Share

02. Kehebatan Alva

RISA tidak bisa menyembunyikan rona merah yang menghiasi wajah kala melihat Alva dengan telaten mengurusnya. Alva memandikan dan memakaikan baju ke tubuhnya. Pria itu tak bersuara, diam saja layaknya robot yang tak berhenti bekerja.

Setelah Risa memakai kemeja merah maroon milik Alva yang panjangnya sampai paha. Pria itu bersiap kembali untuk menggendong tubuhnya, tapi Risa langsung beringsut menjauh.

Alva menghela napas panjang. "Gue mau bawa lo ke dapur. Beneran, gue nggak ada niat buat macam-macam," katanya pasrah, nadanya sedikit putus asa saat melihat Risa menjauhinya setelah tadi memeluk-meluk tubuhnya mesra.

"Em ... g-gue bisa jalan sendiri," jawab Risa yang kini bergerak turun dari ranjang di sisi lainnya dengan hati-hati.

Tadi dia tidak merasa malu saat Alva menggendong tubuhnya yang kotor dan tak tertutupi sehelai benang pun, karena rasa sakit di antara kakinya yang begitu menyiksa. Namun, sekarang, rasa sakit itu sudah hilang dan dia merasa sangat malu sekali, lantaran Alva ingin menggendongnya lagi.

Walaupun mengenakan kemeja yang cukup tebal dan sampai menutupi paha, tapi dia tak mengenakan apa pun di balik kain yang dikenakannya. Risa hanya takut ... Alva kembali memilikinya, padahal mereka belum sempat makan sesuatu sejak siang.

Alva menyipitkan mata dan menatap wajah memerah Risa dengan tatapan curiga. "Yakin bisa jalan sendiri?"

Risa mengangguk pelan. "Iya."

"Kalau gitu, coba lo jalan ke luar dulu, gue mau lihat dari belakang!" perintahnya sambil menunjuk pintu dengan jari telunjuknya.

Risa menghela napas panjang. Dia pun mulai berjalan keluar dari kamar itu dengan langkah yang sangat pelan dan hati-hati. Beberapa kali Alva berdecak kesal, karena dia begitu tidak sabar melihat Risa meninggalkan kamarnya, tapi pria itu hanya diam dan tidak melakukan apa-apa.

Dengan penampilan Risa menggoda iman seperti itu, hanya butuh satu tarikan cepat dan mereka akan kembali bergumul di atas ranjang untuk menghabiskan malam yang panjang ini dengan sebuah kehangatan. Andaikan Alva tidak lupa, kalau mereka belum makan sejak siang, pasti dia sudah melakukan rencana terliar yang melintas di otaknya itu saat ini.

"Lo udah pesen makanan buat makan malam kita, Va?" tanya Risa yang kini berhenti melangkah dan menoleh ke arah Alva yang masih berjalan teramat pelan di belakangnya.

Risa tidak nyaman ketika dia sadar Alva sedang berjalan di belakangnya. Layaknya sedang diawasi dengan intens dan teramat detail, dia merasa risi luar biasa. Risa ingin pria itu berjalan di sisinya atau di depannya saja daripada berjalan di belakangnya seperti ini, karena Risa tidak selemah itu untuk terus diperhatikan dan dijaga dengan hati-hati.

"Enggak," balas Alva santai. Dia melangkah mendahului Risa, karena dia rasa perempuan itu sudah cukup baik-baik saja walau cara berjalannya masih terlihat aneh. Dia juga sadar, kalau Risa tidak begitu nyaman diperhatikan olehnya. "Gue nggak biasa pesan makanan. Lo duduk aja dengan nyaman, gue bakal masak sesuatu buat makan malam kita."

Risa menghentikan langkah dan menatap Alva yang kini menarik celemek dari atas lemari penyimpanan dan mengenakannya dengan santai.

Pria tampan, mempesona, gagah, dan luar biasa seperti Alva tiba-tiba saja berkutat di dapur dengan santainya. Dia bahkan terlihat biasa saja, walaupun sejak tadi Risa terus memperhatikannya tanpa berkedip sama sekali.

Pria itu sedang menggoreng sesuatu saat kepalanya menoleh ke arah Risa. "Terpesona karena ngelihat gue kayak gini, hm? Ke mana aja lo selama ini, sampai lo baru sadar kalau gue emang ganteng luar biasa?"

Risa mendengkus keras. "Dari mana lo dapat rasa percaya diri sebesar itu, hm?"

"Kenapa gue nggak bisa percaya diri, kalau semua orang mikir hal yang sama seperti apa yang barusan gue bilang soal gue?" Alva tidak menatap Risa, dia kembali fokus menatap masakannya.

Risa menghela napas panjang, lalu memalingkan pandangan. Dia berjalan menuju kursi yang ada di depan meja bar dan duduk di sana. "Gue nggak terpesona, naksir, atau apa pun itu. Gue cuma heran, cowok kayak lo ternyata bisa masak juga."

"Kayak gue gimana maksudnya?" Alva mendengkus sebal sambil melirik Risa yang lebih memilih memandangi tembok daripada melihat ke arahnya.

"Iya ... kayak lo gitu."

Risa berdeham keras, tampak tidak nyaman saat ingin mengatakan bahwa Alva itu playboy, bajingan, yang sangat suka mempermainkan perasaan perempuan. Tentu saja dia tidak nyaman mengatakan hal itu, ketika beberapa saat lalu dia juga baru saja mempermainkan Alva dengan cara memaksa pria itu untuk mengambil mahkota miliknya.

"Kayak gimana maksudnya?" Alva menyajikan masakannya ke atas piring, lalu dia mendekati Risa. Dia meletakkan dua piring nasi goreng itu di atas meja, lalu dia duduk di samping perempuan yang beberapa saat lalu bercinta dengannya. "Jujur aja, deh, kalau gue kelihatan makin seksi waktu masak kayak gini, kan?"

Risa menerima uluran sendok dari Alva sambil menganggukkan kepala. "Iya, menurut gue cowok yang bisa masak buat ceweknya emang seksi banget."

Alva mengerling ke arah Risa yang tidak terlihat heran atau terkagum-kagum. Padahal dari kata-katanya tadi, Risa menunjukkan bahwa Alva memang terlihat seksi dan memesona saat memasak di matanya.

"Lo pernah dimasakin sama Alan?"

Risa yang berniat menyuap nasi goreng buatan Alva dibuat urung. Dia menatap Alva, lalu memamerkan senyuman miring. "Pernah sekali dan gue bersumpah, nggak akan biarin dia sok-sokan masak lagi."

"Pfft!"

Alva tahu sepupunya itu tidak bisa memasak dan melihat Alan modus dengan cara membuatkan sesuatu untuk kekasihnya entah mengapa membuatnya ingin tertawa keras.

"Kalau mau ketawa, ketawa aja. Jangan ditahan, kentut tahu rasa!"

Risa memejamkan mata dan mulai menyantap masakan buatan Alva. Jangan ditanya bagaimana rasanya, karena menurut Risa ... rasanya biasa saja. Tidak enak, tapi juga tidak buruk, lumayan untuk dimakan, daripada dia makin kelaparan.

Tidak ada manusia sempurna yang bisa semuanya sekaligus. Alva mungkin pada awalnya juga tidak bisa memasak, tapi dia memaksakan diri untuk bisa memasak dan terus melatihnya setiap hari. Tidak pernah lelah, terus mengasah kemampuannya sampai seperti ini.

Sosok hebat yang benar-benar hebat, karena dia mau terus berusaha keras, walaupun dirinya tahu hal itu bukanlah keahliannya.

Risa menandaskan nasi goreng buatan Alva tanpa banyak bicara. Makan dengan lahap adalah cara menghargai masakan seseorang yang telah diberikan padanya.

"Lo kayaknya suka banget sama masakan gue. Mau lagi?"

Alva menyodorkan sendok berisi nasi gorengnya yang belum habis pada Risa. Dia berpikir perempuan itu mau nambah lagi, karena dia melihat Risa begitu lahap menelan masakannya.

Padahal, dia tahu kalau rasanya biasa saja. Tidak bisa dibilang sangat enak ... karena ya, itu hanya nasi goreng biasa, tidak ada yang spesial pakai telur atau topping lainnya.

Risa menatap Alva dengan wajah bosan. "Apa gue kelihatan kayak orang yang rakus banget?"

"Mirip, lumayan." Alva kembali memakan nasi goreng buatannya dengan mata melirik Risa yang kini lebih tertarik memperhatikan tembok daripada melihat ke arahnya. "Sa, gue mau kita bicara setelah ini!"

Risa menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. "Soal apa?"

"Soal lo ...." Alva menghela napas kasar. "Lo berhutang banyak penjelasan ke gue, kan?"

"Gue nggak ngerasa berhutang apa-apa sama lo," sangkal Risa tidak terima. "Kalau soal hutang karena makan malam kali ini, oke, gue bakal nraktir lo di kantor besok, gue nggak mau berhutang sama lo lebih banyak lagi."

Alva hanya mengerling pada Risa yang diam-diam melirik ke arahnya. "Lo tahu apa maksud gue, kan?" Alva menghela napasnya panjang. "Gue butuh penjelasan, kenapa lo yang selama ini begitu angkuh, tiba-tiba saja memohon untuk tidur sama gue. Gue ngerasa ada sesuatu ... lo sengaja memanfaatkan tawaran gue di masa lalu, kan?"

Risa terdiam cukup lama, sebelum dia membalas kata-kata itu, "Nggak masalah, kan? Gue udah ngasih apa yang paling lo mau selama ini. Bahkan gue rasa, gue udah ngasih lo sesuatu yang nggak akan pernah lo lupain seumur hidup. Jadi, nggak masalah, bukan?" tanyanya dengan nada santai.

Risa berdiri, dia melangkah pergi dari sana, meninggalkan Alva yang menatap kepergiannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Apakah memanfaatkannya semudah itu?

Perempuan itu tidak sadar ... dia telah salah memilih orang untuk diajak bermain bersamanya.

_____

Komen (1)
goodnovel comment avatar
FRANKY M-Raimon Ch
awal yang memukau,,,semoga pada saat membuka Bab Yang Terkunci Tidak tertipu dengan Awal yang Memukau ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status