Share

03. Tidak Semudah Itu

Author: Kaitani_H
last update Last Updated: 2021-07-26 10:51:03

RISA ingin pulang setelah dia selesai menyantap makan malam. Dia pun kembali ke kamar untuk mencari-cari pakaian yang ia kenakan saat datang ke sana. Begitu dia menemukan apa yang sedang ia cari, Risa langsung memunguti pakaiannya satu per satu dan membawa pakaiannya ke kamar mandi.

Namun, sebelum kakinya sempat masuk ke dalam kamar mandi. Risa merasakan sebuah cengkeraman kuat di lengan atasnya yang memaksanya untuk berhenti dan berbalik.

Dahinya mengernyit. "Ada apa lagi, Va?" tanyanya saat menatap Alva yang kini tersenyum miring padanya.

"Gue udah bilang sebelumnya, kalau lo masih punya hutang penjelasan sama gue, kan?" kata Alva ringan.

Mata perempuan itu langsung melotot tajam. Dia mencoba melepaskan pegangan tangan Alva di lengan atasnya, tapi semuanya percuma.

Alva mengambil pakaian Risa, lalu membuang semuanya ke lantai dengan asal. Ditariknya perempuan itu dengan kuat sampai dia jatuh di atas ranjang dan dia mulai menindih perempuan itu dengan seringai mengerikan terpatri di bibirnya.

"Lepasin gue, Va! Bukannya lo udah dapat semua yang lo mau dari gue? Kenapa lo masih mau nahan gue di sini segala?" Risa mencoba mendorong Alva, tapi pria itu tak bergeming dari posisinya.

Ditatapnya Risa yang berada di bawah kungkungan tubuhnya dengan senyuman meremehkan. "Kita belum selesai bicara. Lo harusnya udah tahu itu, kan? Gue belum puas, sama sekali, Risa!" geramnya.

Risa menelan ludahnya susah payah. Dia kembali memberontak, mencoba melepaskan dirinya, tapi sia-sia saja. Harusnya dia tahu, sekali saja dia masuk ke dalam kandang buaya, maka dia tidak akan diizinkan keluar sebelum meregangkan nyawa.

"Apa yang mau lo bicarain sama gue?" tanya Risa yang kini pasrah di bawah kuasa tubuh Alva. Dia bahkan pasrah, seandainya Alva mau memilikinya lagi setelah ini.

Alva tidak langsung bertanya. Jemari tangannya menari pelan di atas kulit paha Risa yang kini langsung menahan napas dengan mata terpejam rapat. Tangan kanan Risa langsung bergerak cepat untuk memegangi tangan Alva yang perlahan-lahan hendak naik menyentuh miliknya yang tak tertutupi apa pun di balik kemeja yang dikenakannya.

"No!"

Alva hanya tersenyum miring. Dia menghentikan tangannya masih dengan posisi seperti itu, sedang kepalanya merendah, mendekati telinga Risa, lalu berbisik di sana.

"Lo punya masalah apa sama Alan, heh?" tanyanya pelan, tapi nadanya benar-benar terdengar sangat meremehkan. "Kenapa lo malah datang ke gue buat lepas perawan, kalau lo bisa minta pacar berengsek lo itu buat ngambil mahkota lo dengan senang hati?"

Risa hanya bisa diam. Kepalanya langsung berpaling ke samping, menghindari tatapan mata Alva yang kini berusaha menelanjangi isi hatinya dengan perlahan dan hati-hati.

Bahkan Alva juga tahu, kalau Alan, kekasih yang sudah melamarnya itu adalah pria berengsek di luaran sana.

Mata Risa memejam erat. Dia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. "Nggak ada masalah apa-apa, gue cuma—"

"Nggak usah ngelak lagi. Gue nggak akan percaya, kecuali lo ngomong yang sebenarnya. Ada apa di antara kalian berdua? Apa yang terjadi, Risa?" Alva menarik tubuhnya untuk bisa duduk di atas ranjang, tepat di sebelah Risa yang masih berpaling ke arah lainnya.

Risa menghela napas panjang. Bayangan saat Alan menusukkan miliknya ke bagian belakang sekretarisnya membuat Risa meradang. Amarahnya berkobar, semakin kuat dan semakin mengerikan.

Tangannya terkepal kuat saat mengatakan, "Dia selingkuh dari gue."

"Hm?" Alva masih menatap Risa yang tak kunjung membalas tatapannya. "Terus?"

"Iya nggak ada lanjutannya. Gue emosi, terus gue ...."

Risa menelan ludahnya susah payah, dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya sendiri. Dia yang emosi, termakan rayuan setan, lalu mengiyakan tawaran gila yang tak sengaja diucapkan Alva, sebelum pria itu tahu kalau Risa adalah kekasih Alan.

"Lo sengaja nyari gue dan manfaatin tawaran gue beberapa bulan yang lalu, kan?" Alva mendesah panjang. "Asal lo tahu, Risa, gue paling nggak suka dimanfaatin kayak gitu."

"Maaf! Lo bisa lupain semuanya. Anggap aja gue cuma orang asing yang minta bantuan lo buat lepas status sialan ini. Gue cuma nggak mau dia dapatin apa yang paling dia mau. Gue juga penasaran ...," Risa menggigit bibir bawahnya, "apa dia masih mau nerima gue, setelah dia tahu kalau gue udah nggak perawan?"

Alva mendengkus dengan suara keras. Risa tanpa sadar menoleh dan memperhatikan Alva yang tak kunjung melepaskan pandangannya dari Risa.

"Lo nyuruh gue lupain semuanya? Sesuatu yang menurut lo akan menjadi pengalaman terindah seumur hidup gue, terus lo suruh lupain buat gitu aja?" Alva tertawa keras. "Jangan bercanda, Risa!"

"Terus, lo maunya kayak gimana? Gue harus bilang ke Alan, kalau lo yang udah ngambil keperawanan gue atau apa? Lo mau hubungan lo sama Alan hancur gara-gara gue? Apa sih yang lo mau sebenarnya dari gue, Alva?!" tanya Risa setengah kesal dan dipenuhi emosi bukan main saat mengingat kekasihnya.

"Mau gue sederhana."

Risa menatap Alva dengan tatapan tak percaya. Sederhana, tapi apa?

"Gue mau lo," balasnya singkat, padat, dan jelas.

Risa syok. "Lo udah gila?"

Alva menggeleng pelan. "Lo sendiri yang bilang, kalau ini akan jadi pengalaman yang tak terlupakan. Tapi gue maunya, ini akan jadi sesuatu yang tidak ada habisnya. Jadilah partner seks gue, Risa!"

Risa menggeleng tegas. Alva benar-benar sudah gila! Risa bukan penganut seks bebas di luar nikah, apa yang ia lakukan sore tadi, semuanya murni karena khilaf dan dipenuhi amarah. Apa pria itu bercanda menawarkan sesuatu yang bahkan tidak dia sukai sama sekali itu?

"Apa lo kira, gue mau-mau aja jadi budak nafsu lo kayak gitu? Lo tahu gue bukan tipe cewek kayak gitu, gue—"

"Kalau lo nggak mau, gue cukup maksa lo buat mau." Alva tak membiarkan Risa mengatakan semua pendapatnya.

Tidak semudah itu bermain-main dengannya. Ada harga mahal yang harus dibayar karena telah memanfaatkannya. Menyerahkan mahkotanya saja belum cukup. Alva mau lebih ... tubuhnya, jiwa, dan raganya. Alva menginginkan Risa menjadi miliknya, bukan melihat perempuan itu bahagia dengan pria lain di luaran sana.

Alva menunjuk sudut ruang kamarnya. "Lo lihat di sana!" tunjuknya yang sukses membuat Risa menelan ludah susah payah. "Apa yang udah kita lakuin sebelumnya, semuanya terekam jelas dengan baik. Kalau gue mau, gue bisa nyebarin video itu dengan mudah. Lo bisa langsung putus dari Alan, bahkan yang lebih buruk lagi, lo bakal kehilangan nama baik lo di mana-mana."

Alva hanya menyeringai saat Risa menatapnya dengan wajah tidak percaya. "Lo beneran udah gila, Va." Dia sampai menggelengkan kepalanya perlahan.

"Iya, gue udah gila, karena tubuh lo begitu menggoda dan menggairahkan," erangnya, kemudian mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibir Risa.

Risa menggeleng pelan, wajahnya masih syok saat Alva terus saja menciumi wajahnya dengan perlahan.

"Gue janji, gue nggak akan nyebarin video itu ke mana pun, tapi sebagai gantinya, lo harus melayani nafsu gue setiap kali gue minta," katanya final.

Dia tidak bisa langsung meminta Risa mengakhiri hubungannya dengan Alan. Walaupun Risa punya kesempatan juga alasan untuk melakukannya, tapi Alan tidak akan menyerah mendapatkan Risa.

Satu-satunya cara adalah melihat langsung keputusan sepupunya saat mengetahui semua ini. Dengan begitu ... Risa pun tahu apa yang sebenarnya Alan incar darinya.

Namun, sebelum semuanya benar-benar berakhir. Alva telah menanamkan sesuatu yang tidak akan pernah bisa membuat Risa lepas darinya.

Dia memang gila. Benar, dia sudah gila sejak pertama kali mengenal Risa. Dia menginginkannya, dia menyukainya. Sifat-sifat keras dan tegasnya pada diri sendiri dan bagaimana dia membawa diri saat berada di dekatnya.

Alva menyukai semua itu dan dia ingin mendapatkannya. Menurutnya, cinta tak harus memiliki itu bullshit, karena kalau tidak memiliki, maka tidak akan ada kata bahagia itu dalam hidup kita masing-masing.

"T-tapi gue ...." Risa menelan ludahnya susah payah. Dia tidak bisa menolak lagi. Kalau dia mundur, maka semua yang telah ia bangun susah payah akan hancur. Namun, kalau ia bertahan, maka dia akan menjadi mainan seorang bajingan.

"Gue nggak keberatan soal hubungan lo sama Alan. Gue bisa jadi orang ketiga, kalau itu memang diperlukan."

Risa menelan ludahnya susah payah. "Apa nggak ada cara lain, Va? Gue ...."

"Nggak ada lagi, sayang. Itu yang sebenarnya gue mau dari lo. Dan lo udah salah main-main sama orang, karena orang yang lo mainin, nggak akan mau kenikmatan itu berakhir di tengah jalan."

Risa menelan ludahnya sekali lagi. Dia hanya bisa menganggukkan kepala dan menyetujui semuanya. Alva melepas pakaiannya sendiri, lalu dia membuka kancing-kancing kemeja yang Risa gunakan.

Lalu keduanya ... kembali melebur menjadi satu kesatuan yang tak mau dilepaskan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nietha
gue suka tipe pemain yg ambisius no lembek2, sekalipun itu cewenya, geli aja udah keras kepala eh tiba2 hiks hiks mewek duhhh... no bnget buat gue baca,
goodnovel comment avatar
FRANKY M-Raimon Ch
dan benar2 terjadi,,,sesuai dengan apa yang dipikirkan,,,Memukau diawal,,,akan tetapi saat Bab Terkunci Nilai Koin Membludak,,, tapi itu sepadan,,,cara nya mampu membuat pembaca penasaran,,,.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Affair with Playboy (INDONESIA)   Epilog

    Beberapa bulan sebelumnya ...."Kantor kita, katanya dapat personel baru.""Ah, yang katanya mutasi dari kantor pusat itu?"Beberapa mendengkus pelan. "Apes, apes, dari kantor pusat malah dilempar ke sini, pasti ada yang nggak beres sama kerjaan mereka di sana.""Sialnya, salah satunya bakal masuk divisi kita!""Sial! Nambah beban mulu, jadi pengin resign aja bawaannya!"Ralf menyimak gerutuan rekan-rekan kerjanya dengan ekspresi datar. "Ribut banget, cuma ketambahan satu orang aja kayak ketambahan seratus orang. Dasar manusia julid!""Emang lo bukan salah satunya?" Alva tertawa pelan.Ralf mendelik ke arahnya. "Gue nyinyir ke orang yang tepat aja. Nah, mereka? Lihat manusianya aja belum, udah nyinyir aja kayak nenek lampir." Tiba-tiba pria itu

  • Affair with Playboy (INDONESIA)   45. Akhir yang Bahagia

    ALVA mengernyitkan dahi begitu membuka mata dan tak menemukan siapa pun berada di sampingnya. Pria itu langsung duduk tegak dengan sempurna, walau efeknya rasa pusing langsung menyergap kepalanya."Risa?"Tanpa memperhatikan penampilannya yang belum berbusana. Dia bergerak menuju kamar mandi, mencari keberadaan Risa tapi tak ada sosok perempuan itu di sana.Alva menggeram pelan. Dia mengambil dalaman, kaus, celana panjang dari koper miliknya. Tanpa repot-repot pergi ke kamar mandi, Alba langsung mengenakan pakaiannya. Setelah selesai, dia menuju tempat kunci mobilnya berada, sambil mengacak rambut hitam yang mulai memanjang.Namun, kunci itu tidak ada di tempatnya.Alva melirik ponselnya, lalu dengan cepat dia mengambilnya dan lekas memanggil nomor Risa. Sekali, dua kali, dia mengulangi panggilan itu, tapi tak ada jawaban apa pun."Di mana dia?" geramnya lalu menutup panggilan.Dia mengambil laptop yang ada di kopernya untuk ia keluar

  • Affair with Playboy (INDONESIA)   44. Restu Fara

    MALAM itu, Alva sudah terlelap saat ponselnya tiba-tiba saja berbunyi. Risa meliriknya berulang kali. Berpikir, apakah dia harus membangunkan Alva ataukah langsung saja mengangkat panggilan yang masuk ke ponsel pria itu?Risa terdiam cukup lama hingga nada dering panggilan itu selesai. Namun, sekali lagi ponsel itu berbunyi dan ia tak bisa menahan dirinya lagi.Dia menggoyangkan tubuh Alva secara perlahan sambil memanggil-manggil namanya. "Va! Alva!""Hm?" sahut pria itu terdengar malas-malasan.Dia malah menarik bantal dan menyembunyikan kepalanya ke balik bantal itu. Terlihat jelas jika dia tidak mau diganggu, dia ingin beristirahat penuh malam ini setelah bercinta panas dengan Risa sejak sejak yang lalu."Ponsel kamu bunyi mulu dari tadi. Nggak mau kamu angkat dulu?" Risa mengingatkan Alva pada ponselnya yang masih berbunyi.Alva pasti juga mendengar suara ponselnya walau hanya sayup-sayup suaranya saja. Itu alasan kenapa dia mengam

  • Affair with Playboy (INDONESIA)   43. Pengakuan Rahasia

    "KENAPA kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?" Risa terkejut setelah mendengar soal terakhir yang Alva berikan padanya. Dia bahkan sampai melepas paksa pelukan di antara mereka.Alva tersenyum miring. "Aku hanya ingin memastikannya. Kamu mau, kan, menjadi istriku, Sa?""Bukannya, aku sudah pernah menjawab pertanyaanmu ini sebelumnya?" Risa balik bertanya dengan kepala berpaling ke arah lain, rona merah sudah menghiasi pipi dan membuat seluruh wajahnya terasa panas bukan main.Alva menggeleng pelan, tangannya terulur menyentuh rambut Risa dan membelainya dengan perlahan. "Saat itu kamu memang menjawabnya, tapi bukan jawaban seperti itu yang mau aku dengar. Ayo, Sa, jangan terus menerus menghindar. Apa kamu tidak mau memberiku sebuah kepastian tentang pernikahan kita?"Alva masih ingat dengan baik jawaban Risa sebelumnya— yang jujur saja terdengar sangat mengkhawatirkan untuknya. Walaup

  • Affair with Playboy (INDONESIA)   42. Pelukan Menenangkan Ditambah Lamaran?

    "MAAF, aku malah membuat pertunjukan mengerikan seperti itu di depanmu tadi." Alva mengatakannya tanpa melirik ke arah Risa, begitu mereka sudah berada di dalam mobil yang menyala dan mulai meninggalkan rumah orang tuanya.Walaupun dia dengan tulus meminta maaf, tapi Alva tak sepenuhnya menyesali perbuatannya. Karena nyatanya, Alva memang ingin Risa mengetahui semua hal termasuk aib tentang dirinya, juga tentang semua kebusukan anggota keluarganya. Dia hanya merasa bersalah jika Risa sampai terkena serangan mental atau serangan jantung setelah melihat peperangannya dengan Jared secara langsung.Ibunya saja tak pernah sanggup melihatnya bertengkar dengan sang ayah, apalagi Risa yang notabenenya masih orang baru dalam lingkup dunianya. Perempuan itu pasti sangat terkejut tadi, Alva bisa memahaminya. Mungkin juga Risa ingin menyerah begitu saja, tapi Alva tak ingin membiarkan Risa melepaskan dirinya.Apa pun

  • Affair with Playboy (INDONESIA)   41. Luapan Emosi

    TAK ada satu pun yang berubah dari rumah ini. Alva masih bisa merasakan hal yang sama setiap kali dia masuk ke dalam rumahnya sendiri. Dia juga tidak begitu mengerti kenapa hal seperti itu bisa terjadi. Dia juga tidak tahu apa alasannya hingga dia menjadi seperti ini setiap kali ia kembali. Namun, memang sejak dulu dia tidak pernah merasa betah, ketika ia sedang berada di rumah.Jika Alva bisa pergi, maka dia akan pergi meninggalkan rumah. Entah itu untuk pergi bermain, pergi ke rumah Alan, ke rumah teman-temannya yang lain, juga pergi ke kelab malam. Dia hanya akan pulang ketika dia butuh tempat tidur untuk semalam, itu pun setelah dewasa dia kadang lebih memilih menyewa hotel untuk ia tiduri daripada pulang ke rumah.Namun, semuanya menjadi semakin menjadi semenjak Alva kuliah. Dia yang akhirnya bisa hidup sendiri dan bisa mencari uang sendiri dari jalan kecil yang ditemukannya pun merasakan sebuah kenyamanan yang membua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status