~~~Sebelumnya di Rumah Sakit Umum~~~
Fandi dan Dirga mendekati Harda dan Hengky, berbicara empat mata pada ayah dan anak itu. Fandi duduk di sebelah Harda, sedangkan Dirga berdiri di samping ayah mertuanya. Di dekat sudut kursi tunggu, Hengky hanya diam sambil menundukkan kepala dengan wajah sedih. Diam-diam Dirga memperhatikan suami dari sepupu istrinya itu, yang terus meratapi kesedihan. Di sebelah Hengky, dua wanita paruh baya terus menguatkan pria brewok itu. Tidak seperti Agung yang langsung percaya penjelasan Hengky dan Harda. Sang Dokter merasa adanya kejanggalan dari semua yang terjadi. "Gimana kronologinya, Nak Hengky?" tanya Fandi pada pria yang duduk di sebelah Harda. "Anak saya lagi terpukul Pak Fandi, dia pasti sulit menjelaskan tentang kronologinya. Tadi dia sudah mengatakan pada saya dan Agung di dalam telepon, kalau Sisca jatuh di kamar mandi," jawaHengky menelan saliva keras. Sangking paniknya ia sampai tidak bisa menjawab pertanyaan Polisi yang membuatnya tertekan."Jadi sebenarnya Istri Anda jatuh saat berada di kamar mandi mana? Dapur atau kamar? Anda ada di mana? Pesta dilakukan di mana? Anda sedang apa malam itu?" Bramanto mencecar Hengky dengan berbagai pertanyaan.Pria brewok itu terdiam dengan wajah pucat pasi. "Pak, kepala saya .... kepala saya pusing Pak." Keringat bercucuran membasahi kening dan leher.Bramanto mendengus emosi melihat reaksi berlebihan Hengky. Dari berbagai kasus yang ditangani, sudah sering dia melihat akting seperti itu."Tolong jawab pertanyaan saya satu per satu!" tegas sang Komandan. "Anda dan Istri Anda ada di ruang terpisah? Begitu? Atau Anda lari ke kamar saat Istri Anda jatuh? Atau ....""Pak, maaf kepala saya pus .... " Hengky memejamkan kedua mata. Tubuhnya terhuyung ke depan dan jatuh ke atas lantai.Bramanto berdecak kesal. "Jangan
Bramanto dan anggota Polisi lain mendatangi rumah sakit tempat Sisca dirawat.Kedatangan enam orang pria berseragam coklat tua itu, menarik perhatian orang-orang di rumah sakit tersebut."Itu keluarga korban kecelakaan," tunjuk Bramanto pada Fandi, Agung, Innaya dan dua wanita paruh baya yang duduk di kursi tunggu pasien. Sedangkan Harda berada di kamar perawatan, menjaga anaknya yang pingsan.Kelima anggota Polisi melangkah tegap mendekati keluarga Sisca.Melihat kedatangan anggota Polisi tersebut Fandi berdiri, melangkah mendekati Bramanto."Komandan, Anda ke sini?" tanya Fandi sambil melihat anggota Polisi lain dengan tatapan bingung. Ia sama sekali tidak tahu tujuan Bramanto yang berpangkat Komandan Kepolisian, datang ke rumah sakit."Saya datang ke sini karena mendapat laporan tentang kecelakaan yang menimpa Sisca. Apa benar Sisca keponakan Anda, Pak Fandi?" tanya Bramanto menatap Fandi lalu beralih pada empat orang yang mas
Telepon diterima~ "Ada apa Dok?" tanya dokter Antoni dari ujung sambungan telepon. "Dok, bisa ke ruang ICU sebentar. Saya butuh bantuan Anda," jawab Barta. "Baik Dokter." Telepon diakhiri oleh Barta, dan tak berapa lama Dokter Ahli Saraf masuk ke ruangan. "Dok, pasien yang semalam dioperasi oleh Dokter Gunawan baru saja sadar," kata Barta pada Dokter Ahli Saraf. Dokter bernama Antonio itu mendekati bed rumah sakit, melihat keadaan Sisca. "Dokter Gunawan, apa sudah datang Dok?" "Belum Dok, beliau masih berada di perjalanan ke rumah sakit," jawab Barta. Dokter tersebut memeriksa keadaan Sisca. Sama seperti yang dilakukan oleh Barta, Dokter tersebut meminta Sisca memberikan respon terhadap sentuhan dan mengikuti gerakan tangannya. "Sejak sadar tadi, pasien belum berbicara, Dok," kata Barta menjelaska
Melihat Hengky masuk ke ruangan, Barta membulatkan kedua mata lebar lalu melangkah mendekati pria brewok itu. Barta memegang lengan Hengky dengan kasar. "Anda dilarang masuk!" desis sang Dokter seraya menatap keluar ruang ICU, meminta perawat membawa pria itu keluar. "Saya suaminya Dok. Istri saya sudah sadar. Saya ingin melihat dia," sewot Hengky, menepis tangan Barta yang memegang lengannya. Ia menatap ke arah Sisca yang membuka mata, namun tak menyadari keberadaannya di dalam kamar. Seorang perawat mendekati Hengky, "Tolong jangan mengganggu Dokter Barta menangani pasien, Pak." Ia memegang lengan Hengky, namun kembali ditepis oleh pria itu. Hengky mengerutkan kening, menatap istrinya yang melamun, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. "Istri saya kenapa Dok?" Barta mendengus, "Saya akan memeriksanya, tolong keluar sebentar!" "Saya ingin mengetahui keadaan Istri saya!" sewot Heng
"Iya Pa, nanti aku jelaskan. Tolong ya Pa." "Oke, baik. Papa akan membantu. Kamu tenang aja, nanti Papa hubungi Bramanto." "Makasih Pa." Dirga mengakhiri telepon lalu mencari tempat duduk yang jauh dari Hengky dan Harda, karena muak mendengar pembelaan mereka. Entah mengapa, Agung seolah berada di pihak Juragan Tanah itu. Seolah takut akan sesuatu. 'Apa mungkin Pak Agung punya hutang? Atau .... ' Dirga menghela napas panjang, tak dapat menerka apapun. Dring! Suara deringan ponsel di tangan terdengar, Dirga tersenyum dan langsung menerima telepon dari Kesayangan. "Mas," kata Febby lembut. "Sayang, kamu ngga tidur?" "Aku cuma tidur sebentar, aku khawatir sama keadaan Sisca. Dia gimana Mas? Apa terjadi sesuatu sama Sisca?" "Kamu tenang aja, Sisca sudah menjalani operasi dan operasi berhasil. Sekarang
~~~Sebelumnya di Rumah Sakit Umum~~~ Fandi dan Dirga mendekati Harda dan Hengky, berbicara empat mata pada ayah dan anak itu. Fandi duduk di sebelah Harda, sedangkan Dirga berdiri di samping ayah mertuanya. Di dekat sudut kursi tunggu, Hengky hanya diam sambil menundukkan kepala dengan wajah sedih. Diam-diam Dirga memperhatikan suami dari sepupu istrinya itu, yang terus meratapi kesedihan. Di sebelah Hengky, dua wanita paruh baya terus menguatkan pria brewok itu. Tidak seperti Agung yang langsung percaya penjelasan Hengky dan Harda. Sang Dokter merasa adanya kejanggalan dari semua yang terjadi. "Gimana kronologinya, Nak Hengky?" tanya Fandi pada pria yang duduk di sebelah Harda. "Anak saya lagi terpukul Pak Fandi, dia pasti sulit menjelaskan tentang kronologinya. Tadi dia sudah mengatakan pada saya dan Agung di dalam telepon, kalau Sisca jatuh di kamar mandi," jawa