Sonya Anne Kelly,







