Baru saja ingin menolak perjodohan. Sisca dan Agung datang ke rumah mewah mereka. Kedatangan Kembang Desa Suka Tani tersebut, membuat Hengky berubah pikiran.
Wajah cantik Sisca. Tubuh indah dan kulit mulus gadis itu, meningkatkan gairah kelelakian Hengky. Pria yang dikenal playboy, tersenyum mesum menatap Sisca dari ujung kepala sampai kaki. Ia menggeleng kagum sambil mengusap bulu-bulu hitam di sekitar dagu. 'Sempurna,' batinnya mengagumi kecantikan Sisca. Bahkan, telapak kaki gadis itu pun tak luput dari pandangan. Terlihat mulus, berbeda dengan yang biasa ia lihat di klub malam. Biasanya para wanita penghibur hanya merawat wajah dan bentuk tubuh, tidak dengan bagian lain. "Gimana? Kamu suka?" bisik Harda, melirik sang anak yang terpukau melihat gadis pilihannya. Hengky mengangguk pelan, "Harus aku akui, Papi memang pintar memilih wanita." Harda tersenyum lega. Akhirnya dia bisa menjalankan wHari pernikahan Sisca dan Hengky sudah dijatuhkan. Empat hari lagi keduanya akan menikah secara Hukum. Sedangkan resepsi akan digelar beberapa Minggu kemudian.Pernikahan dipercepat atas permintaan Hengky yang tak sabar menjadikan Sisca istrinya. Mengetahui bahwa Sisca masih perawan ting ting, membuat pria itu bersemangat menyunting sang Kembang Desa. Mendengar kabar pernikahan dipercepat, membuat Agung bersemangat, karena sebentar lagi dia akan mendapatkan uang tunai dengan jumlah besar dari Juragan Harda. Namun, perjanjian itu dirahasiakan oleh Agung dari istri dan anaknya.Sisca menerima perjodohan itu demi kedua orang tuanya. Daripada dia membuang waktu mencintai laki-laki mokondo seperti Andi, yang hanya memanfaatkannya semata, ia memilih untuk menikah saja dengan anak Juragan kaya raya.Pagi ini, sebelum resmi menikah dengan anak orang kaya, Sisca melakukan kegiatan seperti biasanya. Ia dan sang ibu sedang mencuci pakaian di pinggir sungai.
Paginya harinya~Bramanto datang ke rumah Dewanto dengan sepuluh orang anggota Polisi bersenjata lengkap dengan rompi anti peluru.Anggota Polisi itu berdiri di depan pintu pagar, mengamankan rumah bergaya Jawa tersebut.Bramanto masuk ke rumah, menemui Dewanto, Dirga dan Fandi yang duduk di ruang tamu."Maaf, semalam aku tidak bisa datang ke sini," ucap Bramanto, duduk di seberang meja berhadapan dengan Dewanto."Bagaimana kelanjutan kasus penyerangan rumahku ini?" tanya Dewanto, menegakkan posisi duduknya."Untuk sementara, kami belum bisa menyimpulkan apa motif anggota geng motor itu menyerang rumahmu, tapi kami mencurigai ada dendam pribadi antara geng motor dengan bodyguard suruhan Pak Fandi," jelas Bramanto menatap ke arah Fandi.Dewanto dan Dirga menatap ke arah yang sama, Fandi yang duduk dengan wajah tak paham."Maksudnya apa, Pak Komandan?" tanya Fandi, bingung."Ayah sewa bodyguard itu di man
Suara ponsel di dalam tas Yuli berdering menghentikan kekacauan yang dibuatnya, ia mengambil benda pipih itu dan melihat satu panggilan dari oknum Polisi.Selesai berbicara dengan Bella, Yuli memutar tubuhnya, melangkah tegas meninggalkan kamar pemulihan itu sambil berbicara dengan oknum tersebut di dalam telepon."Ada apa?" tanya Yuli, masuk ke mobilnya."Saudari Anggun memukul salah satu Napi perempuan sampai kepalanya bocor Bu. Sekarang anak Anda ditahan di sel tikus. Sel pengasingan.""Apa? Siapa yang berani memasukan anakku ke dalam sel itu?" Yuli meradang, meremas stir mobil kuat-kuat. "Aku ke sana sekarang!" Ia melempar ponsel ke jok belakang, melajukan mobil dengan cepat menuju kantor Polisi.Di dalam kamar pemulihan~Bella menghela napas yang hampir habis, tubuhnya yang tadi terlihat kuat, kembali melemah setelah Yuli pergi.Dengan cepat tiga anak buah Anugrah membawa Bella kembali ke ranjang dan mendudukkannya.
Sebelumnya~~Yuli turun dari mobil mewah yang terparkir di depan Rumah Sakit Umum. Ia berjalan seorang diri memasuki lobby, mencari ruangan Bella.Melihat kedatangan istri Anugrah itu, tiga anak buah yang diperintah menjaga Bella, berlari mendekat dengan wajah panik."Nyonya, Anda dilarang masuk!" ucap salah satu anak buah Anugrah berbadan kurus tinggi, menghalangi langkah kaki Yuli.Pemilik restoran mewah itu bergeming. Sibuk memutari matanya ke sekitar rumah sakit, mencari kamar tempat Bella dirawat."Maaf Nyonya, kami diperintah untuk menjaga Bu Bella."Mendengar itu, kedua mata Yuli membulat sempurna, menatap tiga anak buah Anugrah tajam. "Kalian berani berurusan denganku?" desisnya dengan tatapan mengancam.Tiga anak buah Anugrah menggeleng lalu menundukkan tubuh dengan kedua tangan saling menggenggam ke depan.Ketiga pria itu tidak berkutik, takut. Mereka tahu siapa wanita di depan mereka dan apa saja yang
Jam sembilan malam saat baru saja tiba di rumah, Anugrah tak mendapati istrinya. Ia mengambil ponsel, mengubungi Yuli. Dan tak lama, telepon darinya diterima."Kamu di mana? Aku ingin kita bertemu! Aku ingin bicara denganmu!" tanya Anugrah dengan suara lantang."Aku di kantor Polisi, mengantar selimut untuk Anggun. Kalau kamu mau, datang ke sini. Anggun ingin bertemu denganmu!""Cih! Aku tidak akan menemui anak itu. Dia sudah mencoreng nama baikku!""Anggun difitnah Mas! Dia dijebak.""Dijebak? Dia yang melakukan semua itu dengan kesadaran penuh. Kamu pikir aku bodoh?""Kamu lebih percaya orang lain dibanding anakmu sendiri? Keterlaluan kamu Mas!""Bukan aku yang keterlaluan, tapi dia. Anak tidak tahu diri. Bisanya hanya menyusahkan orang tua!""Jahat kamu Mas! Anak kamu sendiri kamu perlakuan seperti ini!"Tut!Telepon diakhiri oleh Yuli."Brengsek!" umpat Anugrah, melempar ponsel ke
Suara tembakan dari senjata api milik Dewanto terdengar menggema, menghentikan kegilaan para pemuda yang tengah menyerang empat bodyguard Fandi secara membabi-buta. Empat orang suruhan Fandi tergeletak di depan dua rumah tetangga Dewanto yang sudah lama kosong. Beberapa preman yang juga tergeletak di atas aspal dengan luka di wajah dan lengan, buru-buru berdiri dan berlari dibantu preman lain naik ke motor. "Cabut!" teriak salah satu pemuda bertato, memberi perintah. Beberapa preman berlari mendekati motor mereka lalu naik dan meninggalkan lokasi penyerangan. Tersisa enam orang preman yang berada di sana. Dewanto dan Dirga berlari mendekati empat bodyguard yang terkapar. Dua diantaranya tak sadarkan diri akibat luka sabetan benda tajam yang menganga di perut dan lengan. Dor! Dewanto menembak kaki salah satu preman yang mencoba berlari hingga tersungkur di atas aspal, namun dengan