Share

Memutuskan Menikah Muda

Kata orang, kalau cinta sudah melekat, halangan jarak tidak akan menghalangi rintangan itu, diam-diam usai show di Manado, Ray menghilang satu hari. Manthis, Ben dan John sampai ketar-ketir kemana sang leader menghilang, sementara dua hari lagi mereka akan show di Kota Tomohon, setelah sukses show di Kota Manado.

Kurang dari 3 jam sebelum show di mulai, Ray akhirnya nongol juga.

“Gila loe bro, kemana saja ngilang, aku hampir jantungan tau!” sungut Ben. 

“Iya nihh, ngilang ko ga bilang-bilang,” sahut John yang sudah bersiap-siap tampil di panggung terbuka, di mana gemuruh suara penonton terus terdengar dari tadi, menunggu penampilan idola mereka ini.

Ray hanya mesem-mesem saja dari tadi, dia memaklumi ketegangan semua personel dan juga anggota tim manajemen The Stollen’s.

“Udah tenang aja, yang penting kita tampil maksimal malam ini,” Ray pun kini bersalin pakaian. Manthis menepuk bahu sahabatnya ini. “Bertemu Sonia yaa…kenapa ga di bawa ke sini bro?” sela Manthis sambil merapikan rambutnya. 

“Begitulah…dia masih sibuk dengan butiknya, jadi ga bisa ke sini!” sahut Ray pendek.

Penampilan The Stollen’s kembali menghentak dan memuaskan ribuan penggemar mereka di Kota Tomohon Sulawesi Utara ini.

Perjalanan mereka pun terus lanjut hingga 6 bulan kemudian, sisa 50 kota benar-benar tuntas mereka lakunin dan show terakhir mereka berakhir di Jakarta. Produser Ogong Lee benar-benar untung besar, produser ini bertekad akan terus mempertahankan kelangsung group ini, karena dia yakin dengan ciri khas dan lagu-lagu mereka yang selalu mencetak hits, sambutan penggemar juga makin hari makin luar biasa.

Untuk menghindari ke bosanan, Ray memutuskan The Stollen’s rehat selama 4 bulan dan membebaskan semua anggotanya apakah ingin liburan atau mau solo karir, untuk memanfaatkan waktu rehat tersebut. Setelah itu dia meminta semua personel kembali berkumpul, untuk persiapan Album ke III.

Ray diam-diam sudah punya rencana tersendiri, dia ingin mengajak kekasihnya Sonia…ya Sonia sudah resmi jadi kekasih Ray menikah.  Ia berencana akan menjadikan Sonia sebagai istri sah dan akan liburan ke Eropa selama satu bulan full, sekaligus berbulan madu.

Keputusan Ray yang ingin menikah muda dan tak mau pacaran lama-lama membuat Ben, John dan Manthis sangat kaget. Sebab setahu mereka, Ray dan Sonia jadian cukup baru, yakni sekitar 6 bulanan ini.

“Kalau sudah cocok, buat apa juga aku nunda-nunda, lagian usiaku bulan depan sudah 23 tahun,” sahut Ray enteng.

“Kalau itu memang jadi keputusan kamu, aku dukung bro…tapi apakah kamu sudah minta izin dengan ortu, terutama papa kamu bro!” kata Manthis, saat mereka sedang santai di sebuah kafe. Ben dan John dan mendengarkan obrolan Manthis san Ray. Ray sendiri langsung terdiam, dalam hati dia membenarkan ucapan sahabatnya ini, bagaimanapun ortunya harus di beritahu terlebih dahulu.

Setelah diyakinkan ketiga sahabatnya ini, Ray pun akhirnya mengalah dan dia Minggu sore sengaja berkunjung ke rumah papanya, yang kini tinggal bersama Weni istri keduanya dan satu anak perempuan mereka.

Walaupun hubungannya dengan papanya sudah agak baikan, tapi Ray belum pernah bertemu muka langsung dengan istri papanya ini.

Dia pernah sekali bertemu adik bungsunya dari istri kedua papanya ini, saking gemesnya dia menggendong bayi yang baru berusia setahun lebih itu, kala bertemu papanya di sebuah mall. Tapi saat itu tak terlihat Weni, karena sedang ke toilet dan adik bungsunya sedang di jaga papanya serta dua babysitter.

Dengan menggunakan mobil sport keluaran terbaru, Ray datang berkunjung ke rumah ortunya di sebuah kompleks perumahan yang cukup mewah.

Setelah lapor dengan dua orang satpam di depan rumah yang berjaga, Ray pun dipersilahkan masuk. Ray kini duduk di teras sambil menunggu papanya, seorang ART mengantarkan segelas minuman panas pada pemuda ini.

Tak lama kemudian keluar seorang anak kecil perempuan yang kini sudah berumur hampir dua tahun, dengan jalan geyal geolnya khas anak kecil, dia langsung mendekati Ray, rambutnya yang lurus dan lebat di ikat dengan pita, sehingga tampangnya makin lucu.

Ray langsung menyambut adik bungsunya dan menggendong serta mencium dengan gemes baby Cilla, nama anak kecil lucu ini, saking lincahnya dua babysitter setiap hari selalu kewalahan menjaga baby Cilla yang hyper aktif ini.

Saat menatap wajah baby Cilla, Ray teringat dengan adik perempuannya Stefani.

“Mirip banget dengan wajah Stefani saat kecil,” batin Ray. Ray memang sangat menyayangi Stefani, sejak kecil dia cukup dekat dengan adik bungsunya itu. Beda dengan Andre yang sibuk dengan urusan sekolah dan aktif di organisasi sekolahnya dan kini mulai masuk kuliah. Andre tak terlalu dekat dengan dua saudaranya ini, sampai-sampai Ray sering menegur adiknya ini agar jangan terlalu aseek dengan dunianya saja.

Tak lama kemudian keluar seorang wanita berperawakan sedang dan melangkah anggun berkerudung, wajahnya terlihat teduh dan kalem.

“Ray…kapan datang?” sapa wanita itu, yang ternyata Weni, istri kedua papanya. Saat menatap wajah Weni yang sederhana, karena hanya di saput make up tipis, Ray akhirnya menyadari pilihan papanya tak salah, selain selalu bersikap tenang, wanita ini juga sederhana dan tidak glamor. Beda jauh dengan mamanya yang kini makin glamour saja sejak menyandang status janda.

“Baru saja tante…papa di mana?” sahut Ray sambil melepas baby Cilla yang memberontak dari gendongannya karena pingin berlarian ke sana kemari lagi. Ray masih agak segan memanggil ibu pada Weni, walaupun dari segi usia, Weni kini berusia 26 tahunan lebih.

“Papa kamu tadi masjid, sholat asar katanya, kamu duduk saja dulu yaa, aku mau ke dalam, kamu ga mau masuk, apa nunggu di sini aja!” kata Weni sambil berdiri dan bersiap kembali ke dalam rumah.

“Di sini saja Tante…!” sahut Ray, Weni pun mempersilahkan dan kembali masuk ke dalam.

“Hmmm…syukurlah papa kini telah berubah, sholatpun ke masjid, dulu mana pernah!” kata Ray dalam hati. Ray kini jadi malu sendiri, dia sendiri jangankan ke masjid, sholat lima waktu saja bolong-bolong bahkan sangat jarang.

15 menit kemudian terlihat masuk sebuah mobil jenis Alphard warna hitam, lalu terlihat Alam Suhilin keluar mengenakan baju koko dan kopiah putih, serta sajadah di tangan kanannya.

“Kamu Ray…sudah lama datang!” Alan menyapa anak sulungnya ini, Ray pun langsung berdiri dan menyalami serta mencium tangan papanya ini, tentu saja Alan kaget juga dengan ulah Ray, dulu-dulu anak sulungnya ini paling hanya menyapa hai saja, kemudian berlalu cuek.

Setelah kini duduk berhadapan, Ray memandang kopiah putih yang di pakai papanya.

“Papa sudah naik haji?” tanya Ray keheranan.

“Iya tahun lalu papa berangkat dengan Weni, ibu sambung kamu itu, tapi kami ambil haji yang singkat saja, selama 8 hari. Setelah itu pulang lagi ke tanah air, ga enak lama-lama ninggalin adik bungsu kamu, si baby Cilla yang masih kecil!” sahut Alan.

Ray tersenyum sambil menganggukan kepala, Ray kini benar-benar angkat topi dengan papanya, benar-benar sangat berubah. Dulu saat masih bersama mamanya, papanya sering pulang malam dan mereka jarang bertemu, karena pagi-pagi papanya ini sudah berangkat kerja.

“Apa kabar mama kamu, juga Andre dan Stefani?” tanya Alan.

“Mama makin jarang dirumah pa, sibuk dengan bisnisnya, Andre kini kuliah di Singapura, sedangkan Stefani sudah kelas III SMU, dia bilang lulus SMU mau kuliah di Amsterdam, Belanda!” Alan Suhilin menghela nafas panjang, sejak resmi bercerai dengan Rani, mantan istrinya yang juga ibu Ray ini, dia sudah tak berkomunikasi lagi.

Dua anaknya, adik-adik Ray, yakni Andre dan Stefani juga sangat jarang mengontaknya, sehingga dia tak tahu perkembangan keduanya. Padahal Alan sangat rindu, terutama dengan si bungsu Stefani.

Alan kemudian cerita, perusahaan yang kelak dia wariskan pada Ray dan dua adiknya ini, sudah di serahkan pada CEO-CEO Profesional, sehingga dia kini banyak punya waktu di rumah bersama anak dan istri keduanya.

“Oh ya, papa sampai lupa…kamu ke sini pasti ada keperluan penting…tapi kulihat kamu dan group band kamu makin sukses. Pasti bukan minta uang bukan?” seloroh Alan tersenyum, sambil menatap wajah Ray yang makin tampan ini.

Ray ikutan tertawa kecil, yang secara otomatis kini telah mencairkan hubungan mereka yang selama ini agak kaku.

“Pah…Ray izin mau menikah?” ucap Ray tanpa basa-basi.

“Hahhh…yang benar Ray…!” Alan kaget.

“Iya pah…makanya Ray ke sini mau minta restu, sekaligus memohon agar papah mau melamarkan gadis yang akan ku jadikan istri!” sambung Ray lagi dengan nada mantap.

“Hmmm bagusss…siapa gadis beruntung itu? apakah pacar kamu dulu yang model dan artis itu?”

“Bukan pahh, bukan itu…orangnya berkerudung seperti Tante Weni, tapi dia juga business women seperti mama…tinggalnya di Makasar!”

“Oohh…jauh juga yaa…kapan kamu pacaran, ee maksud papah, kapan kalian dekat?”

Ray pun akhirnya bercerita siapa sosok Sonia yang kini jadi kekasihnya tersebut, Alan sangat senang akhirnya Ray menemukan wanita yang baik.

Dulu saat masih berpacaran dengan seorang model dan artis, Alan sebenarnya kurang sreg, selain gayanya sedikit angkuh, gadis itu juga terlihat agak liar, karena hobbynya suka pesta dan hampir setiap minggu dugem.

“Ray…papa kasih nasehat yaa…kalau kelak papa lamarkan dan kalian akhirnya menikah! Ingat jangan sampai pernikahan kalian bernasib sama dengan papa dan mama kamu. Kamu pahamkan, kenapa akhirnya papa bercerai dengan mama kamu, selain jarang bertemu, mama kamu itu sangat keras dengan pendiriannya. Papa sudah sering kali kasih nesehat, agar mama kamu mengurangi kesibukannya sebagai business women, dan lebih banyak mengurus keluarga. Tapi mama kamu tetap tak mau berubah, itulah awal mula hubungan papa dan mama kamu rusak selama bertahun-tahun, bukan seminggu atau hitungan bulan!” urai Alan, sehingga kini Ray makin malu hati, karena dulu sangat marah dengan papanya ini, karena menceraikan mamanya dan diam-diam memiliki istri baru.

Dia baru sadar, kesalahan tak bisa sepenuhnya di bebankan pada papanya ini, mamanya juga menjadi penyebab utama, sehingga papanya mencari seorang wanita yang mau memperhatikan dan menyayangi papanya ini. Beruntung papanya menemukan seorang wanita yang baik dan bisa merubah perilaku ke arah yang lebih positif.

“Iya pah, Ray dan Sonia sudah bicara panjang lebar, intinya kelak kalau Sonia sudah resmi jadi istriku, dia akan mengurangi kesibukannya dan akan menyerahkan pada adiknya untuk mengelola, dia cukup memantau saja dan sesekali membantu!”

“Syukurlah…papa merestui hubungan kalian, kapan kamu mau papa lamarkan gadis itu?”   

 “Rencana Minggu depan pah…?”

“Ya udah, kita naik jet pribadi saja dari Jakarta, kamu atur waktunya, kabarin secepatnya!” jawab Alan lagi.

Tak lama kemudian keluar Weni, di tangannya ada gorengan pisang yang masih mengepul.

“Ray jangan buru-buru dulu pulang, ini nikmatin gorengan panas, aku looh yang bikin,” kata Weni sambil meletakan pisang goreng itu di meja dan menyuruh Ray langsung makan, tanpa di suruh dua kali Ray pun menikmati pisang goreng itu.

“Enak tantee…Ray jadi pingin makan lagi nihh!” Ray tanpa malu mencomot pisang goreng itu kembali. Alan tak kaget Ray masih memanggil Weni dengan sebutan tante, pria ini yakin kelak panggilan itu akan berubah seiring waktu.

“Mah…si Ray mau menikah, dia minta lamarkan pacarnya minggu depan, mamah ikut yaa, sekalian kenalan dengan calon mantu!”

“Oh yaaa…waahh selamat dehh, syukurlah kalau Ray segera menikah, tak apa menikah muda yang penting sama-sama cinta!” sahut Weni tersenyum sambil menatap Ray yang keenakan makan pisang goreng.

Alan lalu menceritakan di mana gadis itu tinggal dan profesinya apa.

“Ray mana foto calon istri kamu, boleh kami lihat?” kata Weni dan diamini Alan, yang juga penasaran ingin melihat calon istri Ray.

Ray pun membuka smartphone nya dan membuka I* Sonia, di sana ada beberapa foto Ray dan Sonia serta Sonia dengan butik plus keluarganya.

“Waahhh cantik nih pah, liat nihhh, pake kerudung kayak mamah, anaknya juga sederhana, wajahnya lucu suka tertawa!” kata Weni sambil terus menatap I* Sonia.

“Ya udahh…tak perlu di tunda lagi, cocokkk!” sahut Alan tertawa.

Ray pun akhirnya sampai malam di rumah papanya, dia bahkan ikut makan malam bersama papah dan ibu sambungnya.

Kini hubungan Ray dan keluarga baru papahnya sudah baik, yang makin membuat dia betah, siapa lagi kalau bukan baby Cilla, rasanya pingin Ray nginap dan tidur bersama si bungsu yang menggemaskan ini.

Alan kemudian berpesan pada Ray, agar menghubungi Andre dan Stefani, untuk sering-sering mengontak dia, Ray pun menyanggupi dan berjanji akan membujuk kedua adiknya itu agar merubah sikap.

Selama ini Andre maupun Stefani masih sangat cuek dengan papa mereka ini, sama seperti Ray, keduanya juga turut menyalahkan papah mereka yang dianggap tega menceraikan mamanya, padahal yang ngotot bercerai justru Rani, mama mereka.

Baby Cilla menangis saat Ray pamit pulang, anak cilik ini kini sudah lengket dengan kakak kandung beda ibu ini.

“Sesekali kelak kamu nginap aja ke sini,” kata Weni pada Ray.

“Iya…Mah…Ray akan nginap sewaktu-waktu dan ga sabar ingin ngajak jalan-jalan baby Cilla kelak ke mall atau main ke studio!” Alan kaget, karena belum juga lama, kini Ray sudah mau memanggil Weni dengan sebutan ‘Mah’.

“Syukurlah, anak ini sudah berubah, dari tiga anakku, Ray inilah yang agak rumit, tapi dia memiliki jiwa pemimpin yang bagus, walaupun kadang agak arogan. Tapi hatinya sebetulnya lembut dan gampang kasihan dengan orang lain,” batin Alan Suhilin, sambil melambaikan tangan, saat Ray sudah jalan dengan mobil sportnya, sementara baby Cilla ngamuk-ngamuk di gendongan Weni, karena di tinggal kakaknya ini.

*****

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status