Ajari Aku Bahagia

Ajari Aku Bahagia

Oleh:  Nurwa  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
12Bab
1.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aku berdiri dengan tangan masih memegang sebuah gunting yang sekarang sudah berlumur darah Rian. Yah, laki-laki itu sudah menerima akibat dari perbuatan tidak pantasnya padaku. Aku juga tidak menyangka sampai berbuat nekat, dan hampir saja menghilangkan nyawa sepupuku. Untung saja dia tidak sampai mati. Walaupun, sebenarnya aku ingin sekali mellihatnya terbujur kaku. Akibat kejadian hari itu Mama jatuh sakit. Sehingga wanita yang menjadi sumber semangatku itu juga pergi untuk menemui Papa di syurga. Mereka berdua telah meninggalkanku sendiri, menjalani hidup di dunia yang orang-orangnya sudah menganggapku gila. Namun, sebelum pergi Mama berwasiat agar aku menemui Paman Hasan di Jakarta. Beliau adalah satu-satunya keluarga yang kupunya. Di perjalanan menuju Jakarta aku bertemu dengan Haziq, aki-laki aneh yang selalu membawa untaian tasbih di tangannya. Dia mengatakan akan menikah denganku. Hahaha …lucu sekali. Tapi, apakah dia serius?

Lihat lebih banyak
Ajari Aku Bahagia Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
12 Bab
awal
  ''Zahra! Apa yang sudah kamu lakukan pada Rian!'' Aku menoleh ke arah sumber suara, tampak seorang wanita berbadan gemuk dengan dandanan menor sedang berdiri di depan pintu kamar ini. Dia terlihat sangat panik saat melihat apa yang telah terjadi kepada putra kesayangannya, seketika air mata mulai mengalir menghapus riasan tebal yang mulai tidak beraturan. ''Dasar gadis gila! Gadis tidak tau diri! Apa kamu mau membunuh anakku?'' Kembali wanita itu berteriak sambil menangis dan mncoba merangkul tubuh anaknya yang sudah bersimbah darah. ''Anakmu itu belum mati, dia hanya pingsan. Cepat bawa dia ke rumah sakit, atau kau mau dia mati sekarat di tempat ini?'' ucapku santai smbil berjalan ke arah pintu, lalu melemparkan gunting yang tadi kugunakan untuk menyerang laki-laki breng*k yang sesaat lalu sudah berani mecoba berbuat yang tidak pantas  padaku. ''Kau mau kemana? Kau h
Baca selengkapnya
pembalasan
''Dasar kau gadis gila! Hei, cepat kau habisi dia. aku sudah tidak tahan melihat wajahnya.'' Laki-laki preman tadi kembali mendekatiku yang masih terduduk di lantai, lalu mengambil gunning yang tadi dilempar Tante Mia. ''Hentikan! Aku percaya pada Zahra. Anakku ini tidak mungkin melakukan hal itu sembarangan tanpa alasan yang kuat.'' Ibu berteriak sambil memelukku lagi. Laki-laki preman itu menarik kasar tubuhku dari pelukan ibu, dia menyeretku ke hadapan Tante Mia. Tampak wanita tersenyum lebar saat aku terjatuh dan hampir mencium kaki busuknya. Kurasa dia lebih pantas dipanggil wanita gila saat ini. ''Apa yang sudah terjadi?!'' Terdengar seseorang berteriak di depan pintu yang sedang terbuka. Itu adalah  Pak Ketua RT. Beliau datang bersama beberapa warga lain di belakangnya  Syukurlah Pak RT akhirnya datang juga, aku tidak tahu apa yang akan di lakukan Tante Mia dan preman itu pad
Baca selengkapnya
ibu
 ''Ibu!' Aku menghampiri dan coba menggoyangkan tubuhnya. Tapi ibu tidak merespon, matanya yang sembab itu tertutup, ibu hanya diam. ''Zahra, apakah ibumu pernah pingsan seperti ini sebelumnya?'' tanya Pak RT melihatku. ''Setahu saya tidak, Pak. Tapi, akhir-akhir ibu memang sering  terlihat minum obat, katanya itu hanya obat sakit kepala biasa. Jadi saya tidak terlalu khawatir,'' ''Ibumu itu menderita kanker darah,'' sahut Tante Mia tiba-tiba. ''A`apa! Ka~kanker? Itu tidak mungkin, karna ibu tidak pernah menceritakan kalau dia sedang sakit padaku.'' Aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan Tante Mia, wanita itu pasti mengarang cerita lagi, tidak mungkin ibu sakit. Ibu tidak mungkin menyembunyikan hal seperti ini padaku, ibu juga terlihat baik-baik saja sebelum aku pindah.  ''Ibumu memang sengaja merahasiakan tentang penyakit
Baca selengkapnya
tawaran
Dokter kembali menyuruhku menunggu di luar saat kusampaikan keadaan ibu, sedangkan dia dan Para Perawat segera masuk dan kembali menutup pintu. Lagi-lagi aku diminta untuk menunggu. Aku berjalan mondar-mondir di depan ruangan ibu sambil sesekali berusaha mengintip ke dalam lewat kaca pintu. Terlihat dokter  sedang  menggosokkan dua buah alat seperti setrika kecil lalu meletakkanya di dada ibu.  Alat itu membuat ibu seperti terkena kejut listrik, tapi  kulihat ibu belum mau membuka mata. Apa yang terjadi? ''Pak, ibu pasti baik-baik saja, kan?'' Kuajukan pertanyaan pada Pak RT untuk berusaha menghalau prasangka buruk yang sudah mulai menjalar di pikiran. Pak RT hanya diam tidak menjawab, wajahnya terlihat berbeda. Terlihat dengan jelas raut kekhawatiran di sana, berbeda dengan saat sebelum aku masuk ke dalam menemui ibu yang lebih terlihat tenang. Apa yang tadi sudah di bicarakannya dengan  Bu Dokt
Baca selengkapnya
ancaman
''Tidak usah basa-basi, cepat katakan apa yang kau inginkan,'' ''Hahaha, kamu benar-benar tidak bisa diajak bercanda, ya.'' Wanita itu tertawa lebar, sepertinya dia benar-benar sudah tidak waras, bagaimana mungikin dia bisa tertawa seperti itu di tempat ini. ''Hm … baiklah kalau begitu, langsung saja. Aku menginginkan rumahmu.'' ''Apa?!'' Aku terkejut dan sontak langsung kembali melihat wajah menor yang dihiasi senyum liciknya itu. ''Loh? Kenapa sampai terkejut begitu? Tadi katanya aku harus langsung saja tidak usah basa-basi, tapi sekarang setelah kusampaikan apa yang kuinginkan reaksimu malah malah seperti itu.''    Wanita ini benar tidak tahu diri, tidak tahu malu, terbuat dari apa hatinya? atau mungkin dia sudah tidak punya hati? Bagaimana mungkin dia menginginkn rumahku dan ibu. bukankah dia sudah punya rumah? Bahkan jauh lebih bagus dari rumah kami.
Baca selengkapnya
drama tante mia
 ''Pe~penjara?'' Aku berusaha untuk terlihat tenang, walaupun sebenarnya sempat terdapat rasa takut di dalam hati mendengar kata itu. Memangnya siapa di dunia ini yang mau tinggal dan terkurung di sana? ''Kenapa? Apakah kamu mulai takut?'' tanya Tante Mia diiringi senyum sinis melihatku. ''Kau tidak akan bisa memenjarakanku hanya karna tidak mau pergi dari rumah sendiri,'' Jawabku santai. ''Tentu saja bukan karna hal itu, Keponakanku sayang. Apa kamu tidak ingat apa yang sudah kamu lakukan pada anakku? Ternyata kejadian itu sekarang malah menguntungkan, aku harus berterimakasih padamu karna sudah mempermudah jalan untuk membalaskan dendamku selama ini.'' Sekarang apa yang wanita licik ini katakan? Lagi-lagi dia mengatasnamakan dendam. Dendam apa? Dendam kepada ibu? Apakah belum cukup baginya dengan semua yang telah terjadi pada ibu? Ibu sudah tiada, dan semua itu terjadi juga  tidak
Baca selengkapnya
Pak RT
CHAPTER 12   ''Kenapa kamu malah berbicara seperti itu kepada Tantemu sendiri?'' Suara wanita itu bergetar,  kulihat wanita mengusap mata seolah menagis. Aku yakin itu adalah air mata palsu yang merupakan bagian dari rencana busuknya.  Bisa-bisanya dia menjual air mata kebohongan hanya untuk menarik perhatian orang lain.  ''Zahra sungguh keterlaluan, kenapa dia bisa bersikap kasar begitu terhadap Tantenya sendiri?'' ''Sepertinya gadis itu mulai kelangan akal, karna kepergian ibunya.'' ''Sepertinya berita itu benar, gadis itu sudah gila''  Kalimat-kalimat seperti itulah yang jelas kudengar dari mulut para tetangga yang hanya berperan sebagai penontotn itu. Kenapa seenaknya saja mereka langsung  menghakimi hanya karna melihat satu kejadian yang belum tentu adalah sebuah kebenaran? Bahkan diantara mereka, dulu begitu ramah p
Baca selengkapnya
bu dokter
''Terimakasih karna Bapak selalu datang untuk menolong saya.'' ''Tidak masalah Nak Zahra, Bapak senang bisa membantu. Lagipula kita memang harus saling tolong, kan?'' jawab Pak RT tersenyum ramah. ''Hm … Pak, apakah di dalam penjara itu enak?'' ''A~apa!?'' Pak RT terlihat terkejut dengan pertanyaanku sampai-sampai minuman yang baru saja diteguk hampir membuat laki-laki baik itu tersedak. ''Kenapa kamu bertanya seperti itu?'' ''Tante Mia mengatakan akan memasukkanku ke sana.'' ''Kenapa?'' Aku menceritakan semua yang telah kualami selama satu bulan tinggal di rumah Tante Mia. Mulai dari semua perlakuan buruk wanita itu, janji palsunya untuk menguliahkanku, sampai dengan aksiku yang hampir membunuh Rian untuk membela diri dari  perbuatan tidak pantas laki-laki brengs*k itu. Tidak ada satu bagian pun yang terlewat kuceritakan. Bah
Baca selengkapnya
surat ibu
Setelah menyampaikan rasa belasungkawa, Bu Dokter pamit untuk kembali ke rumah sakit untuk kembali berugas. Namun beberapa ssat kemudian Beliau datang kembali dengan membawa sebuah kotak merah, lalu memberikannya padaku. Katanya kotak itu adalah barang yang dititipkan ibu untukku, yang akan  diberikan jika nanti terjadi sesuatu padanya. Segera kubuka kotak merah yang dihiasi sebuah pita kecil lucu di atasnya itu, terdapat sebuah jilbab khimar panjang, sebuah amplop dan sepucuk surat di dalamnya. Assalamualaikum, Nak. Ibu berharap saat membaca surat ini kamu dalam keadaan sehat, tidak dalam keadaan sulit, dan semuanya baik-baik saja. Zahra pasti marah karna ibu tidak memberitahukan tentang penyakit ini. Ibu hanya tidak mau Zahra bertambah sedih, apalagi semenjak ayah pergi Zahra telihat sangat tertekan. Ibu menulis sur
Baca selengkapnya
boleh kuanggil ayah?
 Pagi setelah sholat subuh aku sudah siap dengan sebuah tas besar yang berisi berbagai perlengkapan yang kubutuhkan selama perjalanan ke Jakarta. Ada berbagai macam perasaan yang saat ini kurasakan, mulai dari rasa khawatir, takut, bahkan rasa tidak ingin pergi juga masih sempat datang menghampiri.   Rasa sedih yang hadir di sebabkan oleh hati yang belum siap untuk jauh dari rumah ini. Ibu baru saja pergi,  dan sekarang aku yang malah pergi meninggalkan rumah yang selama ini sangat ibu jaga. Aku masih ingin di sini, rumah ini membuatku tetap merasa bahwa kami satu keluarga pernah utuh dan hidup di bawah atap yang sama.  Rasa takut juga sempat datang menghampiri, tapi itu mungkin rasa yang wajar, mengingat aku tidak pernah melakukan perjalanan jauh sebelumnya. Bahkan perjalanan yang dekat saja aku tidak pernah melakukan, lalu tiba-tiba sekarang diharuskan menempuh perjalanan panjang sendirian a
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status