LOGINPada pukul sembilan malam, Dirga menutup Klinik yang dibangun dari hasil keringat sendiri saat bekerja di Pabrik milik orang tua Febby.
Dalam waktu satu tahun saja, ia bisa mendirikan Klinik yang diimpikan sejak dulu. Baginya Klinik yang diberi nama D-&-F itu adalah rumah kedua, yang menjadi tempat untuk mewujudkan mimpinya sebagai Dokter Hebat setelah sempat vakum beberapa tahun. Dulu, namanya sebagai seorang Dokter Kandungan Terbaik harus hancur karena skandal perselingkuhan, tetapi setelah semua berlalu, ia kembali mendapatkan surat ijin praktek. Tidak mudah mendapatkan semua seperti sekarang. Terlalu banyak yang harus dikorbankan, termasuk waktu bersama Istri dan kedua anaknya. Saat ini ... setelah semua petugas medis dan petugas administrasi pulang, Dirga mulai mengemasi mejanya dan memegang ponsel yang sejak tadi diletakkan di samping foto sang istri. Deg! Matanya membulDi rumah sakit~ Polisi bernama Anya kembali masuk ke kamar Tania dan melihat wanita itu sedang berbicara dengan seorang pria berambut lurus di atas pundak. Sepertinya pembicaraan keduanya sangat serius, Anya pun melangkah pelan-pelan agar kehadirannya tidak terlalu mengganggu. Saat melihat kedatangan Anya, pria itu langsung berdiri dan menjauh dari bed Rumah Sakit. Ia berdiri di dekat tiang infusan. Anya menatap pria yang cukup tampan dan tinggi kekar itu, "Anda .... " Ia menatap dari ujung kepala sampai kaki. Pria itu tersenyum ramah, "Saya Ayah Kandung Tania," jawabnya sambil menggenggam tangan ke depan dan sedikit membungkuk. Anya mengangguk, lalu mengalihkan pandangan pada Tania yang tengah duduk bersandar di atas bed. "Bagaimana keadaan Anda?" tanyanya dengan nada tegas.
Dirga menatap wajah Barta yang terlihat serius. Dari tatapan mata Dokter Bedah itu, ia dapat menebak apa yang ingin dibicarakan. Ia menelan ludah keras kemudian duduk. Matanya menatap ke arah pintu, melihat istrinya sedang berbicara dengan Sisca. Hatinya mulai tak tenang. Ada ketakutan semua orang akan tahu masalahnya, termasuk sang Istri. Dalam kegelisahan, sebisa mungkin ia menunjukkan wajah tenang di depan istrinya. Saat kedua wanita itu melangkah menuju kamar, Dirga dan Barta menyunggingkan senyuman, seolah tak ada apapun. Febby memalingkan wajah, masih enggan untuk sekedar beradu pandang dengan suaminya. Sementara Sisca, mengangguk pelan saat melihat Barta menggerakkan bola mata. Memberi kode yang sudah mereka rencanakan dari rumah. Tadi, Barta meminta Sisca untuk menjauhkan Febby dari Dirga agar ibu muda itu tidak mendengar pembicaraan mereka nanti. Setelah
Ketika sedang duduk melamun di ruang tamu rumahnya, wangi maskulin yang biasa ia hirup dari tubuh sang suami, menguar di udara, memenuhi ruangan itu.Febby tahu siapa yang datang, ia sama sekali tidak berniat menoleh dan melihat wajah yang membuatnya semakin merasakan sesak.Ia ingin Dirga menjauh, tetapi ia juga ingin suaminya itu mendekat. Bahkan memeluk mesra.Pertentangan batin yang benar-benar menyiksa terus saja dirasakan olehnya.Menghela napas panjang dan lirih. Febby memejamkan kedua mata, berusaha menenangkan diri.Lama-lama ia semakin merasakan kehadiran suaminya yang sangat dekat. Dan benar saja, sentuhan lembut dan hangat ia rasakan di pundak, lalu turun ke perut yang sedikit berlemak. "Sayang .... " Dirga duduk di samping Febby. Perlahan tangannya meraih jemari lentik istrinya di atas pangkuan dan menggenggam erat. "Anak-anak sedang bermain di kamar. Mereka sudah selesai menghabiskan sarapannya."
"Maksud Papa, Dirga terlibat dalam kasus bunuh diri itu?" tanya Barta. Matanya tak beralih dari sang Istri yang terdiam mematung di depannya.Wajah Sisca terlihat syok berat. Sama seperti dirinya saat mendengar kabar kematian seorang wanita dan Dirga ada di sana. Sedang apa?Selama ini Dirga dikenal tidak pernah ikut campur ke dalam masalah orang lain. Lebih menjaga aman, tetapi sekarang ... apa yang membuat Dokter Kandungan itu masuk ke dalam masalah besar? Berbagai spekulasi memenuhi isi kepala Barta, tetapi dengan cepat ia mengenyampingkan semua itu. Mencoba berpikir positif."Sebenarnya Papa juga belum bisa menjelaskan secara detail, karena yang tahu hanya Dirga. Tapi Papa belum bisa menghubungi nomor hapenya," jawab Bramanto. "Harusnya Dirga sudah datang ke kantor Polisi untuk memberikan keterangan, karena dia salah satu saksi di Tempat Kejadian Perkara."Barta menghela napas panjang, "Jadi aku harus apa Pa?" tanyanya dengan suara melemah. "Tolong kamu ke rumah Dirga dan kataka
Saat Sisca kembali berbicara di dalam telepon, Febby dikejutkan oleh kedatangan anak pertamanya yang tiba-tiba berada di samping dan memegang lengan. "Sisca, sudah dulu ya." Dengan cepat ia meletakkan ponsel ke atas meja setelah mengakhiri telepon dengan sepupunya itu. "Mommy, aku udah mandi sama Daddy." Dylan menatap Febby dengan wajah ceria. "Aku udah wangi dan ganteng 'kan Mom?" Febby tersenyum, kembali menguatkan hati dan berusaha menutupi kesedihannya di depan sang anak. "Pintar anak Mommy." Ia mengusap puncak kepala Dylan dengan lembut. Matanya melirik ke samping, melihat bayangan Dirga mulai mendekat. Ia menarik napas panjang, berusaha bersikap biasa saja, tetapi sulit. "Mommy aku juga udah mandi sama Daddy." Farah turun dari gendongan sang ayah, kemudian berlari menghampiri ibunya dan memeluk manja. "Farah juga pintar. Anak-anak Mommy pintar." Kecupan lembut mendarat di
Pagi harinya setelah semalaman Febby dan Dirga tidur di kamar anak-anak. Saat Farah terbangun, ia terkejut mendapati ayahnya tidur di samping sambil memeluk erat. "Daddy .... " Farah membulatkan kedua mata sipitnya, dan langsung mengubah posisi menjadi duduk. "Daddy ada di cini?"Tangan mungilnya mengusap-ngusap kedua mata yang masih terasa sepet. Memastikan dengan mata melebar, bahwa benar sang ayah ada di kamarnya. Perlahan Dirga membuka mata, melihat Malaikat Kecil itu sedang mencubit hidung mancungnya berkali-kali. "Daddy ada di cini? Daddy bobok cama aku?" tanya Farah dengan suara manja. Dirga mengangguk pelan sambil tersenyum manis. "Iya Sayang, Daddy bobok sama kamu dan Kak Dylan." Ia menoleh ke samping, melihat anak laki-lakinya masih tertidur lelap. Mendengar jawaban itu, Farah berdiri dan melompat-lompat kegirangan. Suara ceria gadis kecil itu mengusik tidur nyenyak Dylan.Anak laki-laki Dirga membuka mata







