Apa yang ditakutkan oleh Diana, akhirnya terkuak juga. Sepucuk surat yang dilayangkan oleh ketua tetua adat kampungnya ,meminta kehadiran keluarganya dan dirinya ke rumah ketua adat dalam rangka menindaklajuti pelanggaran yang telah Diana lakukan. Sudah pasti sangsi yang akan diterima oleh Diana dan keluarganya.
“Maaf, Pak Wardi! Saya mengantarkan surat dari ketua adat kita,” ucap seorang pemuda suruhan Pak ketua adat menyampaikan sepucuk surat panggilan untuk Diana dan keluarganya.
“Baik, terima kasih!” ucap Pak Wardi kepada pemuda tadi.
“Surat apa, Pak?” tanya Ibu kepada Bapaknya Diana penasaran ingin tahu.
&
Diana hanya meminta waktu seminggu kepada kaum tetua adat untuk meninggalkan kampung halamannya. Waktu sepekan tersebut akan digunakan untuk mengurusi semua surat menyurat keperluannya untuk pergi merantau ke luar negeri, sekaligus untuk mencurahkan waktu sepuasnya mengasuh Maya anaknya. Kepergiannya akan memakan waktu yang lama, sehingga tidak mungkin ketika dipertemukan dengan anaknya, Maya sudah menjadi gadis remaja. “Ibu, sini Maya biar kubawa bermain dulu sampai puas, bukankah nanti lama aku bisa bertemu Maya lagi. Bukan tidak mungkin Maya sudah besar ketika aku pulang!” pinta Diana lirih sambil menggendong anaknya. Waktu akan terasa sangat lama untuk dapat bertemu dengan anaknya, sebab Diana harus menabung guna membeli pekarangan dan membangun rumah ke kampung sebela
Suasana penampungan yang berada di tengah kota metropolitan memudahkan akses tele komunikasi dan transportasi dari dan menuju lokasi penampungan Tenaga Kerja Wanita, tempat Diana di karantina selama beberapa bulan lamanya. Diana termasuk salah satu peserta pelatihan praktik kerja yang mudah menangkap dan memahami instruksi yang diberikan oleh trainer dengan cepat. Kecerdasan yang dimiliki oleh Diana mungkin berada di atas rata-rata kemampuan banyak wanita lainnya, sehingga dia termasuk salah seorang peserta terbaik yang menjad primadona disana. Kecakapan dan kegesitan Diana dalam menjalankan instruksi dari pelatih menyebabkannya mendapat persaingan dari teman se karantinanya yang merasa cemburu dengan kelebihan yang dimiliki Diana dalam menangkap setiap perintah yang diberikan dalam p
Diana menangis histeris diujung ranjang, dia meratapi dirinya yang telah dinodai oleh seorang pria yang tak dikenalnya. Pria biadab dengan kasar merenggut mahkota berharga miliknya begitu saja tanpa dihalal terlebih dahulu, satu kesalahan terbesar telah menodai kehidupannya yaitu dosa zina. Tapi dirinya dalam keadaan tidak berdaya, bukan dilakukan atas dasar suka sama suka melainkan dilakukan dalam keterpaksaan atau pemerkosaan lebih tepatnya. “Sudah, janganlah kamu menyesalinya. Toh, kamu juga bukan lagi seorang perawan!” ucap pria tadi menyindir kesedihan Diana yang masih terus menangisi keadaan dirinya. “Bapak bisa berkata seperti itu. Dasar bejat! Tidak punya perasaan sedikitpun
Diana sudah mandi, sarapan dan membantu Mbah Paniyem membersihkan rumahnya saat seorang pemuda terhuyung berjalan memasuki rumah hingga menyenggol benda-benda yang berada di dekat kakinya. Dari mulut tercium aroma sendawa minuman yang mengandung alkohol. “Tono!” teriak ibunya memaki ketika tak sengaja kakinya menumpahkan ember yang berisi air untuk mengepel lantai rumah.“Ini anak kerjanya cuma mabuk saja!” Seorang pria muda dengan tubuh atletis memasuki rumah dalam keadaan teller sehabis menenggak minuman keras, seperti bir atau lainnya. Pria muda yang dipanggil Tono oleh Mbah Paniyem ini masih berumur sekitar dua puluh lima tahun dengan tubuh kekar dan berotot serta bertato naga di lengan kirinya. Sepertinya pria ini menyandang masalah social yang memerlukan pertolo
Suasana pagi yang cerah, cahaya mentari tampak garang menyinari alam semesta. Panasnya mulai terasa mengenai kulit wajah yang terkena pancaran cahayanya. Terlihat keramaian mulai tampak di lokasi penampungannya Diana. Hiruk pikuk serta riuh rendah suara para penghuninya membuat kesibukan masing-masing. “Hai, Diana. Apa kabar?” tanya Mbak Minayah menemuinya di aula menebar senyum seakan tak terjadi apa-apa diantara mereka. “Baik, Mbak!” jawab Diana tenang membalas senyum Mbak Minayah. “Ceritain ya bagaimana cara kamu bisa keluar penyekapan?” kata Mbak MInayah menyeledik. 
Sore harinya, terlihat Mbak MInayah menemui Diana di kamarnya. Sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikannya sehingga harus bertemu langsung tanpa diketahui oleh orang lain. “Ada apa, Mbak?” ucap Diana menanyai Mbak MInayah ada keperluan apa dirinya sengaja bertamu ke kamarnya. “Boleh, Mbak masuk?” tanyanya memohon. “Boleh!” jawab Diana mempersilahkan mbak minayah masuk. “Tutup pintunya, Diana!” pintanya agar Diana menutup pintunya. Diana masih ter
Tinggalkan Diana dengan kisahnya yang sedang menunggu masa keberangkatan ke luar negeri. Kini saatnya kita menengok ke kampung halaman di mana orang tua dan anaknya, Maya ditinggalkan. Sejak kepergian Diana meninggalkan kampung halamannya, tetua adat bermusyawarah kembali karena banyaknya permintaan masyarakat adat untuk memberikan sangsi yang sama kepada kedua orang tua Diana yaitu diusir dari kampungnya. Pengusiran keluarganya agar memberikan efek jera bagi kaum adat yang lainnya sehingga tidak berani melanggar hukum adat dan ke depannya tidak akan ada lagi warga yang berani menentang hukum adat karena takut kehilangan harta benda dan diusir dari ke luar kampung. Dengan demikian akan memudahkan tetua adat dalam memimpin kaumnya agar kembali rukun dan damai, menuruti semua titah hokum adat yang berlaku sekalipun menurut pandangan sebagian warga sudah tidak relevan dengan kemajuan zaman
Tiga hari kemudian, sekelompok kaum batin muda berkumpul di suatu tempat yang biasa mereka berkumpul membahas belum berhasilnya tetua kampung mengusir keluarga Pak Wardi dari kampung adat mereka. Mereka menganggap tetua kampung gagal dalam menjalankan misi yang mereka sampaikan sehingga mereka sepakat untuk melaksanakan eksekusi sendiri kaum batin muda tanpa meminta izin atau ikut campur kaum tetua adat lagi yang dianggap lamban dalam menyikapi suatu masalah. “Kita kaum batin muda harus bertindak sendiri, sepertinya tetua adat gagal membujuk keluarga Pak Wardi untuk meninggalkan kampung adat kita,” ucap sekretaris batin muda memulai orasinya di hadapan teman-teman anggota perkumpulan batin muda di kampungnya. “Iya, sepertinya kaum tua terlalu lemah dan mudah kasihan