Share

HMT 6 - MUSISI JALANAN

Cinta itu tak berupa tatapan satu sama lain, tetapi memandang keluar bersama ke arah yang sama.

   ~B.J. Habibie~

***

Darren sedang duduk di ruangan kerjanya, dengan satu tangan menopang dagunya. Di mejanya tampak setumpuk berkas menunggu jamahan tangannya. Namun entah kenapa hari ini pikirannya sangat kacau, yang ada di sana hanya Angela, Angela dan Angela. Bagaimana keadaan kekasihnya itu sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Ah, Darren sungguh sangat gelisah memikirkannya.

Jeremy dan Lusiana, dua orang staf yang dari tadi berdiri di depannya hanya bisa saling pandang bingung, karena Darren masih asik termenung dan tak juga menyentuh berkas-berkas yang mereka bawa. Ini tak bisa dibiarkan! Beberapa Clien penting akan segera datang, dan CEO mereka malah asik dengan fantasinya. Jeremy menggelengkan kepalanya.

"Bos," tukas Jeremy cukup membuat Darren tersentak, dia segera menurunkan tangannya dari dagunya lantas menengadah pada pria yang sedang berdiri di seberang mejanya itu. Darren tampak linglung seperti orang yang baru terbangun dari tidurnya.

"Oh iya, ada apa ini? Kenapa kalian ada di sini?" pertanyaan macam apa itu? Jeremy menoleh pada Lusiana yang sedang mengulum senyumnya. Tampaknya Bos mereka itu benar-benar baru terbangun dari mimpinya sampai-sampai dia lupa jika dirinya dan Lusiana sudah berdiri sekitar lima belas menit, menunggunya untuk menandatangi beberapa berkas yang mereka bawa.

"Bos, kami datang untuk meminta tanda tanganmu. Proyek baru kita akan segera diresmikan lusa nanti, dan beberapa Clien penting dari Jerman akan datang siang ini," jawab Jeremy yang terpaksa mengulang ucapannya yang sebenarnya sudah ia ucapkan lima belas menit yang lalu.

Darren mengangguk, dia segera menyentuh beberapa berkas di depannya, dan memusatkan netranya untuk memeriksa semuanya. Jeremy menoleh pada Lusiana lagi, dan wanita itu memberinya senyuman masam.

Jemari putih Darren segera meraih sebuah bolpoint favoritnya yang bertandang manis di mejanya. bolpoint yang di belikan Angela saat mereka berlibur di Beijing dua bulan yang lalu. Bolpoint dengan warna gold dan terasa sangat nyaman saat digenggam itu di produksi oleh perusahaan alat tulis ternama di Beijing, China.

Angela membelikan bolpoint itu sebagai hadiah atas keberhasilan Darren yang telah memenangkan sebuah proyek besar kala itu. Bolpoint ringan dengan warna gold itu ia beli dengan harga 10 ribu dolar. Harga yang cukup mahal hanya untuk sebuah bolpoint, namun Darren memang menyukai barang-barang yang bernilai. Untuk membeli sehelai dasi pun dia rela mengeluarkan ribuan dolar, bahkan jutaan.

"Ada lagi?" tanya Darren sembari menanggah pada  Jeremy.

"Tak ada bos, namun sebaiknya anda bersiap-siap karena para Clien dari Jerman itu sudah memasuki lobi kantor," jawab Jeremy dengan wajah sedikit cemas.

Darren mengangguk, tangannya masih menggenggam bolpointnya.

"Baiklah, kami permisi." Jeremy dan Lusiana segera pergi sambil membawa berkas-berkas yang baru saja Darren tanda tangani.

Darren menghela napas dan bersandar pada sandaran bangkunya. Dipandanginya bolpoint yang sedang ia pegang. Angela, dimana dirimu? Raungnya dalam hati.

***

Sang surya mulai mencondongkan sinarnya ke upuk barat bertanda hari mulai petang. Di tepi jalan tampak seorang pria musisi jalanan yang sedang memainkan biolanya sambil bersenandung dengan bahasa Mexico yang pasih. Alunan musiknya sangat merdu dan syahdu, bahkan mendayu-dayu di telinga Xavia yang baru saja melintas di depannya dengan mobilnya.

Xavia menoleh dari tepi jendela mobilnya, dia meminta sang sopir untuk berhenti sejenak. Dia ingin menghampiri musisi jalanan itu. Setelah mobil Limosin putih itu menepi, Xavia segera keluar di susul dua orang pria berpakaian rapi, mungkin pengawalnya. Mereka berjalan di belakang Xavia sambil pasang badan dan wajah sangarnya.

Xavia tersenyum hangat pada musisi jalanan itu. Usia pria itu sekitar 40 tahun, penampilannya sangat lusuh. Sepertinya pria itu bukan warga asli New York. Gurat wajahnya lebih mirip orang Mexico, pantas lagu yang dia mainkan pun menggunakan bahasa Mexico. Pria itu tersenyum padanya lalu sedikit membungkuk tanpa melepaskan biola yang bertandang di bahu kirinya.

"Sore, Tuan." Xavia menyapanya

"Sore, Nona." pria itu menjawab dengan ramah dan hormat.

Xavia tersenyum sebelum berkata, "Aku sangat menyukai lagumu, Tuan. Apakah kau orang Mexico?"

"Benar, Nona."

"Waw, aku sangat menyukai Mexico. Sewaktu kecil ayahku pernah mengajakku ke sana. Negaramu sangat indah, Tuan." Xavia tampak sangat senang. Pria itu merasa terharu mendengarnya.

"Terimakasi, Nona. Namun sudah lama sekali aku tak bisa kembali ke negaraku," ucap pria itu tampak sedih. Xavia menatapnya heran.

"Kenapa?" tanyanya.

Pria itu terdiam sejenak lalu berkata, "Aku tak punya uang untuk kembali, bahkan visa-ku ikut hilang di rampas perampok jalanan. Hanya biola ini yang aku miliki sekarang," 

Xavia membungkam mulutnya menahan tangisnya, matanya berkaca-kaca menatap pria itu. Benar, tak semua orang bernasib baik sepertinya. Pria ini tampak begitu memprihatinkan, namun dia sangat berbakat.

"Tuan, datanglah ke kantor ayahku. Aku akan membantumu untuk bisa kembali ke negaramu." Xavia menyodorkan sebuah kartu nama yang diraihnya dari dalam tas bredeetnya pada pria lusuh di depannya itu.

"Terimakasi, Nona." pria itu menerimanya tampak berbinar.

Xavia mengangguk sambil mengusap kedua pipinya kemudian dia kembali merogoh pada tas mewah yang dipegangnya itu.

"Tuan, terimalah ini." Xavia menyodorkan sejumlah uang yang cukup banyak. Sejenak pria itu dibuatnya tertegum.

"Nona, ini terlalu banyak untukku," ucap pria itu tampak ragu, namun berharap. Xavia tersenyum

"Ambilah, ini rizkimu petang ini," ucap Xavia dengan sorotnya matanya yang tulus.

Pria itu tersenyum dan menerimanya.

Siapa sangka apa yang sedang Xavia lakukan di tepi jalan itu tertangkap oleh netra Darren yang kebetulan sedang berdiri di tepi jendela ruang meeting yang ada di lantai 5 kantornya. Sembari memegang gelas winenya pria itu mengulas senyum kagum atas apa yang dilihatnya di bawah sana.

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status