Share

HMT 7 - Fresh and Pleasing to the Eye

Cinta itu burung yang indah, yang mengemis untuk ditangkap tapi menolak untuk dilukai.

  ~Kahlil Gibran~

***

Darren sedang duduk terdiam di ruangan metingnya yang tampak sunyi. Para staf utamanya dan juga para Clien penting sudah meninggalkan ruangan itu sejak sepuluh menit yang lalu.

Ada rasa kesepian setiap kali dirinya sedang sendiri begini. Darren merindukan Angela yang tak juga memberinya kabar sejak dua hari terakhir. Entah dimana Angela berada sekarang. Darren hampir kehilangan akal karena nomer ponsel kekasihnya itu tak bisa dihubungi lagi.

Darren menghembuskan napas kasarnya lantas menggelengkan kepalanya. Benar, pesta pertunangannya dengan Xavia tinggal beberapa hari lagi, namun Angela masih belum mengetahui hal itu, jika dirinya akan segera bertunangan dengan gadis lain.

Punggung kokohnya bersandar pada bangkunya dengan kepalanya yang dibiarkan mendongkak ke atas, menatapi langit-langit bernuansa gold di sana yang tampak indah dengan ukiran-ukiran halus. Namun bukan itu yang tampak di matanya saat ini. Darren justu melihat wajah Angela dan Xavia yang muncul secara bergantian seperti sebuah video pendek. Dia segera mengerjapkan matanya berulang kali lalu menggelengkan kepalanya.

"Astaga, apa-apaan ini? Aku bisa gila bila terus begini," pekiknya kesal sambil mengacak-acak rambut dark brownnya yang tampak lurus dan licin.

"Aku harus mencari Angela. Ya, aku harus mencarinya," ucap Darren lagi dengan wajahnya yang tampak frustasi.

Darren memang sedang sangat pusing dengan dua wanita yang kini mengisi hidupnya. Angela sudah lebih dulu memasuki relung hatinya, bahkan dia sangat mencintainya. Namun Xavia adalah gadis pilihan orang tuanya, dan sepertinya gadis itu pun mulai jatuh hati padanya. Ah, bukannya Darren terlalu percaya akan dirinya, namun dia bisa melihat cinta di mata indah Xavia untuknya.

Sekarang dirinya sangat dilema. Siapa yang harus ia pilih, menikahi Xavia sesuai keinginan orang tuanya? Atau tetap memperjuangkan cintanya pada Angela yang tak mungkin mendapatkan restu dari orang tuanya, terutama ibunya yang sangat membenci kekasihnya itu.

~Pilihan yang teramat sulit.

"Bos." suara Jeremy membuat Darren sangat kaget. Sampai-sampai dirinya yang sedang melamun langsung terperanjak. Jeremy pun ikut terkejut karenanya. Tentu saja dia takut jika bosnya itu merasa terganggu akan kehadirannya yang tiba-tiba.

"Maafkan aku, Bos. Aku sudah membuatmu kaget," sesal Jeremy segera membungkuk memohon maaf.

"Tak apa Jeremy. Aku memang sedang tak fokus tadi," jawab Darren santai. Wajah pria itu tampak lesu dan penat. Jeremy mengangguk mengerti. Memang, akhir-akhir ini bosnya itu sering ia dapati sedang melamun dan murung. Mungkin memikirkan pertunangannya dengan Nona Price pikir Jeremy asal menebak, namun nyaris tepat sasaran.

"Baiklah, Jeremy. Apa yang ingin kau sampaikan padaku?" Darren bertanya sambil meraih candy mint yang ada di laci mejanya, membuka kemasannya dan segera ia masukan ke mulutnya yang terasa asam. Rasa mint itu cukup menyegarkannya.

Jeremy tersenyum tipis lalu berkata, "Bos, Nona Price akan memasuki ruangan ini lima menit lagi," jawabnya. Darren menghentikan mulutnya yang sedang mengunyah candy mint-nya. Alisnya hampir menyatu mendengar ucapan Jeremy barusan

"Xavia akan kemari? Untuk apa?" Darren kembali bertanya, kali ini sambil menatap Jeremy lekat-lekat. Jeremy mengumpulkan napasnya untuk menjawab, mulutnya baru saja terbuka bersiap untuk bicara.

"Untuk mengajakmu menemui ibuku, Darren."

Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis dari arah belakangnya. Jeremy segera menoleh sedangkan Darren hanya mencoba mengintip sumber suara itu dari balik tubuh Jeremy yang menghalangi sebagian pandangannya.

Netra Darren melebar. Dugaannya benar, suara lembut nan manja bagai nyanyian hujan di musim semi itu adalah suaranya Xavia. Astaga, dia sudah datang rupanya. Padahal dirinya dan Jeremy baru saja membahasnya. Darren hanya menggelengkan kepalanya. Dia tampak tak senang. Dan Xavia segera menghampirinya.

Jeremy menyapanya dengan membungkuk sembari tersenyum ramah. Xavia membalas senyumnya lalu beralih pada Darren yang tampak sibuk dengan layar laptopnya.

"Baiklah, Bos. Aku mohon pamit. Permisi." Jeremy segera membungkuk pada Darren kemudian berlalu meninggalkan ruangan itu.

Xavia berdiri di depan Darren, hanya meja kerjanya yang cukup besar dan panjang menjadi pembatas keduanya. Xavia tersenyum memandangi Darren yang tampak sibuk dengan layar laptopnya. Entah apa yang sedang ia kerjakan. Ternyata Darren adalah pria pekerja keras pikir Xavia terkagum-kagum.

Darren yang merasa tak nyaman karena adanya Xavia hanya bisa bersikap dingin pada calon istrinya itu. Wajahnya dibiarkannya tetap mengarah pada layar laptopnya, tanpa mau menatap sosok gadis cantik di depannya itu. Tak ada yang ia kerjakan, Darren hanya sedang mengecek beberapa laporan yang sebenarnya sudah ia periksa sejak sepuluh menit yang lalu. 

"Darren, apa kau sibuk sekali hari ini?" Xavia mendekatkan wajahnya pada Darren yang ada di seberang meja, lantas kedua tangannya menopang dagunya di depan pria itu.

Darren tampak kaget sampai menelan ludahnya. gaun Xavia dengan bagian bahunya yang terbuka menampilkan lekuk payudaranya yang tampak besar dan padat. Seketika tubuhnya menjadi panas dingin tak jelas. Gemetaran. Terlebih wewangian segar bunga-bunga di musim panas yang berasal dari tubuh gadis itu.

"Hm, Xavia. Lebih baik kau duduk di sana saja. Aku masih ada pekerjaan," ucap Darren datar sembari menunjuk ke arah sofa menggunakan dagunya. Ya, lebih baik gadis itu jauh-jauh darinya daripada dirinya harus menahan gejolak yang tak karuan ini.

"Baiklah, aku akan menunggumu di sana." Xavia berkata sambil menoleh pada sofa yang ada di seberang meja Darren. Sebuah anggukkan dari Darren, Xavia pun segera berjalan anggun menuju sofa dengan warna biru tua di sana. Darren kembali berkutat pada layar laptopnya.

Xavia meletakkan tas kecil yang dipegangnya di sampingnya seraya mendaratkan bokongnya pada sofa empuk itu. Dia mengambil posisi duduk dengan tungkai kanannya yang menumpang pada tungkai kirinya.

Xavia mulai sibuk dengan ponselnya. Gaun minim dengan warna hitam yang terbuka di bagian bahu hingga tulang selangkarnya itu membuat Xavia terlihat sangat memukau. Darren diam-diam memperhatikan gadis itu dari tempatnya.

'Astaga, apa yang sedang dia lakukan?' bathin Darren bergelora. Dia menelan ludahnya saat melihat yang tak seharusnya. Kulit paha putih nan licin milik Xavia membuatnya panas dingin. Darren memejamkan matanya lantas menggelengkan kepalanya. Hatinya ingin berkata, Tidak, tidak dan tidak. Namun kenapa pemandangan itu sangat segar dan enak di pandang.

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status