"Halo, Pak Dirga. Anda mendengar saya?" Suara Gunawan terdengar panik karena tak mendengar sahutan dari Dirga.
"Ma-maaf Pak Gunawan, saya sangat senang mendengar kabar dari Anda sampai kehabisan kata-kata. Terima kasih atas bantuannya, Pak." Dirga tersadar dari lamunan sekian detik."Sama-sama Pak Dirga. Semoga informasi dari saya bisa langsung Anda sampaikan pada yang bersangkutan. Besok pengadilan agama akan mengirim surat pemanggilan sidang pertama pada Pak Andi.""Pasti Pak, saya akan secepatnya memberitahu kabar gembira dari Anda ke Febby dan keluarganya. Sekali lagi terima kasih banyak.""Baik Pak, kalau begitu saya sudahi dulu. Selamat malam.""Malam Pak Gunawan," sahut Dirga mengakhiri telepon. Ia memasukkan ponsel ke dalam dasbor sambil tersenyum lebar. "Sebentar lagi. Sebentar lagi kamu jadi istri Dirga Dewanto."Selesai berbicara dengan Gunawan, Dirga kembali fokus melajukan mobil menuju Bogor_rumah kedua orang tuanya.Berhasil memegang Kartu AS di tangan, Dirga kembali menghubungi Kesayangan setelah semalam telepon darinya tidak diangkat. Beruntung yang menerima telepon adalah Febby, bukan Ibu mertua."Maaf Mas, semalam aku ketiduran. Abis makan aku langsung tidur," ucap Febby langsung ke intinya."Ngga apa-apa," balas Dirga, tersenyum lebar mendengar suara lembut kekasih hati. "Sekarang kamu lagi ngapain? Kok tumben kamu yang megang hape. Ibu mana?""Ibu sama Ayah lagi ke toko ponsel. Mereka mau beliin aku hape baru. Ngga mungkin 'kan aku pake hape Ibu terus.""Hmm." Dirga manggut-manggut. "Sekarang kamu sama siapa? Sendiri?""Ngga, aku berdua sama Sisca di rumah. Emang kenapa?""Aku mau ke Bandung, boleh?""Eh! Kok ke sini? Emang masalah di sana udah selesai? Atau kamu mau bolak-balik Jakarta-Bandung? Ngga capek?"Dirga tersenyum, tak sabar ingin secepatnya memberitahu kabar gembira untuk Febby."Mas, kok diem?" ta
Andi melajukan mobil menuju kantor Polisi terdekat dengan perasaan bercampur aduk.Meremas stir mobil kuat-kuat, Andi menatap tajam ke depan seraya mengembus kasar.Deru napas memburu dengan detak jantung tak beraturan. Amarahnya membuncah setelah membaca surat perceraian dari Febby Fiolla_istri yang selalu dia banggakan di depan orang-orang.Dring!Baru setengah perjalanan, suara ponsel kembali berdering."Ck! Siapa sih! Ngga tahu orang lagi emosi!" gerutunya jengkel. Satu tangan mengambil ponsel di dalam dasbor dan melihat panggilan dari Anggun.Laki-laki berkumis tipis itu kembali menerima telepon dari mantan istri Dirga. "Apa lagi? Aku lagi buru-buru. Aku sedang dalam perjalanan menuju kantor Polisi.""Jangan gegabah Mas! Kamu harus punya strategi dulu untuk mengalahkan Mas Dirga. Kamu tahu 'kan mantan Papa mertuaku itu pensiunan Polisi. Apa kamu lupa soal itu? Jangan buru-buru. Tahan emosimu!"Deg!
~~Pagi hari~~Sama seperti pagi sebelumnya, Andi meminta Monica untuk memakai pakaian cosplay, namun kali ini dia menghubungi Edi dulu, memberi perintah pada karyawan satu-satunya itu agar menjaga pintu.Selesai menghubungi Edi, Andi menghubungi sang sekretaris."Kamu ambil pakaian hari Rabu ya," kata Andi berbicara dengan Monica di dalam telepon."Saya cosplay jadi Pramugari Pak?""Iya, kita terbang ke udara pagi ini," kekeh Andi."Tapi janji jangan cepet keluar ya, Pak. Kemarin baru dipegang udah crot. Terus lagi pemanasan malah ada tamu.""Iya, kamu jangan khawatir. Saya udah minum jamu pagi ini. Hari ini dijamin aman, Edi udah saya minta jaga pintu. Ngga akan ada yang ganggu kita lagi.""Oke deh kalau gitu. Jangan sampai kentang lagi. Saya 'kan penasaran pengen diehem sama Pak Andi.""Iya Sayang. Kamu tenang aja, nanti kamu ngerasain punya saya masuk ke punya kamu. Saya goyang kamu sampai lemes," ta
"Halo, Pak Dirga. Anda mendengar saya?" Suara Gunawan terdengar panik karena tak mendengar sahutan dari Dirga."Ma-maaf Pak Gunawan, saya sangat senang mendengar kabar dari Anda sampai kehabisan kata-kata. Terima kasih atas bantuannya, Pak." Dirga tersadar dari lamunan sekian detik."Sama-sama Pak Dirga. Semoga informasi dari saya bisa langsung Anda sampaikan pada yang bersangkutan. Besok pengadilan agama akan mengirim surat pemanggilan sidang pertama pada Pak Andi.""Pasti Pak, saya akan secepatnya memberitahu kabar gembira dari Anda ke Febby dan keluarganya. Sekali lagi terima kasih banyak.""Baik Pak, kalau begitu saya sudahi dulu. Selamat malam.""Malam Pak Gunawan," sahut Dirga mengakhiri telepon. Ia memasukkan ponsel ke dalam dasbor sambil tersenyum lebar. "Sebentar lagi. Sebentar lagi kamu jadi istri Dirga Dewanto."Selesai berbicara dengan Gunawan, Dirga kembali fokus melajukan mobil menuju Bogor_rumah kedua orang tuanya.
Yang dirindukan setengah mati, sedang merindukan setengah mati juga. Dirga duduk termenung di dalam mobil sambil menatap foto Febby yang dijadikan pajangan di atas dasbor."Aku kangen kamu, Baby. Gimana kabarmu, hem? Gimana kabar anak kita? Dia baik-baik saja 'kan? Dia pasti kangen Papanya." Dirga tersenyum lembut, membayangkan pergumulan panas semalam yang membuatnya tidak bisa tidur.Saat sedang termenung menikmati suasana sepi di dalam mobil, tiba-tiba kaca mobilnya diketuk seseorang.Dirga menoleh ke kaca jendela, melihat Edi_karyawan Andi yang memiliki janji temu dengannya tadi.Ia membuka kaca, dan berbicara dengan Edi, "Letakan kamera pengintai ini di dalam ruangan Andi!" kata Dirga memberikan tiga kamera yang memiliki bentuk sangat kecil, pada Edi.Laki-laki kurus itu menundukkan tubuh, "Tapi saya takut ketahuan, Pak." Tangan Edi gemetar, berkeringat.Dirga menatap tajam, satu tangannya mengeluarkan berkas dari dalam tas
"Sisca! Mana susunya?" seru Febby dari dalam kamar mewah bernuansa pink-putih, lengkap dengan hiasan boneka Hello Kitty."Sabar Teh, ini lagi dibawa ke kamar," sahut Sisca berjalan cepat ke kamar sepupunya sambil membawa nampan dengan kedua tangan. Ia membuka pintu kamar lebar lalu melangkah masuk.Febby tersenyum simpul melihat Sisca membawa susu hangat pesanan. Ia berdiri dari ranjang, menghampiri Sisca dan membantu membawa nampan itu."Makasih ya," ucap Febby pada wanita yang memiliki usia lebih muda satu tahun darinya. "Udah cantik, baik, rajin. Sepupu aku emang best," puji wanita hamil itu pada satu-satunya sepupu kandung dari keluarga Inneke.Sisca, adalah anak dari adik Inneke yang menikah dengan pedagang gorengan di pinggir jalan. Adiknya juga hanya memiliki satu anak, yaitu Sisca."Sama-sama Teh, diminum dulu susunya." Sisca melangkah mendekati kursi di depan meja rias lalu duduk. "Teteh mau cemilan sekalian? Aku ambilin ya."