Anggun baru saja menyelesaikan pembayaran awal untuk melancarkan aksinya menghapus video Andi di hape Dirga.
Tak sampai beberapa menit ponsel diletakkan dan dia bersandar ke sofa, bunyi deringan benda itu mengusik ketenangan.Anggun melihat ke layar yang menyala, satu nama tertulis_Hacker. Buru-buru dia mengambil ponsel itu dan menempelkan di telinga."Ada apa?" tanya Anggun, menegakkan tubuhnya. "Uangnya kurang? Aku lunasi pembayaran setelah kerjaan kalian selesai.""Bukan masalah uang, Bu. Tapi nomor hape yang Ibu berikan. Apa Ibu yakin masih aktif?"Anggun terdiam. Seingatnya nomor itu masih aktif, tetapi memang jarang bisa dihubungi. "Kayaknya dia gonta-ganti nomor hape. Kadang nomor itu aktif, kadang ngga aktif. Memang ngga bisa?""Kami coba ya, Bu. Tapi kalau mau lebih cepat lagi. Bisa minta nomor lain?"Anggun berdecak. "Kalian 'kan Hacker terbaik di negara ini, masa nyari tahu nomor hape aja ngga bisa. Cari pakaiAnggun baru saja menyelesaikan pembayaran awal untuk melancarkan aksinya menghapus video Andi di hape Dirga.Tak sampai beberapa menit ponsel diletakkan dan dia bersandar ke sofa, bunyi deringan benda itu mengusik ketenangan.Anggun melihat ke layar yang menyala, satu nama tertulis_Hacker. Buru-buru dia mengambil ponsel itu dan menempelkan di telinga."Ada apa?" tanya Anggun, menegakkan tubuhnya. "Uangnya kurang? Aku lunasi pembayaran setelah kerjaan kalian selesai.""Bukan masalah uang, Bu. Tapi nomor hape yang Ibu berikan. Apa Ibu yakin masih aktif?"Anggun terdiam. Seingatnya nomor itu masih aktif, tetapi memang jarang bisa dihubungi. "Kayaknya dia gonta-ganti nomor hape. Kadang nomor itu aktif, kadang ngga aktif. Memang ngga bisa?""Kami coba ya, Bu. Tapi kalau mau lebih cepat lagi. Bisa minta nomor lain?"Anggun berdecak. "Kalian 'kan Hacker terbaik di negara ini, masa nyari tahu nomor hape aja ngga bisa. Cari pakai
Mengurungkan niatnya pergi ke Bandung, Dirga kembali ke Jakarta dan pulang ke rumah. Setelah melihat CCTV di depan pintu pagar, Dokter Kandungan itu tahu penyebab istrinya menangis dan mengalami shock berat. Tiba di rumah, Dirga langsung menemui Febby, memeluk Kesayangan erat. Ia membawa istrinya duduk di ruang tengah rumah mini malis itu, berkumpul dengan kedua orang tuanya. "Jadi urusan kamu ditunda dulu, Ga?" tanya Dewanto pada anaknya. "Urusannya sepenting apa sih? Kok sampai pergi ke sana?" "Iya. Coba kamu ngga pergi, pasti ngga akan kejadian seperti ini." Ratna terlihat murung setelah mendengar Febby akan dibawa ke Bandung. Padahal dia baru saja menyusun rencana, ingin menemani menantunya sampai sang cucu lahir ke dunia. "Aku hanya ingin mengambil hape milik sepupu Febby, Pa. Nanti hapenya dibawa sama Ayah Fandi. Dia mau ke sini," jawab Dirga yang duduk di samping Febby, menguatkan istrinya.
Setelah cukup lama menunggu giliran, Anggun pun mendapat kesempatan menemui Andi.Dokter Kecantikan itu terenyuh melihat kondisi fisik Andi yang banyak berubah. Tubuhnya kurus, lesu. Wajahnya ditumbuhi bulu-bulu tebal tak terawat."Mas, kamu baik-baik saja 'kan?" Anggun menatap lirih, mengusap lengan Andi pelan.Andi menghela napas panjang, tak mengucapkan sepatah kata pun. Wajah memelas itu sudah menjelaskan penderitanya di dalam sel tahanan.Kini, Anggun tahu kenapa para followers Andi mengecam perbuatan Dirga dan Febby. Mereka melihat jelas kesakitan Andi di dalam sel."Kamu harus kuat Mas, banyak orang yang mendukungmu." Anggun menarik kursi di depan meja panjang lalu duduk.Andi kembali menghela napas kian panjang, duduk berhadapan dengan Dokter Kecantikan itu. "Percuma banyak orang yang mendukung kalau ngga ada satupun yang bisa membebaskan aku dari penderitaan ini."Anggun tersenyum lirih, "Aku akan membebaskan ka
Ratna terkejut melihat menantunya menangis di depan pintu pagar dengan pakaian yang kotor. Tanpa pikir panjang, ia memeluk wanita cantik itu erat. Tak memperdulikan bau tidak sedap yang langsung menyeruak menusuk hidung. Dari dalam rumah, Dewanto menyusul istrinya dengan langkah kaki cepat, mendekati dua wanita itu. Kedua mata menatap bingung, "Ada apa Ma?" tanyanya dengan suara bergetar. Ratna menggeleng, masih memeluk menantu kesayangan yang menangis terisak. "Kita masuk." Ia membawa Febby memasuki halaman rumah mini malis itu setelah Dewanto membantu membuka pintu pagar lebih lebar. Setelah kedua wanita itu masuk, Dewanto menutup pintu pagar sambil celingak-celinguk, mencari penyebab menantunya menangis. Tak mendapati apapun di jalanan komplek dan sekitar, Pensiunan Polisi itu melangkah cepat memasuki rumah. "Bersihkan badan kamu dulu, Feb," kata Ratna pada Febby yang masih menangis. Wanita
Tut! Tut! Tut!Anggun mulai gelisah saat telepon darinya tidak diterima oleh Sisca. Wajahnya memerah kesal. Ia meremas ponsel kuat-kuat sambil mendesah kasar."Jam sembilan pagi, masa iya dia belum bangun?" gumamnya sambil menatap jam dinding di depan.Lelah menghubungi nomor Sisca menggunakan ponsel cadangan, Anggun bergegas keluar dari kamar mewahnya."Ibu mau ke mana?" tanya babysitter Lilian saat berpapasan dengan majikan di ruang tamu."Saya mau ke Klinik. Udah lama saya ngga ke sana. Kamu jaga Lilian. Kalau dia tantrum lagi, kamu kasih obat penenang.""Baik Bu." Babysitter itu melangkah ke kamar Lilian.Anggun melanjutkan langkah kakinya keluar dari rumah lalu masuk ke mobil. Ia melajukan kendaraan roda empat itu keluar dari halaman rumah menuju kantor Polisi, tempat Andi ditahan.Sesampainya di depan kantor Polisi, Anggun memarkirkan mobil di parkiran yang penuh dengan berbagai macam kendaraan roda dua da
"Malam ini malam yang aku tunggu." Dirga berbisik mesra di telinga Febby, membuat wanita cantik itu memejamkan kedua mata, menikmati hembusan hangat napas suaminya. Di atas ranjang empuk dengan wewangian menyejukkan indera penciuman, keduanya memulai malam pengantin, meski bukan lagi malam pertama mereka. Dirga yang tak sanggup menahan hasrat kelelakian, mengungkung tu-buh Febby dan mengecup bibir manis istrinya. Puas menikmati bibir merah itu, kecupan sang Dokter turun ke bawah. Menikmati buah ranum kecoklatan yang kenyal. Suara desahan mulai terdengar memenuhi ruang kamar sepi dengan pencahayaan temaram. Febby terbuai dalam sentuhan nakal suaminya. Berbeda saat ia bercinta dengan Andi. Bukan hanya tak menikmati, bahkan ia sama sekali tidak pernah mendesah. "Ehm! Mas!" Febby menggigit bibir bawah pelan, menikmati lumatan Dirga di atas da-da yang menjulang tinggi. Satu tangan meremas rambut hit