Sambil memegang ponsel milik Innaya, Dirga menatap Sisca yang baru saja mengatakan niat untuk membantu.
Dari mata indah sepupu Febby itu, terlihat jelas kesungguhan yang tersirat di dalamnya. "Aku mau nebus semua dosa aku sama Teh Febby," lanjut Sisca, menundukkan kepala dengan raut wajah menyesal. Membuang napas panjang, Dirga kembali fokus pada ponsel di tangan. Ia tatap layar benda pipih itu dengan serius, berharap video yang baru saja dihapus bisa dipulihkan. Fandi menunggu dengan wajah panik. Berharap ada keajaiban. Video tersebut satu-satunya senjata untuk mengalahkan Andi dan memulihkan nama baik anak semata wayang. Selama orang-orang belum tahu kelakuan bobrok Andi, kemungkinan para followers kurang kerjaan itu akan terus meneror Febby. "Gimana Nak Dirga? Masih ada videonya?" tanya Fandi menatap cemas. "Masih bisa dipulihkan datanya?" Dirga tersenyum kecil. Wajahnya yang"Maksud kamu Neng Sisca yang nyewa hacker?" tanya Inneke, kecewa.Dengan cepat Sisca menegakkan kepala, menggeleng berkali-kali dengan wajah panik. "Ngga Wak, aku mana punya duit buat sewa jasa hacker. Lagian aku udah tobat. Aku tahu aku salah dan aku mau minta maaf.""Yang bener kamu Sisca! Uwak kecewa sama kamu!" imbuh Fandi menatap tajam."Sumpah Wak, aku mah ngga tahu apa-apa," jawab Sisca dengan suara parau, menahan tangis.Dirga menengahi, "Bukan Sisca yang menyewa hacker. Maksudku, Sisca tahu siapa orang yang membantu Mas Andi. Bukan begitu?" tanyanya dengan nada dingin.Sisca menundukkan kepala, ketakutan."Kamu tahu darimana, Nak? Kamu udah cek hape Sisca?" tanya Inneke memastikan."Semua daftar chat dan riwayat panggilan sudah dihapus. Aku tidak bisa memulihkan datanya lagi, tapi aku yakin Sisca pernah berkomunikasi dengan seseorang yang membantu Mas Andi." Tatapan Dokter Kandungan itu masih tertuju pada Sisca.
Sambil memegang ponsel milik Innaya, Dirga menatap Sisca yang baru saja mengatakan niat untuk membantu. Dari mata indah sepupu Febby itu, terlihat jelas kesungguhan yang tersirat di dalamnya. "Aku mau nebus semua dosa aku sama Teh Febby," lanjut Sisca, menundukkan kepala dengan raut wajah menyesal. Membuang napas panjang, Dirga kembali fokus pada ponsel di tangan. Ia tatap layar benda pipih itu dengan serius, berharap video yang baru saja dihapus bisa dipulihkan. Fandi menunggu dengan wajah panik. Berharap ada keajaiban. Video tersebut satu-satunya senjata untuk mengalahkan Andi dan memulihkan nama baik anak semata wayang. Selama orang-orang belum tahu kelakuan bobrok Andi, kemungkinan para followers kurang kerjaan itu akan terus meneror Febby. "Gimana Nak Dirga? Masih ada videonya?" tanya Fandi menatap cemas. "Masih bisa dipulihkan datanya?" Dirga tersenyum kecil. Wajahnya yang
Anggun baru saja menyelesaikan pembayaran awal untuk melancarkan aksinya menghapus video Andi di hape Dirga.Tak sampai beberapa menit ponsel diletakkan dan dia bersandar ke sofa, bunyi deringan benda itu mengusik ketenangan.Anggun melihat ke layar yang menyala, satu nama tertulis_Hacker. Buru-buru dia mengambil ponsel itu dan menempelkan di telinga."Ada apa?" tanya Anggun, menegakkan tubuhnya. "Uangnya kurang? Aku lunasi pembayaran setelah kerjaan kalian selesai.""Bukan masalah uang, Bu. Tapi nomor hape yang Ibu berikan. Apa Ibu yakin masih aktif?"Anggun terdiam. Seingatnya nomor itu masih aktif, tetapi memang jarang bisa dihubungi. "Kayaknya dia gonta-ganti nomor hape. Kadang nomor itu aktif, kadang ngga aktif. Memang ngga bisa?""Kami coba ya, Bu. Tapi kalau mau lebih cepat lagi. Bisa minta nomor lain?"Anggun berdecak. "Kalian 'kan Hacker terbaik di negara ini, masa nyari tahu nomor hape aja ngga bisa. Cari pakai
Mengurungkan niatnya pergi ke Bandung, Dirga kembali ke Jakarta dan pulang ke rumah. Setelah melihat CCTV di depan pintu pagar, Dokter Kandungan itu tahu penyebab istrinya menangis dan mengalami shock berat. Tiba di rumah, Dirga langsung menemui Febby, memeluk Kesayangan erat. Ia membawa istrinya duduk di ruang tengah rumah mini malis itu, berkumpul dengan kedua orang tuanya. "Jadi urusan kamu ditunda dulu, Ga?" tanya Dewanto pada anaknya. "Urusannya sepenting apa sih? Kok sampai pergi ke sana?" "Iya. Coba kamu ngga pergi, pasti ngga akan kejadian seperti ini." Ratna terlihat murung setelah mendengar Febby akan dibawa ke Bandung. Padahal dia baru saja menyusun rencana, ingin menemani menantunya sampai sang cucu lahir ke dunia. "Aku hanya ingin mengambil hape milik sepupu Febby, Pa. Nanti hapenya dibawa sama Ayah Fandi. Dia mau ke sini," jawab Dirga yang duduk di samping Febby, menguatkan istrinya.
Setelah cukup lama menunggu giliran, Anggun pun mendapat kesempatan menemui Andi.Dokter Kecantikan itu terenyuh melihat kondisi fisik Andi yang banyak berubah. Tubuhnya kurus, lesu. Wajahnya ditumbuhi bulu-bulu tebal tak terawat."Mas, kamu baik-baik saja 'kan?" Anggun menatap lirih, mengusap lengan Andi pelan.Andi menghela napas panjang, tak mengucapkan sepatah kata pun. Wajah memelas itu sudah menjelaskan penderitanya di dalam sel tahanan.Kini, Anggun tahu kenapa para followers Andi mengecam perbuatan Dirga dan Febby. Mereka melihat jelas kesakitan Andi di dalam sel."Kamu harus kuat Mas, banyak orang yang mendukungmu." Anggun menarik kursi di depan meja panjang lalu duduk.Andi kembali menghela napas kian panjang, duduk berhadapan dengan Dokter Kecantikan itu. "Percuma banyak orang yang mendukung kalau ngga ada satupun yang bisa membebaskan aku dari penderitaan ini."Anggun tersenyum lirih, "Aku akan membebaskan ka
Ratna terkejut melihat menantunya menangis di depan pintu pagar dengan pakaian yang kotor. Tanpa pikir panjang, ia memeluk wanita cantik itu erat. Tak memperdulikan bau tidak sedap yang langsung menyeruak menusuk hidung. Dari dalam rumah, Dewanto menyusul istrinya dengan langkah kaki cepat, mendekati dua wanita itu. Kedua mata menatap bingung, "Ada apa Ma?" tanyanya dengan suara bergetar. Ratna menggeleng, masih memeluk menantu kesayangan yang menangis terisak. "Kita masuk." Ia membawa Febby memasuki halaman rumah mini malis itu setelah Dewanto membantu membuka pintu pagar lebih lebar. Setelah kedua wanita itu masuk, Dewanto menutup pintu pagar sambil celingak-celinguk, mencari penyebab menantunya menangis. Tak mendapati apapun di jalanan komplek dan sekitar, Pensiunan Polisi itu melangkah cepat memasuki rumah. "Bersihkan badan kamu dulu, Feb," kata Ratna pada Febby yang masih menangis. Wanita