Se connecter"Aku tahu kesibukanku belakangan ini membuatmu merasa kurang diperhatikan, tapi aku melakukan semua ini untuk kamu dan anak-anak," ucap Dirga sambil mengusap pundak istrinya dengan lembut.
Febby hanya diam. Memalingkan wajah, enggan untuk sekedar menatap sang suami. Dadanya kembang kempis, menahan emosi yang nyaris meledak. Rasanya ingin sekali memaki dan memukul pria yang sudah memberinya dua anak itu, tetapi tidak mungkin 'kan ia melakukannya. Dirga menarik napas panjang, masih berusaha merayu sang Istri yang terlihat sangat marah. Senyuman manis tak lagi terlihat di wajah cantik wanita pujaan. Tidak seperti awal pernikahan mereka, yang masih terasa hangat. Beberapa bulan ini, hampir setiap hari mereka bertengkar hanya karena masalah sepele. "Aku mau mandi dulu. Setelah mandi aku ke kamar anak-anak, hmm." Dirga berdiri kemudian melangkah menuju kamar. Setelah suaminya pergi, FDirga menatap wajah Barta yang terlihat serius. Dari tatapan mata Dokter Bedah itu, ia dapat menebak apa yang ingin dibicarakan. Ia menelan ludah keras kemudian duduk. Matanya menatap ke arah pintu, melihat istrinya sedang berbicara dengan Sisca. Hatinya mulai tak tenang. Ada ketakutan semua orang akan tahu masalahnya, termasuk sang Istri. Dalam kegelisahan, sebisa mungkin ia menunjukkan wajah tenang di depan istrinya. Saat kedua wanita itu melangkah menuju kamar, Dirga dan Barta menyunggingkan senyuman, seolah tak ada apapun. Febby memalingkan wajah, masih enggan untuk sekedar beradu pandang dengan suaminya. Sementara Sisca, mengangguk pelan saat melihat Barta menggerakkan bola mata. Memberi kode yang sudah mereka rencanakan dari rumah. Tadi, Barta meminta Sisca untuk menjauhkan Febby dari Dirga agar ibu muda itu tidak mendengar pembicaraan mereka nanti. Setelah
Ketika sedang duduk melamun di ruang tamu rumahnya, wangi maskulin yang biasa ia hirup dari tubuh sang suami, menguar di udara, memenuhi ruangan itu.Febby tahu siapa yang datang, ia sama sekali tidak berniat menoleh dan melihat wajah yang membuatnya semakin merasakan sesak.Ia ingin Dirga menjauh, tetapi ia juga ingin suaminya itu mendekat. Bahkan memeluk mesra.Pertentangan batin yang benar-benar menyiksa terus saja dirasakan olehnya.Menghela napas panjang dan lirih. Febby memejamkan kedua mata, berusaha menenangkan diri.Lama-lama ia semakin merasakan kehadiran suaminya yang sangat dekat. Dan benar saja, sentuhan lembut dan hangat ia rasakan di pundak, lalu turun ke perut yang sedikit berlemak. "Sayang .... " Dirga duduk di samping Febby. Perlahan tangannya meraih jemari lentik istrinya di atas pangkuan dan menggenggam erat. "Anak-anak sedang bermain di kamar. Mereka sudah selesai menghabiskan sarapannya."
"Maksud Papa, Dirga terlibat dalam kasus bunuh diri itu?" tanya Barta. Matanya tak beralih dari sang Istri yang terdiam mematung di depannya.Wajah Sisca terlihat syok berat. Sama seperti dirinya saat mendengar kabar kematian seorang wanita dan Dirga ada di sana. Sedang apa?Selama ini Dirga dikenal tidak pernah ikut campur ke dalam masalah orang lain. Lebih menjaga aman, tetapi sekarang ... apa yang membuat Dokter Kandungan itu masuk ke dalam masalah besar? Berbagai spekulasi memenuhi isi kepala Barta, tetapi dengan cepat ia mengenyampingkan semua itu. Mencoba berpikir positif."Sebenarnya Papa juga belum bisa menjelaskan secara detail, karena yang tahu hanya Dirga. Tapi Papa belum bisa menghubungi nomor hapenya," jawab Bramanto. "Harusnya Dirga sudah datang ke kantor Polisi untuk memberikan keterangan, karena dia salah satu saksi di Tempat Kejadian Perkara."Barta menghela napas panjang, "Jadi aku harus apa Pa?" tanyanya dengan suara melemah. "Tolong kamu ke rumah Dirga dan kataka
Saat Sisca kembali berbicara di dalam telepon, Febby dikejutkan oleh kedatangan anak pertamanya yang tiba-tiba berada di samping dan memegang lengan. "Sisca, sudah dulu ya." Dengan cepat ia meletakkan ponsel ke atas meja setelah mengakhiri telepon dengan sepupunya itu. "Mommy, aku udah mandi sama Daddy." Dylan menatap Febby dengan wajah ceria. "Aku udah wangi dan ganteng 'kan Mom?" Febby tersenyum, kembali menguatkan hati dan berusaha menutupi kesedihannya di depan sang anak. "Pintar anak Mommy." Ia mengusap puncak kepala Dylan dengan lembut. Matanya melirik ke samping, melihat bayangan Dirga mulai mendekat. Ia menarik napas panjang, berusaha bersikap biasa saja, tetapi sulit. "Mommy aku juga udah mandi sama Daddy." Farah turun dari gendongan sang ayah, kemudian berlari menghampiri ibunya dan memeluk manja. "Farah juga pintar. Anak-anak Mommy pintar." Kecupan lembut mendarat di
Pagi harinya setelah semalaman Febby dan Dirga tidur di kamar anak-anak. Saat Farah terbangun, ia terkejut mendapati ayahnya tidur di samping sambil memeluk erat. "Daddy .... " Farah membulatkan kedua mata sipitnya, dan langsung mengubah posisi menjadi duduk. "Daddy ada di cini?"Tangan mungilnya mengusap-ngusap kedua mata yang masih terasa sepet. Memastikan dengan mata melebar, bahwa benar sang ayah ada di kamarnya. Perlahan Dirga membuka mata, melihat Malaikat Kecil itu sedang mencubit hidung mancungnya berkali-kali. "Daddy ada di cini? Daddy bobok cama aku?" tanya Farah dengan suara manja. Dirga mengangguk pelan sambil tersenyum manis. "Iya Sayang, Daddy bobok sama kamu dan Kak Dylan." Ia menoleh ke samping, melihat anak laki-lakinya masih tertidur lelap. Mendengar jawaban itu, Farah berdiri dan melompat-lompat kegirangan. Suara ceria gadis kecil itu mengusik tidur nyenyak Dylan.Anak laki-laki Dirga membuka mata
Suara deringan ponsel dari dalam kamar, terus saja terdengar. Lama-lama Febby terpancing juga. Ia langsung melempar serbet yang berada di tangannya ke atas meja. "Biar aku ambilin hape kamu, Mas," kata Febby, melangkah menuju pintu dapur. Namun, langkah kaki itu langsung dihentikan oleh Dirga, dengan wajah terlihat panik. Bahkan keringat di kening sang Dokter kembali mengucur keluar. "Kenapa?" Febby menatap suaminya lekat. Dalam hati menyimpan kecurigaan besar, tetapi sekuat mungkin ia menahan keinginan untuk menghujani suaminya dengan ribuan pertanyaan.Sebelum semua bukti-bukti tentang perselingkuhan terkumpul, ia berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja. "Kamu takut aku .... " Bibir Febby disentuh oleh jari telunjuk Dirga. Wanita cantik itu pun berhenti mengucapkan kata-kata.Dirga tersenyum canggung, "Takut apa Baby? Aku ... aku nggak takut apapun. Aku hanya ingin mengatakan kalau kamu boleh menerima telepon itu dan k







