Share

ancaman

''Tidak usah basa-basi, cepat katakan apa yang kau inginkan,''

''Hahaha, kamu benar-benar tidak bisa diajak bercanda, ya.'' Wanita itu tertawa lebar, sepertinya dia benar-benar sudah tidak waras, bagaimana mungikin dia bisa tertawa seperti itu di tempat ini.

''Hm … baiklah kalau begitu, langsung saja. Aku menginginkan rumahmu.''

''Apa?!'' Aku terkejut dan sontak langsung kembali melihat wajah menor yang dihiasi senyum liciknya itu.

''Loh? Kenapa sampai terkejut begitu? Tadi katanya aku harus langsung saja tidak usah basa-basi, tapi sekarang setelah kusampaikan apa yang kuinginkan reaksimu malah malah seperti itu.''   

Wanita ini benar tidak tahu diri, tidak tahu malu, terbuat dari apa hatinya? atau mungkin dia sudah tidak punya hati? Bagaimana mungkin dia menginginkn rumahku dan ibu. bukankah dia sudah punya rumah? Bahkan jauh lebih bagus dari rumah kami.

''Kenapa kau menginkan rumah itu?''

''Tidak ada. Hanya saja dulu harusnya rumah itu adalah milikku, tapi Fatimah malah mengambilnya. Apakah salah jika aku mengambilnya kembali?''

Miliknya katanya? Kapan pula rumah itu menjadi miliknya? Sejak aku lahir sampai sekarang aku selalu tinggal di rumah itu bersama ayah dan ibu. Kalaupun yang dikatakanya itu benar, kenapa baru sekarang setelah orang tuaku itu tiada?

''Aku tidak akan memberikannya padamu.''

''Aku sudah tau kamu pasti akan mengatakan seperti itu, makanya untuk jaga-jaga aku sudah punya rencana cadangan agar kamu mau memberikan rumah tersebut, atau mungkin malah harus memberikannya padaku.''

Rencana? Apa lagi yang akan di lakukan wanita ini? Aku benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang dia  lakukan. Bagaimana mungkin dia  menginginkan rumah yag menjadi harta sau-satunya yang ditinggalkan ibu hanya untuk memuaskan hatinya tanpa alasan yang jelas. Parahnya lagi dia mengatakan hal itu di depan pusara ibu yang baru beberapa saat lalu di makamkan.

Apakah dia masih ingin balas dendam karna perbuatanku pada anaknya itu. Tapi apakah harus sampai seperti ini? Belum cukupkah baginya apa yang sudah dia lakukan padaku dengan sudah membuat ibu jadi seperti ini?

Padahal tadinya aku mengira Tante Mia sudah berubah, saat kulihat dia juga ikut mengantarkan ibu ke rumah sakit, dan mungkin karna ada keperluan mendadak jadi dia tidak bisa menemani sampai selesai. Ternyata semua perkiraan itu salah. Orang seperti Tante Mia ini tidak akan mungkin berubah secepat itu hanya karna melihat kakaknya pingsan. Bahkan setelah ibu tiada pun, itu masih belum cukup untuk membuatnya sadar dan berubah.

''Aku tidak peduli dengan rencana kotormu, karna aku tidak akan pernah memberikan rumah itu.''

''Apakah kamu yakin? Apakah kamu tidak ingin mendengarkan dulu apa yang sudah kurencanakan sebelum memberikan keputusan seperti itu?''

Aku hanya diam saja tidak mau mau menanggapi lagi apa yang wanita itu bicarakan. Aku berdiri dan pergi meninggalkannya sendirian di pusara ibu. Padahal tadi aku sudah berniat untuk menemani ibu sebentar lagi, tapi karna wanita ini tiba-tiba datang dan mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal, membuat moodku berubah dan ingin segera pergi saja.

Aku berjalan sendirian meninggalkan tempat pemakaman umum yang merupakan rumah tempat tinggal ibu sekarang. Hari sudah mulai gelap, di atas sana cerahnya langit sudah mulai terhalang oleh selimut kelabu yang berisi tetesan hujan. Sepertinya apa yang dikatakan wanita licik itu benar, hujan akan turun.

''Hei! Apa yang sedang kalian lakukan?!'' Aku berteriak dan langsung berlari saat melihat ada beberapa orang laki-laki preman sedang mengeluarkan barang-barangku dari dalam rumahku sendiri.

Aku memunguti barang-barang yang sudah berserakan di tanah dan ingin membawanya masuk kembali ke dalam rumah, Namun salah seorang dari preman itu menghalangiku untuk masuk, apa yang orang ini lakukan? Inikan rumahku, kenapa dia malah melarangku memasuki rumah sendiri?

''Minggirlah, apa yang kau lakukan?'' Aku berusaha untuk  mendorong tubuh besar preman  untuk masuk kedalam rumah. Namun sia-sia, tubuhku yang jauh lebih kecil tidak sanggup untuk melakukannya.

''Kalian ini siapa? Kenapa seenaknya saja mengeluarkan barangku dari rumahku sendiri? Apa yang kalian inginkan!'' Aku berteriak keras menatap tajam satu per satu preman yang hanya di balas dengan ekspresi datar tanpa kata oleh mereka.

''Cepat bicara! Apa kalian semua bisu!'' teriakku kembali, tapi para preman ini lagi-lagi hanya diam tidak mau menjelaskan maksud dari perbuatan yang sudah mereka lakukan.

Sebuah mobil sedan hitam tiba-tiba berhenti di depan kami, aku sangat mengenal siapa pemilik kendaraan itu. Sepertinya sekarang aku sudah bisa menebak siapa yang patut di mintai pertanggungjawaban dari ini semua.

Seorang wanita berdandan menor menggunakan heels yang sangat tinggi keluar dari mobil itu. apa tadi dia juga menggunakan sepatu seperti itu saat di pemakaman? Dia berjalan mendekatiku, terlihat dari tadi senyuman selalu menghiasi wajahnya. Bagaimana mungkin dia terlihat begitu bahagia saat kakak kandungnya baru saja dimasukkan ke dalam tanah? Dia sungguh tidak waras.

''Hey Zahra, harusnya tadi kamu jangan main pergi begitu saja agar Tante bisa mengantarkanmu pulang ke rumahmu. Eh, tapi sekarang rumah ini sudah menjadi milik Tante, ya'' ucapnya saat sudah berada di hadapanku.

''Kenapa kau tiba-tiba  menyuruh orang=orang ini untuk mengeluarkan barang-barangku dari rumahku sendiri?''

''Eh, tiba-tiba bagaimana? Tadi, kan sudah bilang, apa kamu tidak ingat?'' Wanita itu memegang daguku sehingga aku terpaksa melihat wajah busuknya itu.

''Kau benar-benar tidak waras!'' Aku beteriak di hadapannya sebelum menepis pegangan tangan kotornya dari daguku.

''Jadi hanya ini rencana kotormu itu? Aku tidak akan gentar dan semudah itu memberikan rumah ini begitu saja!''

''Aku sudah tau kamu tidak akan mudah menyerah, makanya aku sudah susun banyak sekali rencana cadangan,'' Wanita itu tersenyum sinis padaku menampakkan dengan jelas begitu licik dirinya.

Tante Mia mengambil sebuah benda pipih dari tas yang berada di pergelangan tangganya, lalu sibuk sendiri dengan benda itu. Beberapa saat kemudian tampak keluar seorang pria dari mobil sedan hitam tadi , dengan pakaian rapi di lengkapi dengan jas hitam. Orang itu berjalan ke arah kami sambil membawa sebuah map coklat di tangan, lalu menyerahkan pada wanita licik itu.

''Di dalam sini terdapat rencanaku yang terakhir, aku yakin kamu tidak akan punya pilihan lain selain menyerahkan rumah ini padaku. Namun rasanya aku sangat salut dengan kegigihanmu itu, jadi aku memutuskan untuk menggunakan semua rencana yang kupunya, sayang jika langsung menggunakan rencana andalan. Aku sudah capek memikirkan, tapi tidak dilaksanakan.'' Ucapnya sambil mengibaskan map itu di wajahku.

''Aku sama sekali tidak takut dengan apapun rencana kotormu.''

''Tidak apa, aku tidak menyuruhmu untuk takut pada rencanaku. Tapi yang kuinginkan kamu takut pada konsekuensi yang akan terjadi, jika masih saja tidak mau menyerah.''

''Aku tidak akan pernah meninggalkan rumah ini dan pindah kemanapun, kau tidak usah bermimpi!''

''Bagaimana kalau kamu diharuskan untuk meninggalkannya, karna harus pindah ke penjara?''

''Pe~penjara?''

   

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status