Aku mengamati semua ruangan. Jantungku berdetak kencang ingin sekali menemui pujaan hatiku. “Cinta … aku sangat mencintaimu. Jangan pernah kau pergi meninggalkan aku. Aku memang laki-laki tidak tahu diri. Berengsek! Aku akan mengejarmu walaupun kamu tidak mau. Tapi, jangan jauh-jauh ya!” teriakku kencang dan masih tidak menemukan dirinya. Dia tidak juga muncul. Aku menarik napas, mengaturnya agar tidak sesak.
“Cinta … I LOPE KAMU!”
Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Cinta melompat dan memelukku. Kini dia menatapku dengan berlinang air mata.
Ini adalah sesuatu yang sangat membahagiakan hatiku. Cintaku telah kembali dalam waktu singkat dan tidak aku duga sama sekali.
“Cinta, kau benar-benar dirimu? Aku bukan mimpi, kan? Atau kamu …” Cinta mengernyit menatapku. Dia berkata, “Dedemit, maksud kamu?” Dia mencubit perut rataku kayak roti sobek. “Aww!” ucapku spontan terkekeh.
Tidak aku percaya masa dia meneleponku bagaimana cara mengganti popok?”Heh dasar penculik kamu! Awas ya sampai anakku sedikit saja pokoknya tidak kamu ganti, tak kruwes kruwes kamu!”Cinta segera menolehkan pandangannya ke arahku. Dia melotot sembari menggeleng. Lalu dia merebut ponsel yang sudah aku genggam.“Cepat gantikan pokoknya dengan yang bersih. Pakai merek yang paling mahal. Karena aku menggunakan itu. Beli di supermarket dan belilah yang banyak. 1 anak bisa menghasilkan 10 box berarti kamu harus membelinya 20 box. Ngerti kamu!”Cinta membentak penelepon itu. Dia mengurut keningnya yang sangat pusing. Aku sangat paham dengan perasaannya. Lebih baik aku yang memegang ponsel itu kembali.“Cinta. Aku tahu kamu ingin menolong anakmu. Tapi ini juga anakku. Sebaiknya kamu menenangkan hati mu di rumah dan menunggu kabar dariku. Itu adalah keputusan yang sangat baik.”“Kamu pikir aku bisa tenang ka
Kami bertiga melotot tajam ke arah Leo yang menggunakan ... Dia memegang sesuatu dan memilih semua ...“Agus! Kamu sudah salah menuduh orang. Gimana ini Gus?” kata Rahman sambil menunjukkan jari tepat ke arah Leo yang membawa banyak sekali celana dalam wanita dalam berbagai warna.“Mana aku tahu. Suaranya itu persis sama dengan Leo. Becek seperti itu! Kalau ndak dia, lalu siapa lagi, Rahman?”“Oh my God! Ternyata kita salah masuk, guys. Biarkan aku berbicara dengannya. Kalian diam di sini.”Kali ini kami menuruti Ben. Semoga saja dia memiliki rencana yang cemerlang.“Man! Kenapa memeluk lenganku seperti itu? Kamu itu laki-laki.”“Bukan begitunya, Gus. Aku itu takut karena kita sudah salah menuduh orang. Nanti kita ini bisa dimasukkan ke dalam kantor polisi karena sudah mengganggu ketentraman orang lain. Lihat para pengawalnya itu, sudah mulai mau menyerang kita. Lalu kita ini harus bagaim
Tidak aku percaya dengan apa yang aku lihat. Ternyata yang menculik si kembar adalah lelaki yang sudah menghamili wanita itu saat berada di Paris. Makanya aku tadi sempat berfikir orang yang mengancam Rahman dan akan membunuhnya, ternyata memang benar dia.“Kamu untuk apa menculik si kembar? Mereka berdua tidak ada kaitanya dengan masalahmu. Mereka anak kecil yang tidak mempunyai dosa. Untuk apa kamu menculiknya?” kataku tegas sembari menunjukkan jari ke wajahnya yang masih garang menatapku.“Kalau aku tidak menculik anakmu, laki-laki berengsek itu tidak akan pernah datang ke sini. Akhirnya aku menemukan kamu juga. Sekarang kamu harus menandatangani surat perceraian kamu, sama wanita yang aku cintai.” Lelaki yang masih saja protes itu semakin membuat kami kwalahan.“Loh, aku ini tidak pernah menikah sama dia. Menikah saja tidak, kok harus bercerai? Ini gimana Gus?” Rahman masih saja kebingungan. Wajahnya sudah sangat pucat. Ak
Leo menghentikan mobilnya dengan mendadak. Kami semua di dalam mobil melotot tajam. melihat keempat wanita dengan sangat-sangat keren berdiri sambil menghadang kami. Tapi keempat wanita itu sangat tidak asing.“Minah?” Rahman berteriak di sebelahku, membuat aku terperanjat.“Cinta, Mira, Intan?” ucapku juga yang sangat keras membuat Leo dengan Ben menepuk jidatnya. Pengawal dan lelaki itu berlari hingga akhirnya sudah berada di sebelah mobil kami.“Kenapa semua wanita itu tiba-tiba menghalangi kita, hingga kita tidak bisa melarikan diri!” protes Leo yang sangat kesal.“Iyo, Agus! Kita ini sedikit lagi loh, bisa lolos dari lelaki yang tidak jelas itu. Namun kenapa berhenti, dan sekarang mereka menangkap kita kembali.” Rahman lemas menyandarkan punggung ke belakang.“Aku sendiri tidak tahu, Man. Ternyata para wanita ini sudah merencanakan sesuatu untuk ikut menolong kita. Namun tidak tepat waktuny
Minah menarik Rahman, mencium bibirnya seperti itu. Semua mata melotot melihatnya. Kami semua terkekeh melihat Rahman tidak bisa berciuman dengan baik, malah Minah yang sangat liar melakukannya. Rahman berdiri tegak kayak patung. Hahaha, aku semakin pengin ketawa. Sementara semua orang terus menganga melihat pertunjukan itu.“Rahman, come on! Carilah kamar kalian!” Ben melakukan protes, namun saat akan mencium Mira malah mendapatkan tamparan. “Plak!”“Mira, aku hanya mau sedikit saja menikmati bibirmu semerah bunga mawar,” rayunya membuat Mira menggeleng cepat. Sementara Leo hanya tersenyum malu di depan Intan.Syukurlah semua masalah berakhir, dan aku bisa pulang dengan kebahagiaan.**Kami sudah sampai di rumah orang tua Cinta. Mereka sangat bahagia mendengar tawa kembar, apalagi kami yang sudah rukun.“Kamu memang hebat, Agus. Bisa membawa kembar dalam waktu singkat. Bapak sudah menghubungi Pak Po
Kami semua melotot melihat kembar ternyata …“Kenapa mereka sama-sama memegang buku tulis?” Ini sama sekali tidak kami sangka. Ternyata mereka memegangnya dalam waktu bersamaan. Hanya perbedaannya, mereka memegang dengan posisi yang berbeda. Nanta sangat serius, sementara Laga dengan sangat santai.“Agus. Ternyata si kembar sama-sama memegang buku tulis. Waktu yang mereka lakukan juga sama persis. Apakah semua anak kembar seperti itu?” Kata Cinta menatapku dengan resah. Sementara aku menatap Sesepuh dan Bapak yang sepertinya saling berdebat. Lebih baik aku mendekati mereka. Bagaimanapun juga si kembar adalah anakku. Bapak kandungnya yang harus menentukan masa depan mereka itu bagaimana.“Cinta, aku mau mendekati Bapak untuk membicarakan masalah ahli waris. Ini tidak boleh berlarut-larut. Masalah ini harus segera diselesaikan. Jika memang kembar melakukan sesuatu selalu bersama-sama, mungkin ini takdir mereka juga untuk dijadi
Cinta masih menangis berada di pinggir jalan. Dia menolehkan pandangannya ke kanan, lalu ke kiri, sepertinya akan menyebrang. Sebuah truk melintas dengan sorotan lampu yang sangat menyilaukan. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Spontan Aku berlari sangat kencang mendekati Cinta dan, “Cinta awas!” Untung saja aku bisa menarik tubuhnya lalu mendekapnya. Dia menangis tersedu-sedu di dalam pelukanku.“Cinta kamu jangan seperti ini! Kalau terjadi apa-apa sama kamu, lalu kembar dan aku bagaimana? Aku sangat tahu kamu memikirkan masalah ini. Aku pun, juga seperti itu. Jadi kamu sebaiknya menenangkan diri, jangan berbuat macam-macam.”“Aku tidak suka dengan cara mereka, suamiku. Aku hanya ingin menjalani kehidupan biasa saja. Semua harta dan kedudukan yang kita miliki tidak seindah yang mereka bayangkan.”Tanpa berbicara lagi, aku menggendongnya, lalu membawa Cinta untuk menghindar dari jalanan.“Mbak cint
Cinta tersungkur ke depan, dan dia terjebur!“Cinta!”Aku berlari kencang. Jalanan tidak terlihat, apalagi gelap sperti ini. Sungai dengan arus deras. Itu yang lihat. Cinta! Bagaimana dengan dia?“Cinta!”“Pak, ada apa?” tanya seorang warga mengejutkanku. “Pak, istriku tersungkur dan jatuh di sungai. Bagaimana ini, Pak,” jawabku dengan panik. Aku tanpa berpikir lagi, membuka semua baju dan menjeburkan diri ke sungai. “Byur!”“Pak, hati-hati, arus deras!” teriak warga itu yang sedikit samar aku dengar karena masih menyelam mencari Cinta.“Cinta, kamu di mana?” Aku mengamati semua arah, kemudian menyelam lagi. Dia tidak ada. Aku sangat panik. Cinta … kenapa kau teledor seperti ini? Jangan pernah melakukan hal bodoh jika mengalami semua masalah. Jika seperti ini, bagaimana nantinya dengan anak-anak.“Cinta!” teriakku sekali lagi masih b